11.

1.4K 178 45
                                    

Happy Reading

.

.

.

Pagi-pagi buta semua keluarga berhamburan menuju kama mandi, semua bersiap-siap untuk berangkat menghantarkan jenazah kakek. Anak-anak tak sempat untuk mandi, kini mereka duduk sambil makan camilan sambil menunggu para orang tua untuk naik.

5 jam perjalanan terbayar puas melihat pemandangan yang begitu indah, jalan yang berlika-liku mengelilingi danau toba membuat semuanya terpukau melihat ciptaan Tuhan yang sebagus ini.

Akhirnya mereka sampai di salah satu makam dimana makam tersebut merupakan makam keluarga turun-temurun dari kakek-nenek moyang. Diawali dengan berdoa lalu membuka peti sebentar agar para keluarga disana dapat melihat kakek untuk terakhir kalinya, setelah itu mereka menutup peti.

Semuanya masih berbicara mengenai masa kehidupan kakek. Kim beserta sepupu-sepupunya dan juga Azka sang suami, memilih untuk pindah tempat agar tak menganggu yang lain, mereka duduk di samping makam kakek moyangnya.

Daniel memulai pembicaraan, "Abang ada tebak-tebakan nih?"

Para anak-anak antusias menjawab "Apa itu bang?"

"Bang Niel kang tipu, tebak-tebakan semalam aja belum terpecahkan, malah ngajak main tebak-tebakan yang baru," cerocos Linca.

Linca membuat suasana terlihat membosankan. "Apakah kalian percaya dengan sulap?" tanya Fero –Supir pribadi Chiko.

"Sulap? Aku ga percaya dengan hal gituan."

"Sama, gue juga."

"Tapi aku percaya kak," ujar Meshak.

"Nih abang tunjukin sulapnya, perhatiin ya." Fero pun memulai aksinya.

Di tengah acara sulap, Renata tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Azka, ayo pulang."

"Enggak, lepasin."

Renata terus menarik tangannya, "Ikut dulu, baru aku lepasin."

"Sumpah lo ya, ngeselin banget."

"Bang, kata papi gak boleh ngucapin kata sumpah, dosa tau." Meshak pun ikut-ikutan melepaskan genggaman Renata pada azka.

"Anak kecil jangan ikut-ikutan deh lo," Renata mendorong tubuh Meshak hingga terjatuh.

Azka menghempaskan tangannya dan segera menolong Meshak. "Gila lo, anak kecil begini lo gituin, punya otak gak?"

"Meshak kamu gak papa kan dek?" tanya Azka membelai rambut Meshak.

Meshak menangis, Chiko maju paling depan lalu mendorong Renata tanpa ampun. "Gue gak perduli masalah lo sama tuh cowok, tapi lo udah nyakitin adek gue, nyari mati lo!"

Kini mereka membuat kegaduhan, banyak orang mengelilingi area mereka saat ini.

"Ada apa ini?" Dava terlihat heran. "Kenapa kamu nangis nak?"

"Abang di dorong sama tante itu." Ucap Monica sembari menjuk ke arah Renata.

"Siapa kamu berani dorong anak saya?"

"S-saya, kaburrr." Renata berlari pergi entah kemana.

Wanita gila, batin Chiko.

"Meshak, sini kakak obatin lukamu." Kata Kim mengajak Meshak ke dalam rumah yang tak jauh dari sana. Perlahan namun pasti, Kim mengobati luka Meshak. Meski sang adik terus menangis, azka berusaha menghiburnya.

Semua kembali ke tempat masing masing. Kini acara tersebut telah selesai dengan sedikit kendala. Sebelum pulang, mereka beristirahat sejenak di rumah adik dari sang kakek. Meshak sudah kembali seperti biasa, ia mengajak yang lain untuk berfoto-foto agar tak satupun memori yang akan terlupakan.

Fero memanggil Kim, "Boleh foton abang?"

"Bo-,"

"Lo bisa foto sendiri kan?"

"Apa si kak, boleh kok bang." Ia pun mengambil beberapa gambar lalu menyerahkan hasil foto ke Fero.

"Hadeh, gimana si kamu fotoinnya. Coba sana berdiri, biar gue tunjukin caranya." Azka ikutpun ikut berdiri bersampingan.

"Lo gak usah ikut, biar dia aja."

"Fotoin pake hp gue." Beberapa jebretan berhasil diambil.

Sesekali Azka merangkul Kim, Renata yang entah darimana datang tiba-tiba melepaskan paksa rangkulan itu. "Gak usah rangkul-rangkul."

"Minggir lo, biar gue yang foto sama Azka."

Kim memilih mengalah, ia duduk sembari mencabuti rumput lalu melempari batu ke arah bawah. Azka yang gerah dengan tindakan Renata yang sudah melebihi hubungan mama dan anak segera pergi menyusul Kim.

"Papi, ada tante yang dorong aku tadi." Teriak Meshak, papinya segera berlari menuju anaknya termasuk Renata yang lari kabur untuk kedua kalinya.

Azka tersenyum. "Lucu?"

Azka menggeleng. "Jangan ketus-ketus dong, nanti mirip mak lampir."

"KAK, aku lagi gak mau aneh-aneh ya. Mendingan sana pergi."

"Apaan dah, gitu doang." Azka mencubit pipi Kim pelan.

"KAK."

"Hehe, sakit ya?"

"ENGGA"

Linca yang sedari tadi disitu sekarang menirukan suara nyamuk. "Kayak ada nyamuk ya kak?"

"Iya gue nyamuknya. Suer ya, lo berdua gak bisa apa sekali-kali jangan buat gue iri dengki."

"Iri kenapa kak?" Kim bertanya dengan polos.

"Iri lihat ke uwuwan ini. MAKK PENGEN UWUW JUGA." Linca pun meninggalkan mereka berdua.

"Aku capek, pulang deluan yuk."

"Oke." Tanpa aba-aba Azka langsung menggendong Kim di punggung.

"Eh kak, turunin. Kita dilihatin terus ih."

"Udah diem." Dava tersenyum melihat anak dan menantunya udah bisa nerima keadaan.

"Kak Linca ayo pulang luan, ayo nanti ditinggal."

Linca yang baru aja mulai aksi jebret-jebretnya harus dihentikan, "Tunggu."

"Romantis bat dah, jadi pengen di gendong juga."

"Punya kaki?" Azka terus berjalan diikuti Linca yang terus menhentak-hentakkan kakinya.

Akhirnya mereka sampai dirumah nenek lebih cepat dari yang lain. Azka menyuruh Kim dan Linca untuk berberes agar pulang pada hari itu juga.

Kini tepat jam 12 malam, para keluarga baru sampai. Azka yang tengah mengangkat koper dilihat oleh Dava. "Mau kemana nak?"

"Mau pulang pa, soalnya cuman izin beberapa hari aja."

"Eh Kimberlly, ponakan cantiknya tante. Kalian mau kemana?"

"Mau pulang tan, sekolah."

"Nih bocah juga ikut?" tunjuk tante pada Linca.

"Apaan deh bund."

"Hahaha, anak bunda jangan ngambek-ngambekan, udah tua."

"Serah bund serah."

"Hati-hati dijalan ya, dahh."

Linca, Kim dan Azka menyalam seluruh anggota keluarga untuk berpamitan pulang. Tak lupa mereka mendapatkan salam tempel dari para keluarga.

"Kami pulang dulu ya, kalau ada waktu bakal kesini kok, dahh." Ujar Kim mendada ke mereka yang masih stay disana.

TBC.

Azkim [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang