Seorang Gadis yang Tumbuh dengan Tulangnya Sendiri

2 1 0
                                    

Ditinggalkan oleh cinta pertamanya. Ia memanggilnya dengan sebutan "Ayah". Rasa hancur yang sungguh berbeda. Bahkan kepingan-kepingan hatinya yang berantakan sudah tak mampu ia benahi. Air mata yang berani jadi saksi, lantas tak sanggup menahan egonya sendiri.

Kini ia rapuh. Tak berujung.

Jauh pergi ke Kota Orang, meninggalkan sekian juta yang tersayang. Bukan tanah kelahiran. Bukan juga tanah yang ia kenal sejak lahir.

Dengan manusia-manusia baru. Bukan hanya satu. Bukan juga satu dari yang ia tahu.

Temannya sepi. Keramaian pun, ia jual.

Ia sadar, tak bisa salakan siapa-siapa. Ia tahu, takdir Tuhan tak bisa diganggu. Ia paham, bahwa memang sudah takdirnya ia berdiri sendiri.

Masa depan memaksanya menopang jiwa yang letih itu untuk terus berlari. Menggapai apa yang seharusnya ia gapai.

Sejak itu, ia jadi gadis yang keras kepala, juga egois. Hanya itu yang bisa membelanya dari dunia yang jahat.

Manusia-manusia yang ia kenal sejak lama.. nyatanya, beberapa, pergi menjauh. Entah ia salah apa. Entah ia harus bagaimana.

Menangis lagi, dan lagi.

Duh, meremehkan diri sendiri adalah kebiasaannya. Dia bilang pada dirinya, bahwa ia manusia paling cengeng.

Hanya itu.. hanya itu alasan ia bisa kuat. Melampiaskan rapuhnya dengan tangisan. Memilih sendirian sembari menatap awan hitam.

Sabar, sabar, sabar. Cuma itu jalan satu-satunya yang ia temui.

Ia percaya, suatu saat, akan ada hasil terbaik yang ia dapat dari letih lesunya jiwa yang sebenarnya sudah mati. Mati ditikam rindu kepada sang Ayah. Mati ditusuk pedang yang menghalanginya untuk putus asa.

Dia lelah. Tapi dunia memang begitu. Ia tidak menyalahkan apapun dan siapapun. Ia hanya bimbang, kemana dan sampai kapan ia harus melangkahkan kaki.

Ia manusia kuat. Dan selamanya akan terus begitu.

Word RubbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang