Bab 12

0 0 0
                                    

"Tante Ranti alhamdulillah enggak apa-apa. Tekanan darahnya lumayan tinggi, tapi masih tahap aman. Untuk pola makannya, sebaiknya mengurangi garam, ya."

Bagi penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi, memang disarankan untuk mengurangi konsumsi garam. Kandungan natrium dalam garam bersifat mengikat air, sehingga membuat volume darah bertambah. Volume darah yang bertambah, sedangkan ukuran pembuluh darah tetap, hal itu akan menyebabkan aliran darah makin deras. Aliran darah yang deras dan cepat, akan membuat tekanan darah meningkat.

"Baik, Dok." Danisa mendengarkan dengan saksama penjelasan dari Dokter Ari.

"Ini saya resepkan obat buat Tante Ranti. Bisa dibeli di apotek dekat sini." Dokter Ari menyodorkan selembar kertas ke arah Danisa. Lelaki itu yakin bahwa istri Arya dapat merawat Ranti dengan baik.

Arya dan Angga ikut mendengarkan penjelasan dengan mengucap hamdallah. Kekhawatiran dari raut wajah mereka perlahan menghilang, digantikan senyum kelegaan.

"Aku permisi dulu, ya. Besok pagi ada jadwal operasi," ucap lelaki berkacamata itu sembari melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri.

"Makasih, ya, Sob!" Arya menyatukan kepalan tangannya dengan Dokter Ari, melakukan salam sesama lelaki.

"Sama-sama. Permisi, ya, semuanya!"

Arya dan Angga mengantar Dokter Ari hingga pintu depan. Sesekali diiringi obrolan ringan sambil melangkah.

"Aku nunggu keponakan, lho, Ya. Jangan ditunda melulu," ucap Dokter Ari sembari terkekeh.

"Danisa masih takut, khawatir akan nularin anak kami nantinya. Perlu persiapan matang untuk itu," jawab Arya sendu. Ada keraguan di matanya, mengingat kondisinya sendiri ketika terlahir dahulu.

Dokter Ari menepuk pundak sang sahabat, menyalurkan semangat agar Arya tak menyerah. "Jika udah siap, jangan lupa konsultasi, ya. Jangan putus asa, insyaAllah jika sesuai prosedur yang disarankan, anak kalian nantinya bisa negatif."

Ibu yang positif HIV memang rentan untuk menularkan ke bayi. Penularan bisa ketika dalam tahap kehamilan, persalinan, atau menyusui. Namun, terbentuknya rantai penularan bisa dicegah.

Perempuan positif HIV disarankan harus minum obat HIV atau ARV secara rutin, baik sebelum kehamilan, ketika hamil, hingga proses persalinan. Namun, ada beberapa jenis obat ARV yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Oleh karena itu, konsultasi dengan dokter sangat diperlukan, agar bisa diresepkan jenis obat ARV yang aman.

Ketika persalinan pun, harus konsultasi dengan dokter untuk menentukan persalinan operasi sectio caesar atau persalinan normal. Jika setelah pemeriksaan viral load, pada aliran darah ibunya sudah tak terdeteksi virus HIV, ada kemungkinan bisa persalinan secara normal. Namun, untuk meminimalisir risiko, biasanya dokter tetap akan menyarankan persalinan sectio caesar.

Bayi yang dilahirkan pun akan diberikan obat ARV oleh dokter, untuk mencegah terjadinya penularan. Biasanya, ibu positif HIV tak disarankan untuk memberikan ASI kepada sang bayi, meskipun penularan lewat ASI tergolong kecil kemungkinannya.

Mengingat hal itu, Danisa masih ragu untuk merencanakan program kehamilan. Ia tak mau anaknya kelak akan mengalami hal yang sama dengan Arya.

***

"Makanan apa ini? Enggak enak, enggak ada rasanya!" Ranti menolak makanan yang telah dimasak secara khusus oleh Danisa.

Setelah sadar, Danisa berubah menjadi perawat pribadi Ranti. Ia dengan sabar dan telaten menghadapi segala kerewelan wanita itu.

"Ini garamnya memang Danis kurangi, Tante. Sesuai saran dokter," jawab Danisa sembari tersenyum.

"Enggak mau. Masakan Bi Ijah lebih enak dibanding bikinan kamu." Wanita yang masih terbaring di ranjang itu mencemooh tanpa memikirkan perasaan lawan bicaranya.

"Bi Ijaaah!" teriak Ranti kencang.

"Iya, Nyonya!" Bi Ijah datang dengan tergopoh-gopoh.

"Saya mau makan masakan kamu. Ambilin, cepat!"

"Tapi, Nyonya ...."

"Enggak ada tapi-tapian, cepetan!"

Danisa mengangguk, memberikan tanda kepada wanita tua itu agar menjalankan titah sang majikan wanita yang sedang merajuk. Dalam hatinya membisikkan kata-kata kekuatan, meyakinkan diri sendiri bahwa suatu saat ia akan bisa meluluhkan hati Ranti.

'Bismillah, Danis. Perjuangan akan berbuah manis, Aamiin,' tekad perempuan itu dalam hati.

Bi Ijah kemudian datang sambil membawa nampan dengan tiga piring di atasnya. Berisi nasi, ayam goreng, dan sayur sup.

"Danis suapin, ya, Tante?"

Ranti tak menjawab, mulutnya tetap terkunci. Membiarkan istri Arya mengambil sendok dan mulai menyuapinya dengan telaten.

"Uhuk uhuk uhuk!" Wanita yang biasa tampil modis itu tiba-tiba terbatuk-batuk.

"Kamu mau bunuh saya, ya? Sengaja bikin saya keselek?"

"Maaf, Tante. Saya enggak ada maksud begitu. Minum dulu, ya." Danisa menyodorkan segelas air putih dengan wajah tak enak.

"Sudah, saya mau tidur. Kamu keluar!" Ranti langsung berbalik dan menghadap dinding. Ia menarik selimut hingga menyentuh leher, pertanda tak mau diganggu.

Setiap pergerakan di kamar itu tak luput dari pandangan sosok jangkung yang sejak tadi enggan beranjak. Ia kebetulan melintas setelah pulang dari kantor dan melihat perlakuan mamanya kepada Danisa.

Danisa keluar dari kamar Ranti sambil menunduk. Ia tak menyadari kehadiran Bram di dekat pintu.

"Kenapa kamu mau merawatnya? Padahal mamaku udah jahat sama kamu," tanya Bram sambil bersandar di dinding dan memasukkan kedua tangan ke saku celana.

"Astagfirullah! Maaf, aku engak tahu ada orang di sini." Danisa mengelus dadanya, pertanda kaget.

Perempuan itu berlalu tanpa menjawab pertanyaan dari Bram, membuat lelaki itu mengejarnya hingga ke dapur.

"Tunggu, kamu belum jawab pertanyaanku!" Lelaki yang masih mengenakan pakaian kerja itu menarik lengan Danisa, membuatnya berbalik dan menghadap ke arahnya.

"Keluarganya Mas Arya juga keluargaku. Sudah sewajarnya aku merawatnya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Be HumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang