Berlima mereka menghadapi hidangan malam. Suasana tidak seperti biasanya. Ada kebisuan yang menghiasi ruang makan itu. Berawal dari pembicaraan mereka sore menjelang malam tadi. Silvie mengutarakan pembicaraan bersama Brian beberapa hari yang lalu. Kalau Brian serius ingin menikah dengannya."Lho, kok semuanya membisu? biasanya banyak komentar tentang masakan mama!" Silvie memecah kesunyian sambil menebar pandang pada keempat dara cantiknya. Tak ada koment balasan, hanya senyum dari masing-masing pemilik bibir. Untung saja selera makan tak berkurang sehingga Silvie tak baper dengan demo diam mereka.
Biyanka yang mengawali makannya usai. Gadis dewasa itu belum beranjak dari tempat duduknya, seakan dirinya sengaja menunggu yang lainnya usai makan. Disusul mamanya kemudian Resti dan Asti. Jovanka paling akhir.
"Lho, kok semuanya pada diam di tempat! sengaja nunggu aku ya? atau mau mengulang ronde kedua lagi?"
Cetus Jovanka sedikit kesal. Niat untuk menyendok lagi, jadi urung karena yang lainnya telah usai.Setelah Resti dan Asti membersihkan meja makan, mereka kembali duduk berkumpul mengelilingi meja makan, seakan dikomando mereka sepakat tak meninggalkan meja makan setelah santapan usai.
"Ma ... !" Biyanka menggantung ucapannya. Semua pandangan mata tertuju padanya. Silvie seakan menghadapi suasana penghakiman.
"Ya, kenapa nak?" jawabnya.
"Mama menerima lamaran Om Brian?"
Biyanka sedikit menekan ucapannya.
Sejenak Silvie berpikir, aku tak boleh salah menjawab, batinnya.
"Kalau menurut kalian Mama semestinya bagaimana? Mama tak ingin kalian menyetujui hanya karena pertimbangan rasa buat Mama sedangkan hati kecil memendam rasa tak setuju. Silvie kembali menebar pandang ke wajah-wajah cantik di depan matanya."Kalau Mama merasa nyaman menikah lagi, aku setuju aja, Ma!" Timpal Asti datar. "Asal pria itu menyayangi Mama dengan sepenuhnya." Kalau Mama bahagia, kami juga pasti bahagia."
"Iya, Ma," sambung Resti dan Biyanka bersamaan. Si bungsu, Jovanka tak berkomentar. Diam seribu bahasa dengan wajah yang tertekuk. Silvie mencuri pandang. Ia memahami rasa yang ada pada Jovanka. Silvie hanya berharap, dalam beberapa hari, semoga Jovanka dapat setuju seperti kakak-kakaknya."O, ya Ma! Nenek sudah diberi tahu?" Biyanka mengingatkan. Gadis itu punya firasat, kalau neneknya, ibu dari Papanya tak setuju.
"Mama akan menyampaikan kabar ini jika kalian semua merestui Mama dan Om Brian." Tegas Silvie memandang pada daranya yang terakhir.
Yang dipandang seakan tak menyadari Ia hanya diam membungkam tanda tak setuju. Dari awal perbincangan hingga disambung setelah makan malam, tak satu katapun yang keluar dari bibirnya.
...Seminggu telah berlalu, ketika Silvie menyampaikan kepada keempat buah hatinya tentang permintaan Brian untuk menikah dengannya. Persoalannya terletak pada si bungsu dan ibu Mertua Silvie yang tidak menyetujui hubungan itu. Wanita tua itu tak mengisinkan Silvie menikah lagi. Alasan yang mendasar adalah ia tak ingin anaknya Bimo tergeser dari hati Silvie dan anak-anaknya, meskipun Bimo telah meninggal dunia.
"Mama tak setuju, Sil, kamu menikah lagi dengan mantan pacar kamu!" kalimat yang tak dapat Silvie lupakan ketika ia mengunjungi ibu mertuanya untuk menyampaikan permohonan dan rencana Brian. Jovanka dan neneknya seakan berkompromi untuk tidak menyetujui jika Silvie menerima ajakan Brian.
Silvie mulai putus asa menanti restu dari si bungsu. Kemarin Brian menelpon menanyakan perkembangan rencana mereka.
"Gimana, Sil? Jovanka dan neneknya masih nggak beri restu tentang rencana kita?"
"Iya, Mas, ibu mertuaku tak ngasih dukungan begitu pula si bungsuh." Tapi aku hanya butuh persetujuan dari Jovanka. Tentang restu dari ibu mertuaku, belakang hari kita atur.
Di seberang sana, bungkam. Tak ada jawab.
"Oke, Sil ...aku masih menanti kabar perkembangan selanjutnya. Assalamualaikum."
"Wa'alaikusalam!" Silvie meletakkan ponselnya. Wanita itu memahami kegelisahan Brian.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA CINTA MEMILIH
Fiksi UmumSilvie namanya, 35 tahun, cantik dengan 4 orang anak perempuan yang cantik-cantik seperti ibunya. Anak yang pertama masih duduk di bangku kuliah semester tiga saat ayah mereka meninggal karena serangan jantung. Wanita itu merasa dunianya runtuh sek...