Csc 60°

127 13 0
                                    

19.


1 tahun kemudian....

Sebuah brankar di dorong dengan cepat, dari ruangan rawat menuju ruangan operasi. Gio mengikuti brankar tersebut dari samping dan di belakang ada Rendi, Naya, dan Denan. Ya, Chika harus segera di operasi karena kondisi nya yang langsung menurun drastis saat kemoterapi.

"Keluarga pasien mohon menunggu di luar ya, kami semua akan berusaha semaksimal mungkin." ujar seorang suster kemudian masuk ke dalam ruangan operasi.

Gio berusaha menahan tangis nya, ini yang dia takut kan dari dulu. Gio hanya bisa berharap, Chika baik-baik saja dan operasi nya berjalan dengan lancar.

"Gue tau lo kuat chik! Bertahan lah demi gue, Rendi, ayah, dan bunda lo!" ucap Gio sambil melihat dari kaca pintu ruangan operasi.

Naya dan Denan tidak mampu berkata apapun, mereka hanya bisa berharap para dokter bisa menyelamatkan anak mereka. Rendi pun sedang dalam kondisi khawatir, dia belum siap kehilangan kakak satu-satu nya yang dia punya. Dia belum siap kehilangan wanita kedua yang paling tangguh setelah bunda.

Banyak yang berharap Chika dapat bertahan, meski kata dokter kecil kemungkinan karena di luar dugaan mereka kanker yang Chika alami ternyata semakin ganas dan terlalu cepat menyebar.

Dua jam berlalu, pintu ruangan operasi terbuka. Menampilkan salah satu dokter yang menangani Chika di dalam.

"Gimana dok keadaan anak saya?" tanya Naya.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Chika kuat dan dia dapat bertahan, tapi maaf untuk sadar dari operasi kami belum bisa prediksikan. Jadi, Chika kami nyatakan koma!" ucap dokter yang sukses membuat Naya jatuh ke lantai.

"Kami hanya berharap Chika cukup kuat untuk kembali sadar. Tapi jika keadaan Chika semakin hari semakin melemah, maka kami dengan terpaksa menyerah dan akan melepas semua alat bantu di tubuh Chika," sambung dokter.

"Saya permisi, keluarga boleh masuk jika ingij melihat kondisi Chika."

Setelah dokter pergi Naya, Denan, Rendi dan Gio masuk ke dalam ruangan. Banyak sekali alat yang menempel di tubuh Chika.

Naya mendekati brankar tempat anak nya terbaring itu. "Chika, ayo bangun nak! Bunda disini sayang," ucap Naya sambil mencoba menahan tangis nya.

Gio sakit hati melihat kondisi Chika, rambut nya yang sudah habis rontok akibat kemoterapi dan badan nya yang semakin kurus. Sekarang di sekujur tubuh Chika penuh dengan alat. Gio tau Chika saat ini sedang menangis dalam tidur nya, begitu berat beban yang harus dia lewati di masa muda nya.

"Bun, udah ya. Chika bakalan sedih, kalau bunda nangis terus!" ujar Denan menenangkan istrinya.

"Ayah ajak bunda keluar aja dulu, biar tenang. Kak Chika nanti aku sama Gio yang jagain," saran Rendi.

Denan membawa Naya keluar, agar lebih tenang. Berat memang menghadapi kenyataan pahit seperti ini.

Gio memegang bahu Rendi kuat. "Kalau mau nangis, nangis aja ren. Kakak lo nggak bakak lihat kok," ucap Gio yang seakan tau bahwa Rendi ingin menangis sedari tadi.

"Gue kayak nggak becus jadi seorang adik yo, lihat kondisi kakak gue sekarang. Dia yang selalu ceria dan suka marah-marah ke gue, malah terbaring lemah tanpa suara sekarang."

Rendi tidak bisa menahan air mata nya lagi, hati nya cukup hancur melihat kondisi Chika.

Gio menatap mata Chika yang tertutup rapat, andai Cellin ada disini untuk melihat kondisi sahabat nya. Dia pasti akan menangis paling histeris, sayang nya Chika merahasiakan semua ini setelah kejadian setahun lalu, padahal sebelumnya Chika akan memberitahukan tapi lewat Gio.

Flashback on.

Chika mengirimkan pesan kepada Chiko, untuk menemui nya di rooftop sendirian tanpa Cellin. Sudah berbulan-bulan Chika memendam semua ini, jadi sebelum semua nya terlambat lebih baik Chika ungkapkan saja karena jujur Chika masih pesimis bahwa dia akan mempunyai umur panjang.

"Ada apa?" tanya Chiko saat sampai dan melihat Chika berdiri di pinggir bangunan.

"Gue mau jujur sama lo ko. Gue nggak tau sampai di mana Tuhan kasih umur sama gue, jadi sebelum semua nya terlambat gue mau jujur sama lo. Gue sebenarnya suka sama lo, dan itu terjadi berbulan-bulan yang lalu saat kita masih satu tim olimpiade matematika. Gue nyuruh Cellin dekatin lo waktu itu supaya lo nggak fokus bimbel dan akhirnya kalah, tapi kelamaan merhatiin lo dari jauh akhirnya gue sadar kalau lo punya pesona tersendiri buat gue. Dan ya awal nya gue membantah perasaan gue sendiri tapi pada akhirnya gue mengakui nya sendiri. Kalau gue suka sama lo, gue simpan sendiri selama ini karena gue nggak mau rusak kebahagiaan Cellin," jelas Chika.

"Kalau lo udah tau itu bakal ngerusak kebahagiaan Cellin, kenapa lo ungkapin sekarang?" tanya Chiko.

"Karena gue bakal pergi untuk selamanya, entah dalam waktu dekat atau pun masih lama lagi. Jadi gue cuman ingin tau jawaban lo."

"Lo pengin tau jawaban gue?" tanya Chiko yang di balas anggukan dari Chika.

"Perasaan gue ke lo itu ibarat nilai dari Cos 90°. 0 atau bisa di ibaratkan menjadi kosong!" ujar Chiko.

Chika tersenyum mendengar jawaban dari Chiko. "Makasih, setidaknya gue bisa pergi dengan lega karena udah tau jawaban lo."

Chika menepuk pundak Chiko pelan. "Jaga Cellin untuk gue," ucap Chika kemudian berjalan pergi keluar rooftop.

Flashback off.



Chika terlalu kuat menghadapi semua yang sudah terjadi. Bahkan di saat cinta nya bertepuk sebelah tangan, dia masih bisa tersenyum. Ini lah mengapa dulu Gio mau berteman dengan nya, karena Gio tau Chika adalah pribadi yang kuat.

Gio menatap Rendi yang masih menangis sambil menggenggam tangan Chika.

"Udah ren, kakak lo bakal ikutan sedih kalau lo nangis. Kita berdoa aja semoga Chika cepat sadar dan sembuh," kata Gio menenangkan.

"Gue bisa aja tiap hari terima omelan nya kak Chika, tiap hari dengar dia teriak-teriak marah karena gue masuk kamar nya tanpa di ketuk dulu. Tapi gue nggak bisa terima kalau dia cuman diam kayak gini, diam nggak bicara sama sekali. Nggak ada omelan dan teriakan, gue nggak bisa!" kesal Rendi sambil terus menangis.

Gio juga belum bisa terima ini semua. Chika yang sering memarahi dari bangku depan, Chika yang sangat mudah emosi jika menghadapi Gio berbicara. Semuanya mendadak berubah karena sekarang yang mereka lihat hanyalah Chika yang terbaring lemah dengan bibir dan muka pucat, rambut yang sudah habis rontok, tubuh yang sudah semakin kurus. Gio hanya berharap ada keajaiban dari Tuhan, agar Chika bisa sembuh total dari penyakit nya.















Tbc.

TRIGONOMETRI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang