Karina tak bermaksud mempunyai niat jahat pada pembantu barunya itu, hanya saja Karina benar-benar susah menaruh kepercayaan pada orang baru. Ia meragukan segala sesuatu hal kepada orang baru sebelum ia perlahan-lahan berhubungan dengan orang tersebut dan mengetahui bagaimana sifatnya.
Kekecewaan yang teramat besar kepada seseorang sudah membekas di memorinya, orang itu adalah orang yang dianggapnya keluarga, orang yang ia rasa akan selalu melindunginya, orang yang akan memberikan kasih sayang yang teramat padanya. Namun setelah mengetahui fakta bejat itu hanya pahit yang ia dapat.
Bagaimanapun juga Karina tidak hanya tinggal sendiri, jika ada sesuatu yang buruk terjadi di rumah itu otomatis ketiga sahabatnya juga akan terkena dampaknya. Karina sebagai seseorang yang paling tua diantara keempatnya yang usianya sama merasa bertanggungjawab juga atas sahabat-sahabatnya.
Walau hidup keempatnya sudah bisa dibilang tercukupi, tetap saja mereka tidak bisa langsung santai-santai dan enggan berusaha lagi. Karina hanya khawatir hal-hal buruk akan menyusahkan mereka disaat mereka masih berusaha untuk mendaki gunung untuk mencapai puncaknya yang entah kapan akan terwujud.
Karina menundukkan kepalanya menatap jalanan sembari menendang kerikil-kerikil kecil dibawah kakinya. Ia tahu gadis itu kondisinya memprihatinkan, Karina bahkan menaruh simpati kepada Winter, namun tetap saja pikirnya gadis itu orang asing yang tak bisa sembarangan bergabung. Ia bingung dengan apa yang ada di kepala ketiga sahabatnya hingga bisa langsung menyetujui permohonan Winter agar menjadi pembantu mereka.
"Ah anjing lah, laper." keluh Karina. Ia baru sadar, kala emosinya yang tadi memuncak Karina keluar rumah tanpa membawa dompet maupun ponselnya.
Karina mencoba merogoh-rogoh setiap saku yang ada di baju maupun celananya, namun yang ia dapati hanya bungkus rokok dan korek. Ia lihat tersisa empat batang didalamnya, perempuan itu menepi di gang buntu lalu mulai menyalakan dan menghisap rokoknya.
Karina mulai merokok sejak dirinya meninggalkan rumah dan hidup sendiri, Karina bukan gadis yang nakal, namun memang saat itu tekanan yang merasuki batinnya membuat dirinya mencoba silinder dari kertas yang berisi tembakau itu.
"Gue bener-bener nggak terbiasa." monolog perempuan itu.
Karina tampak berpikir sejenak, "Apa harus belajar terbiasa?" tanyanya untuk dirinya sendiri.
"Tapi gue masih sebel ya dia masuk kamar orang sembarangan, gila kali ya." ujarnya dengan nada marah sembari menendang kaleng minuman.
Karina menyesap puntung rokok itu sembari merenungkan kejadian-kejadian yang membuatnya menjadi sering emosi akhir-akhir ini, yaitu dengan kehadiran Winter si pembantunya.
Setelah menghabiskan empat batang rokok, Karina memutuskan untuk pulang karena hari juga sudah malam, ia pun sudah lelah karena sedari tadi berkelahi dengan pikirannya sendiri.
Sesampainya di rumah, terlihat Giselle, Yeji, dan Lia duduk di sofa ruang tamu tanda bahwa mereka bertiga memang menunggu kepulangan Karina. Karina yang mengerti pun memasuki rumah dengan hembusan nafas panjang. Tolonglah, ia ingin beristirahat.
Karina menyelonong saja menuju kamarnya tanpa menengok sedikitpun ke arah ruang tamu,
"Rin, kita mau ngobrol." ucap Lia. Karina menghentikan langkahnya dan menatap ketiga sahabatnya itu.
"Bisa nggak besok aja? Gue bener-bener capek." jawab Karina.
"Nggak Rin, harus sekarang. Kita ngobrol doang sebentar, nggak bakal kekuras banyak lagi kok tenaga lo."
Karina mendudukkan diri di bangku yang jauh dari ketiga sahabatnya itu, mau tak mau Karina menyanggupi permintaan mereka.
"Gue nggak tahan ngelihat kita slek gini Rin, oke kita minta maaf kalau terlalu cepat ngambil keputusan, tapi bisa nggak sih lo nggak numpahin emosi lo ke Winter? Lo boleh ceplas-ceplos ke kita tapi nggak usah sampai kayak musuhan begini Rin. Lo keterlaluan udah mengurangi intensitas kebersamaan bareng gue, Lia, Yeji." tutur Giselle dengan suara yang sebisa mungkin tak terlalu dikeraskan, karena takut mengganggu Winter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maid | WinRina
FanfictionKetika 4 mahasiswi cantik tak sengaja bertemu dengan seorang gadis yang tampak tak terurus sedang memohon kepada mereka untuk dijadikan pembantu. "Saya mohon, kak." - wt "Dia tetap orang asing." - kr Satu-satunya perempuan dari keempat mahasiswi it...