Rumah Bokuto

440 68 10
                                    

"S-senpai, kau menangis?" Tanya (Y/n).

"Menangis? Ah, kapan air mata ini keluar?" (Name) mengusap air mata yang jatuh tanpa disadarinya itu.

"I-ini, pakai sapu tanganku!" Seru (Y/n) sambil memberikan sapu tangan milik nya. Bersamaan dengan tangan Akaashi yang juga ingin memberikan sapu tangan.

"Eh?" Pasangan itu saling berpandangan bingung. (Name) terkekeh kecil melihatnya sambil mengusap air mata nya yang masih tersisa.

"Ahahaha, sudahlah aku tidak apa-apa kok,"

"Itu... Bohong kan?" Ujar (Y/n).

"Eh?"

"Kalau Senpai baik-baik saja, kenapa menangis?" Lanjut (Y/n).

(Name) tertegun mendengar ucapan (Y/n) itu. Sesaat kemudian ia mengulas senyum lembut lalu mengusap pelan pucuk kepala (Y/n).

"(Y/n)-chan peka sekali ya dengan perasaan orang," puji (Name).

"Ehehe, begitu ya?" Sahut (Y/n) terkekeh malu.

"Peka apanya? Aku kodein selama 1 tahun saja tidak peka-peka," celetuk Akaashi.

"K-Keiji!" Tegur (Y/n) sambil menyikut lengan Akaashi.

"Ahahaha, ya ampun kalian benar-benar lucu!" Tawa (Name).

"Oh, aku belok ke sini," ujar Akaashi begitu sampai di pertigaan.

"Sampai besok Keiji!"

"Iya, besok ku jemput ya. Senpai, aku duluan,"

"Ah iya Akaashi-san, hati-hati,"

Setelah Akaashi berbelok, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.

"Jadi Senpai sedih karena apa?" Tanya (Y/n) kembali pada topik yang tadi. (Name) terdiam.

"K-kalau senpai tidak mau cerita juga tidak apa-apa kok!" (Y/n) berseru tidak enak. (Name) menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum.

"Bukan apa-apa kok, (Y/n)-chan. Hanya masalah kecil, kau tahulah dalam sebuah hubungan pasti ada masalah-masalah kecil yang menghalangi. Tapi ini masih bisa kuatasi sendiri, jangan khawatir," jelas (Name) dengan hangat.

(Y/n) menatap (Name) kurang yakin. Ia sudah dengar gosip tentang (Name) disekolah. Seperti, ketua osis yang malang karena punya pacar yang suka selingkuh. Tapi waktu itu (Y/n) belum tahu siapa ketua osis mereka.

"Senpai, yang semangat ya! Aku yakin Senpai pasti bisa melaluinya!" Dukung (Y/n).

"Iya, terima kasih (Y/n)-chan," balas (Name) sambil tersenyum tulus.

***

"Ini rumahku Senpai," ucap (Y/n) begitu sampai di sebuah rumah tingkat 2 dengan cat abu-abu.

"Akaashi-san biasanya mengantarmu sampai disini?" Tanya (Name) sambil memandangi rumah itu. Terkesan elegan dan mewah.

"Begitulah! Katanya ia khawatir kalau aku tersandung di jalan, hahaha!" Jawab (Y/n) sambil tertawa. Tangannya membuka pintu pagar.

"Ayo masuk, Senpai!"

"A-ah, iya,"

(Name) mengikuti (Y/n) masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Halaman rumah itu tidak terlalu luas, tapi cukup untuk ditanami berbagai bunga dan sayur. Ada bunga mawar, lili, bahkan sampai pohon sakura. Tapi pohon sakura itu belum berbunga, karena ini masih musim dingin.

"Tadaimaaa," salam (Y/n) sambil membuka pintu rumahnya.

"Ojamashimasu," salam (Name) pula.

"Oh, Onii-chan sudah sampai di rumah ternyata," ucap (Y/n) memandang sepatu sekolah yang berserakan. Ia langsung mengambil kedua sepatu itu lalu menyimpan nya dengan rapi di dalam rak sepatu.

"Masuk duluan saja, Senpai! Jangan malu-malu!" Ucap (Y/n) sambil melepas sepatunya.

"Oke,"

(Name) pun masuk ke sebuah ruangan setelah melepas sepatu sekolahnya. Di kakinya kini ada sandal tamu berwarna lilac. Sedangkan (Y/n) masih sibuk menyusun sepatunya ke dalam rak.

(Name) mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Ruang keluarga yang menyatu dengan dapur. Terdapat sofa berwarna merah marun yang terlihat mewah. Juga ada televisi besar yang sepertinya mahal.

'S-sepertinya Bokuto itu orang kaya, ya?' pikir (Name).

'Ah daripada itu...'
(Name) menolehkan kepalanya pada sebuah lemari kaca yang berada di sudut ruangan.

'Kenapa piala anak ini bisa banyak sekali?!' seru (Name) di dalam hati.

Ia pun berjalan mendekati lemari kaca itu, memicingkan matanya. Kebanyakan piala yang ada di sana adalah piala kejuaraan voli. Juga ada piala-piala milik (Y/n). Jika dihitung, piala Bokuto berjumlah 40 dan milik (Y/n) 30, jadi jumlah semuanya adalah 70.

"Senpai! Sedang apa?"

"Oh (Y/n)-chan, piala mu banyak juga," puji (Name).

"Ehehe, tapi masih lebih banyak piala Onii-chan. Aku bertekad untuk mengalahkan Onii-chan!"

"Begitu, semangat ya," senyum (Name).

"Iya!" Sahut (Y/n).

"(Y/n)? Kau sudah pulang?"

(Y/n) menoleh ke sebuah pintu yang ada di dekat dapur.

"Iya! Onii-chan sedang apa?"

"Aku sedang mandi, kau bawa teman ke rumah ya?"

"Oh! Ada--"

Pintu tersebut terbuka, Bokuto dalam keadaan rambut hairdown yang basah dan telanjang dada menatap ke arah mereka. Ah tentu saja sebagian tubuh nya yang lain ia sembunyikan di balik pintu.

"Kyaaa!" Jerit (Name) sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan//ih, rugi :(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kyaaa!" Jerit (Name) sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan
//ih, rugi :(

"O-Onii-chan! Tidak sopan!" Seru (Y/n).

"E-eeh? Ada seitokaichou? Kenapa tidak bilang?!" Bokuto buru-buru menutup pintu.

"Dasar, ano Senpai, tolong maafkan kakak ku ya,"

"T-tidak apa-apa,"

"Senpai duduk dulu saja, nanti akan ku buatkan minuman," ucap (Y/n).

"Eh, tidak usah repot-repot,"

"Tidak kok! Ayo, Senpai duduk saja! Teh buatan ku enak lho!"

(Name) pun akhirnya mendudukkan diri di atas sofa mewah yang kelihatan empuk itu. Bukan kelihatan nya, tapi memang seperti itu rasanya. Manik (e/c) milik (Name) menatap dinding yang di hiasi banyak foto-foto. Kebanyakan foto Bokuto dan (Y/n) waktu kecil bersama dengan seorang wanita yang mirip dengan mereka.

'Mungkin kakak perempuan mereka ya?' Pikir (Name).

(Name) terus memandangi sebuah foto. Foto itu berisikan (Y/n), Bokuto, dan wanita tadi yang tersenyum bersama-sama. Sebuah senyuman pun terbit di bibir sang ketua osis.

'Kelihatannya mereka keluarga yang bahagia,'

𝐁𝐥𝐨𝐨𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang