✿ 21. Luka

3.1K 330 54
                                    

Tampak Karina yang berada di tepi jalan, perempuan itu sedang duduk sembari memainkan ponselnya diatas sepeda motor.

Giselle dan Ningning menyamakan jarak mobilnya dengan Karina, Giselle menurunkan kaca mobil, "Daritadi disini Rin? Kenapa nggak nyari warung atau kafe aja biar duduknya tenang?" tanya Giselle.

Karina menggeleng, "Nggak ah, gue sengaja, siapa tahu kalau tadi Bunda gue belum ketemu kan gue langsung mantau ke jalan gini biar kelihatan." jelas Karina.

"Ya udah, yuk berangkat sekarang ke rumah sakit Bunda lo." Karina pun mengangguk.

Karina mengendarai kendaraannya duluan didepan, lalu diikuti mobil Giselle dibelakangnya.

Dalam perjalanan Giselle tetap selalu memperhatikan Ningning, suasana Ningning sudah berbeda dari yang tadi sebelum mereka tiba di warung. Gadis itu tak terlalu menunjukkan ekspresi panik maupun sedihnya sekarang, "Ning, kamu udah nggak overthinking ya?" tanya Giselle pemasaran.

Ningning menoleh dan menatap Giselle yang masih fokus pada jalanan, gadis itu mengangguk, "Iya Kak, aku lebih tenang sekarang,"

"Wah syukurlah, pasti gara-gara minuman yang aku kasih tadi nih." ujar Giselle.

Ningning mengerutkan keningnya, "Hah? Emang kenapa? Ada jampi-jampinya ya?"

Giselle terkekeh, "Karena aku ngasihnya kan sepenuh hati." jawab Giselle dengan candaan krispinya.

Ningning memberi pukulan kecil yang bisa dibilang tak terasa seperti pukulan melainkan usapan. Gadis yang lebih muda tertawa, menampilkan lengkungan yang begitu manis, Giselle yang melirik gadis itu turut tersenyum,

"Nggak gitu Kak, tadi Bapak penjual sempat ngelanjutin ceritanya waktu Kakak angkat telepon Kak Karina." jelas Ningning.

"Ceritain juga dong ke aku Ning." pinta Giselle.

Pertanyaan Giselle sebelumnya membuat si Bapak tampak berpikir sejenak, "Katanya sih, cewek itu lagi ambil bola kasti yang kelempar ke jalanan itu. Kayaknya habis main bareng anak-anak lain." jawabnya.

Ningning mengangguk.

Giselle membulatkan mulutnya ketika mendengar cerita Ningning, "Ada kemungkinan bukan Winter sih, aku yakin."

"Winter nggak bawa bola kasti kan Kak?" tanya Ningning.

Giselle tampak berpikir, "Aku rasa sih nggak ada ya, lagian dia pas nemuin aku tuh nggak bawa tas, dia cuma bawa badan doang." kata Giselle.

Ningning semakin bisa berpikir positif sekarang, gadis itu berterimakasih telah bertemu oleh pemilik warung, kalau tidak dirinya akan pingsan karena pusing dihinggapi oleh pikiran negatif mengenai sahabatnya itu.

Namun tak berapa lama Ningning murung kembali, "Kalau misalnya itu emang Winter yang lagi main sama anak-anak setempat gimana? Aku tahu banget Winter itu ramah, dia gampang bergaul sama anak-anak gitu." kata Ningning.

"Hei say— umm.. Ningning, berhenti berpikir buruk ya? Aku yakin itu bukan Winter, lagian baju kuning garis-garis itu kan bisa siapa aja yang punya, itu bajunya kelihatan agak warna putih gitu kok beda sama yang Winter pakai itu kuning ke oranye-an." jelas Giselle. Giselle terpaksa menambah-nambahi pernyataannya mengenai pakaian Winter karena ia tak ingin Ningning terlalu stress, sebetulnya ia juga berpikir pakaian itu sama persis dengan yang Winter pakai.

Akhirnya mereka tiba di rumah sakit jiwa tempat Ibu Karina dirawat.

Karina berlari menuju sang Bunda, perawat bilang Bundanya sedang berada ditaman dan tadi sudah istirahat sebentar di kamar. Giselle dan Ningning pun mengikuti langkah Karina.

Maid | WinRinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang