Di tepi pembaringan kamar tidurnya, wanita cantik itu duduk termenung dengan pandangan datar ke dinding dalam diam.
Angannya melambung jauh ke masa silam, masa di mana perjuangan cintanya dengan Brian tak mencapai tujuan akhir. Kini, saat dirinya telah mengubur dalam-dalam kenangan itu sekian tahun dan imam hidupnya telah pergi mendahului, akar kenangan itu muncul di hadapan mereka.Dua puluh tahun silam, Silvie dan Brian adalah sepasang kekasih yang serasi. Keduanya menjalin kasih sejak Silvie kelas satu SMA dan Brian kelas dua di salah satu sekolah favorit di kota mereka. Kata orang cinta monyet. Silvie dan Brian sama- sama cinta pertama.
Mereka menghabiskan hari-hari masa SMA mereka seperti anak-anak lain pada umumnya. Tak ada yang menonjol dan tak ada yang tenggelam dari keduanya. Mereka pandai menempatkan diri, ada saatnya mereka ikut bergabung bersama teman-teman dengan canda tawa yang polos. Ada saatnya mereka menikmati indahnya cinta di sudut halaman kelas Silvie di bawah pohon yang teduh.
Sehingga gosip tentang mereka tidak viral hingga ke telinga teman kelas lain. Hanya seputar teman sekelas saja yang pada akhirnya akan bosan dan hilang sendirinya dari perederan gosip lokal.Suatu hari di sekolah, saat Brian telah dinyatakan lulus, Ia pamit pada Silvie untuk melanjutkan studi ke Jakarta ikut kakaknya yang menetap di sana.
"Sil, planning kamu mau lanjut studi di mana kalau udah tamat tahun depan?" Brian membuka percakapan yang sedikit kaku.
"Aku di sini saja, ah! Ngapain jauh-jauh dari orang tua. Malas aku!" Jawab Silvie serius.
"Kamu sendiri, bagaimana? Kuliahnya di sini kan?"
Brian terdiam. Sejenak mengatur perasaan yang sedikit galau.Tiba-tiba Brian meraih tangan Silvie dan mengecup punggung tangan gadis itu Silvie terpaku dengan gerakan cepat Brian. Jantungnya berdesir kencang, memompa laju aliran darah sehingga wajahnya merona merah. Sangat jelas dengan kulit putih miliknya. Ia berusaha menenangkan perasaan.
Busyet, makinya dalam hati. Baru punggung tangan aku kesentuh bibirnya, rasanya jantungku mau copot, gimana kalau pipi atau bibir aku, ya?
Silvie menatap heran penuh tanya di hati, pada pria di depannya. Ada apa ya? Kok pakai cium punggung tangan segala? Yang ditatap hanya memberi senyum datar.
"Ada apa, Mas? kok cium tangan segala?" Akhirnya pertanyaan itu terlontar juga.
"Nggak kenapa-kenapa Sil, aku cuma mau tanya, klau kita jarang ketemuan, kamu masih sayang nggak, sama aku?" Tanya Brian hati-hati.
"Kok tanya gitu, Mas? Memang Mas Brian mau pergi jauh ya? Silvie balas bertanya.Sejenak Brian menatap gadis yang telah mengisi dan menguasai ruang hatinya sejak dua tahun belakangan ini. Wajah tampannya menyimpan galau.
Pria itu bingung bagaimana caranya menyampaikan kepada Silvie kalau ia akan melanjutkan studi di Jakarta sesuai permintaan orang tua dan kakaknya."Mmmh ... Mama dan Papa memintaku kuliah di Jakarta Sil ... !" Ujar Brian mengalihkan pandangan, tak sanggup menatap wajah Silvie.
"Oo ... ya! Gadis cantik itu tak dapat menyembunyikan kesedihannya. Jujur, ia tak ingin jauh dari Brian. Baginya Brian adalah kekasih hatinya sekaligus sahabat yang selalu bersedia menjadi gurunya jika tak paham pada pelajaran matematika dan fisika."Kamu tetap setia kan Sil? Sekalipun kita jarang bertemu?" Kembali Brian bertanya dengan wajah sendu sambil menggenggam tangan Silvie erat seakan tak ingin melepasnya.
Tanpa bisa dibendung, air mata Silvie perlahan menetes pada pipi mulus miliknya. Hatinya tak karuan mendengar penyampaian Brian barusan. Gadis itu hanya mengangguk menatap pria idolanya sambil sesekali mengusap air mata di pipinya.
"Mas Brian tetap sayang Silvie, juga kan, kalau sudah di jakarta? Tanya Silvie sambil 1 2 3 kali mengusap dan mengeringkan wajah cantiknya.
Informasi Brian untuk memilih kuliah di Jakarta
membuat separuh semangat dan keceriaan Silvie ikut terbawa. Ia tak punya hak untuk melarang Brian.
Sejenak tak ada percakapan di antara mereka. Masing-masing larut dalam pikirannya."Aku berjanji Sil, akan tetap setia dengan janji kita."
Brian memecah keheningan di antara mereka.
"Iya, Mas." Jawab Silvie singkat, tak tahu mesti ngomong apa lagi.
"Kamu mau kan, menunggu aku? Aku janji setiap liburan semester akan pulang menjengukmu. Jelas Brian mantap. Silvie hanya mengangguk pelan tanpa kata."Kapan Mas Brian berangkat ke Jakarta?"
Silvie bertanya tanpa semangat, membuat Brian tak enak hati.
"Minggu depan Sil, aku berangkat dengan kakak."
"Mas Brian hati-hati di sana ya! Janji, Mas Brian juga mesti setia, nggak macam-macam dengan cewek. Awas lho!"
Sambung gadis itu dengan nada yang tak ingin dibantah.Tiba saatnya Brian Berangkat ke Jakarta. Dengan hati sedih Silvie menyempatkan diri mengantar ke Bandara Hasanuddin. Sepanjang jalan ke Bandara, Silvie hanya ngomong jika menjawab pertanyaan Brian dan kakaknya. Gadis itu tak mampu menyembunyikan kesedihan yang memenuhi hatinya.
Dua tahun menjalin cinta dengan Brian. Ia merasakan perhatian Brian membuat dirinya semangat menjalani kehidupan setiap hari. Tapi kini penyemangat itu akan pergi jauh dari sisinya.
Bulir bening membentuk telaga pada mata indahnya, sedikit saja dicolek, maka akan tumpah bak kucuran air dari wadah yang besar.
Sebelum tercolek oleh kata-kata manis dari sang idola, gadis itu memalingkan pandangan kesamping kaca jendela mobil. Pura-pura menikmati padatnya lalulintas di luar sana, sambil mengerjabkan mata untuk mengeringkan telaga pada sepasang matanya.Hati Silvie semakin sedih saat memasuki Bandara Hasanuddin. Terlebih lagi saat pengeras suara mengumunkan penerbangan pesawat ke Jakarta yang ditumpangi oleh Brian. Bulir bening yang sedari tadi ditahan akhirnya lepas membuat Silvie menahan Isak, malu ketahuan oleh kakak Brian yang berjalan di depan mereka.
Brian memeluk Silvie penuh cinta dan mengecup dahi gadis itu kemudian membisikkan sesuatu di telinga Silvie. Gadis itu hanya mengangguk. Cuek terhadap sekelilingnya, dengan penuh perasaan ia balas mengecup dahi Brian.Setahun kepergian Brian kuliah ke Jakarta, kini Silvie telah lulus SMA dan ingin kuliah seperti teman-teman yang lain tapi ia memahami kondisi k okeuangan orang tua. Gadis itu memutuskan untuk tidak melanjutkan studi ke jenjang kuliah seperti teman-temannya.
Ia memilih untuk mencari pekerjaan agar dapat meringankan beban kedua orang tua yang masih membiayai kebutuhan sekolah kedua adiknya.Tahun-tahun pertama Brian sangat rajin menghubungi Silvie dan setiap libur semester ia mengunjungi Silvie ke Makassar.
Silvie merasa Brian bertanggung jawab dengan janjinya, bahwa ia akan tetap setia. Saat waktunya tiba kelak ia akan melamar Silvie.Hingga suatu hari, orang tua Silvie menjodohkannya dengan seorang pria dewasa dan mapan. Bimo nama pria itu. Manajer pemasaran pada sebuah perusahaan besar. Silvie menolak perjodohan itu. Berkeras ia memberi alasan dan menceriterakan tentang Brian kepada kedua orang tuanya. Namun semua usahanya sia-sia.
Silvie tak ingin dianggap sebagai anak yang durhaka terhadap kedua orang tua. Ia pasrah menerima nasib.
Dengan hati yang hancur menerima Bimo sebagai imam dalam hidupnya. Saat akad nikah berlangsung, bayangan Brian yang memenuhi pikirannya. Saat mencium punggung tangan Bimo ketika ijabkabul usai, ia membayangkan punggung tangan Brian.
"Ah ... inikah awal jalan hidup yang harus kujalani?"
Mas Brian, maafkan aku yang tidak bisa memegang janji kita!" Batin Silvie tak karuan. Semangat hidupnya
bagai tersedot dan dilempar entah ke mana.Memulai babak baru dalam kehidupan seorang Silvie, hanya keterpaksaan yang terlihat. Tanpa rasa dan asa mewarnai hari lepas hari. Gadis itu bagai robot.
Tahun pertama pernikahanny, ia melakukan segalanya hanya karena kewajiban yang mau tak mau, harus mau melakukannya. Dirinya tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya.Sementara di tempat lain, hiruk pikuk kota metropolitan membingkai kehidupan seorang Brian yang memfokuskan diri pada pendidikannya. Harapannya hanya satu, menyelesaikan kuliah dan segera mencari pekerjaan untuk menepati sebuah janji yang terukir indah dalam angan dan asa, yang selama ini memicu semangat belajarnya.
Hingga suatu hari, Brian dikejutkan oleh berita yang disampaikan langsung oleh Silvie via whatsapp.
"Mas Brian, maafkan diriku yang tidak bisa setia memegang janji kita. Aku sudah menjadi istri orang lain karena tak berdaya menolak perjodohan itu. Maafkan diriku Mas!"🙏😭

KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA CINTA MEMILIH
Ficção GeralSilvie namanya, 35 tahun, cantik dengan 4 orang anak perempuan yang cantik-cantik seperti ibunya. Anak yang pertama masih duduk di bangku kuliah semester tiga saat ayah mereka meninggal karena serangan jantung. Wanita itu merasa dunianya runtuh sek...