Chapter 6

3.2K 203 8
                                    

Seroja tidak menyangka akan mengakui ini pada dirinya sendiri. Dia galau berat. Atau jika ingin sedikit lebih mendramatisir, dia sangat nelangsa. Tidak ada mood sama sekali baginya untuk menyanyi, semua sapaan orang hanya dijawab dengan senyum tipis yang dipaksakan, baik kopi ataupun teh terasa hambar di lidahnya.

Ia memutuskan untuk mencari udara segar di taman kota yang jauh dari café. Sambil duduk di kursi panjang, Seroja sesekali melirik ponselnya dengan tatapan harap. Bisa saja ia mengirim pesan lebih dulu tapi ego menahannya. Seroja yakin tidak bersalah dan tidak berpikir untuk meminta maaf pada Desna. Kyne datang karena membuntutinya bukan karena Seroja mengajak pria itu. Jadi dia tidak salah. Titik.

"Chandni?"

Sapaan itu membuat Seroja mendongak dan agak terkejut mendapati Jun berdiri di depannya. Penampilannya kini tidak maskulin seperti biasa. Wanita muda itu mengenakan dress terusan sederhana yang memperlihatkan perutnya mulai membuncit, rambutnya sudah mulai panjang sebatas dagu membuat wajah Jun terlihat lumayan feminim.

"Jun? Ini serius kau?" tanya Seroja tak percaya.

Jun tersenyum maklum sambil duduk di samping Seroja. Gadis itu tentu kaget melihatnya yang biasa berpakaian lelaki kini memakai dress. "Iya. Ini aku. Aneh, ya? Nagi bilang aku sudah tidak boleh pakai celana panjang lagi supaya perutku tidak sakit."

"Cocok sekali. Hampir saja aku pangling. Kupikir bidadari nyasar dari mana."

Seroja tertawa ketika Jun menyikut rusuknya pelan. Ia tak menyadari Jun memperhatikannya dengan seksama.
Ada masalah, batin Jun. Ia sangat mengenal Seroja meski itu hanya sebuah pertemanan di masa sekolah. "Apa ada sesuatu yang meresahkanmu?"

Jun melihat rasa kaget mewarnai mata hitam bening sepersekian detik karena detik selanjutnya mata menggelap untuk menutupi dirinya. "Sedikit. Tapi tidak apa."

"Kau tahu... kau bisa menceritakannya padaku. Aku sudah menganggapmu seperti adik."

"Aku tidak bisa mengatakannya. Ini masalah pribadiku, Jun..."

"Kuharap kau ingat bahwa aku lumayan keras kepala jika ini menyangkut kebahagiaan orang yang kusayang," potong Jun dengan suara tenang yang anehnya tak terbantahkan. "...Ini pasti ada hubungannya dengan Desna, kan? Kalian habis berbeda pendapat?"

Jun masih bersikap tenang manakala emosi Seroja berkecamuk. Dan saat Jun menggenggam erat tangannya, pertahanan terakhir Seroja bobol. Dia benar-benar tidak bisa menolak Jun yang terus bersikukuh menjadi sosok kakaknya. Lagipula dia butuh seseorang untuk memberinya solusi.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi pada kami. Dia tidak mau bicara padaku..."

Seroja mulai menceritakan semuanya. Mulai dari Kyne yang membuntutinya hingga ke rumah, Desna memergoki mereka di depan rumah kemudian sampai kedua pria itu saling menerjang.

"...yang parah dari itu semua, aku hanya berteriak seperti orang bodoh sampai kemudian aku menimpuk mereka dengan benda di dekatku. Kyne berhenti tapi Desna mengabaikannya dan kembali melumpuhkan pria itu."

"Kau menimpuk mereka dengan apa?"

"Ng... batu bata." Seroja meringis kala Jun memberikan tatapan seolah berkata 'betapa-sadisnya-dirimu'. Sebelum Jun sempat membalas, Seroja kembali menambahkan, "Aku kembali mengancam akan menimpuknya dengan pot jika dia tidak berhenti. Dia memang berhenti dan mengabaikan Kyne yang dibawa pulang. Kemudian dia mengalihkan sasarannya padaku, menyudutkanku lalu dia... dia..."

"Ah." Darah Jun berdesir ketika mulai menyadari maksud pembicaraan Seroja. "Aku mengerti."

"Tidak. Dia tidak memukulku."

When The Darkness Calling BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang