Flashback
Dunia Brian seakan runtuh. Bagai disambar petir di siang hari. Lemas seluruh tubuh setelah membaca untaian kalimat singkat itu. Serasa tak percaya. Diulangnya membaca sekali lagi kalimat itu. Masih tak berubah bunyi tulisan tersebut. Untuk sesaat, pria itu bagai orang bingung yang tak dapat berbuat sesuatu. Ia mencoba berdamai dengan perasaannya.Selang beberapa saat, Brian membalas what'sapp
Silvie: "Jika itu pilihan yang terbaik menurutmu, aku tak dapat berbuat sesuatu lagi untuk mempertahankan janji kita. Selamat berbahagia."
Gontai Brian meletakkan handphonenya dan berlalu keluar kamar. Ada sesuatu yang menghangat pada kedua netranya.Pria tampan itu belum sepenuhnya menerima fakta yang ada. Ia berharap kabar pernikahan Silvie hanyalah mimpi di siang hari.
Susah payah ia menenangkan pikiran dan hatinya. Pria itu mencoba untuk realistis dengan keadaan cintanya yang suprise.Ia melangkah ke garasi, mengeluarkan motornya. Tanpa arah dan tujuan pasti ia melaju di atas jalan yang masih ramai. Waktu menunjukkan pukul 23.30. Pria itu menghampiri sebuah bar dan memesan bir. Ia minum bir bergelas-gelas.
Brian seorang yang terpelajar. Ia bukanlah seorang yang suka menenggelamkan kesedihan dan kegalauannya dengan minuman beralkohol. Tapi kali ini, sepertinya minuman beralkohollah yang dapat meredahkan rasa sakit yang dirasakan di dalam hatinya. Hanya dia yang tahu betapa hancur hatinya.
Setelah tiga tahun ia menekuni kuliahnya, Setahun lagi semua akan rampung. Kini, lima tahun hubungan mereka terhapus hanya karena perjodohan. Padahal ia bertekad akan menjalani hari-hari ke depan hingga menua bersama Silvie. Namun semuanya berantakan hanya karena orang tua Silvie yang masih memegang kebiasaan kuno. Mencarikan jodoh untuk anak gadis mereka.
Jalan raya mulai sunyi saat Brian melajukan motornya dengan setengah mabuk. Untung saja ia cepat menyadari keadaannya sehingga ia segera menghentikan acara minum tunggalnya di bar.
Masih setengah sadar ia tiba di rumahnya. Penghuni rumah yang lain sudah pada pulas semua.
Bersusah payah ia memilih kunci rumah yang bergabung dengan kunci motor.
Saat memasuki kamar, ia tak peduli untuk ganti pakaian. Dengan enteng ia melemparkan tubuhnya di atas pembaringan. Tak butuh lama, pria lajang setengah mabuk itu akhirnya berselancar di alam mimpinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA CINTA MEMILIH
Narrativa generaleSilvie namanya, 35 tahun, cantik dengan 4 orang anak perempuan yang cantik-cantik seperti ibunya. Anak yang pertama masih duduk di bangku kuliah semester tiga saat ayah mereka meninggal karena serangan jantung. Wanita itu merasa dunianya runtuh sek...