Malam semakin larut tapi Silvie belum juga merasakan kantuk pada sepasang netranya. Wanita itu memilih berbaring dengan pandangan lurus pada langit-langit kamar. Hati kecilnya masih menanti restu dari anak bungsunya. Ia telah nekad, jika lampu hijau belum juga datang dari Jovanka maka dirinya tak dapat meresponi permohonan Brian. Jujur dirinya masih menyimpan rasa untuk Brian sejak sejak pertemuan mereka kembali setelah sekian lama tak ada kabar. Tapi Silvie bukan wanita egois yang menomor satukan keinginannya. Ia semakin dewasa dan bijak sejak kematian Bimo suaminya.
Bagi dirinya, kebahagiaan anak-anaknya lebih penting dari segalanya.
Ia mencoba memejamkan mata dalam ketenangan malam yang semakin larut.Wanita itu terjaga dari tidurnya ketika suara asan subuh menggema memecah keheningan alam yang terlelap dalam pergeseran waktu yang tak henti.
Setelah usai sholat subuh, dengan langkah tenang, Silvie menuju dapur.
Mempersiapkan segalanya untuk sarapan pagi bagi dia dan anak-anaknya.
Ia bertekad, setelah kumpul menikmati sarapan pagi bersama, dirinya akan menyampaikan bahwa ia tak menerima pinangan Brian.Pukul 07.00, masakan Silvie kelar. Hidangan sayur lode terong dan sambal tempe di tambah kripik tertata rapi di atas meja makan.
Satu persatu keempat dara itu menyapa sang Bunda. Senyum khas Silvie membalas sapaan mereka.
"Jovanka belum bangun ya?"
"Hadir, Ma," sahut Jovanka tiba-tiba di ambang pintu dengan senyum manisnya yang hilang hampir sebulan lamanya.
Sejenak Silvie tertekun, keheranannya belum terjawab, tiba-tiba Jovanka menghampiri dan memeluknya sembari mendaratkan ciuman pada pipinya."Ma, maafin Jo, ya! Mama boleh kok menikah dengan Om Brian. Jovanka nggak boleh egois. Selama ini Mama telah membesarkan dan merawat kami, Mama perlu bahagia juga." Sekali lagi Jovanka mendaratkan ciuman ke pipi Silvie. Ada rasa haru di dada wanita itu.
Dirinya tak menyangka, pagi ini, si bungsu telah memberi restunya untuk menerima pinangan Brian.Ingin rasanya mengabarkan pada Brian tapi ia menahan diri untuk tidak over menampak rasa senang pada anak-anaknya atas restu yang telah mereka berikan.
"Terimakasih, nak! balas Silvie haru.
"Tentang restu nenek, biar aku yang jelas-in Ma! Nenek pasti setuju." sambung Jovanka lagi.
Rasa haru semakin menguasai hati Silvie. Menghantarkan bulir-bulir bening pada kedua netranya yang kemudian membasahi kedua pipinya. Air mata kebahagiaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA CINTA MEMILIH
Ficção GeralSilvie namanya, 35 tahun, cantik dengan 4 orang anak perempuan yang cantik-cantik seperti ibunya. Anak yang pertama masih duduk di bangku kuliah semester tiga saat ayah mereka meninggal karena serangan jantung. Wanita itu merasa dunianya runtuh sek...