Bahagia?

333 62 5
                                    

Suasana hening, angin pagi bertiup lembut. Membuat beberapa bunga di atas meja menjadi bergoyang. (Name) memakan sarapannya dengan lambat. Meski ini masih pukul setengah 7, tapi ia sudah bersiap untuk ke sekolah. Bukan hal yang baru, ia sudah begitu sejak kelas 1.

'Sepertinya kemarin aku terlalu kasar pada Kaori,' pikir (Name). Ia menatap sendu ke arah vas bunga di atas meja.

'Tapi, aku masih belum bisa menghadapi Kaori sekarang,'

(Name) mengangkat piring rotinya yang telah kosong. Begitu juga dengan cangkir teh nya. Ia mencucinya di wastafel, sudah seperti kebiasaan untuknya.

'Bagaimanapun juga, aku harus tetap meminta maaf kepadanya,' tekad (Name) sambil mematikan keran air.

"Hoamm, loh? (Name)?"

(Name) menoleh, Mamanya baru saja bangun. Aiko mendudukkan diri di kursi makan.

"Mama mau ku buatkan teh?"

"Oh, boleh, teh hibiscus saja,"

(Name) dengan sigap membuat teh tersebut. Ia menatap puluhan kotak yang ada di dalam lemari bawah. Tak perlu lama, ia langsung mengambil salah satu kotak. Ia membukanya, lalu menghirup aromanya sedikit.

"Teh hibiscus nya tinggal sedikit, nanti akan kubeli pas pulang sekolah," ucap (Name).

"Ah biar Mama saja yang beli nanti, kebetulan hari ini tidak ada pekerjaan," sahut Aiko.

"Ah sou," tanggap (Name). Ia menuangkan air panas di dalam teko ke dalam teko kaca bening. Setelah itu ia mengaduk teko itu dengan 4 sendok teh. Barulah ia menaruh teko dan cangkir di atas meja.

"Uwahh, arigatou," ucap Aiko dengan nada senang. Ia menghirup aroma teh perlahan, merasa rileks.

"Aku berangkat dulu, Ma," (Name) meraih tas nya dan bersiap untuk pergi.

"Eh? Kamu sudah mau pergi?" Aiko bangkit dari duduknya.

(Name) menoleh ke arah Mamanya, mengangkat salah satu alis.

"Iya, setiap hari aku berangkat jam segini kok," ujar (Name).

Aiko menatap (Name) dari kepala sampai ujung kaki. Ia merasa sedikit gemas dengan anak nya yang selalu berpenampilan sama setiap hari. Hanya sebatas rambut yang diikat, kacamata, serta wajah yang hanya disapukan bedak tipis.

Ia lalu berjalan ke arah (Name) dan memegang tangan gadis kelas 3 itu.

"Kamu ini, padahal masih pukul setengah 7 kan? Ayo ikut Mama dulu!"

"Ha? Apa maksud Ma--"

***

"Wahh, Mama tidak sadar kalau rambutmu sudah sepanjang ini,"

(Name) tak menyahut. Ia hanya pasrah ketika Mamanya menyeretnya kembali ke kamar. Dan saat ini, Mama nya sedang menyisiri rambut (h/c) nya.

"Mama, tidak perlu repot-repot begini, tadi aku sudah menyisir rambutku," tukas (Name).

"Siapa bilang Mama hanya akan menyisir rambutmu?"

(Name) refleks menoleh ke belakang. Mamanya sudah memegang sebuah curling iron (alat untuk mengeriting rambut) di tangannya.

"Tunggu, mau Mama apakan rambutku?" Tanya (Name) curiga.

"Rambutmu itu terlalu biasa! Mama mau coba eksperimen sedikit," tegas Aiko.

"Haa? Memangnya kenapa kalau rambutku biasa-biasa saja? Toh juga aku ke sekolah bukan untuk mengikuti ajang model," protes (Name).

"Tapi tidak ada salahnya mencoba penampilan baru, kan? Mau Mama ubah seperti apa pun rambutmu, tidak akan berpengaruh pada proses belajar mu nanti!" Balas Aiko.

𝐁𝐥𝐨𝐨𝐦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang