Csc 30°

112 14 0
                                    

17.






Chika turun dari mobil Rendi, segera berjalan menuju kelas nya di bantu Rendi. Sebenarnya Chika tidak mau, karena jujur dia masih bisa berjalan tidak lumpuh. Tapi Rendi memaksa dengan embel-embel Chika nanti tiba-tina pingsan di jalan.

"Udah ren, sampai sini aja!" ucap Chika saat mereka berdua sudah sampai di depan pintu kelas.

"Gue antar sampai dalam! Buruan!" bentak Rendi.

Chika hanya pasrah tangan nya di tarik masuk ke dalam, di kelas sudah lumayan rame bahkan Chiko dan Cellin pun sudah datang.

"Bangku gue di paling belakang," ujar Chika.

"Lah, kok paling belakang?" tanya Rendi.

"Nggak usah banyak tanya!" jawab Chika.

Mau tak mau Rendi menurut saja, dia sebenarnya bingung kenapa Chika tidak duduk bersama Cellin.

"Ya udah gue ke kelas dulu. Sarapan dari bunda di makan, terus obat nya di minum!" ucap Rendi memperingati.

"Iya ren, gue bukan anak kecil. Udah sana, ke kelas lo!" usir Chika.

"Oke, bye!" pamit Rendi sambil melambaikan tangan nya.

Chika menghela nafas nya lelah, dari tadi telinga nya sudah terisi penuh dengan ocehan yang sama dari bunda nya dan juga Rendi.

"Hai, chik!"

Chika mengangkat kepala nya, melihat Cellin sedang berdiri di depan nya dengan senyuman nya.

"Ada apa?" tanya Chika datar.

"Gue mau minta maaf sama lo. Gue tau akhir-akhir ini gue salah sama lo, lo mau kan maafin gue?" tanya Cellin sambil mengulurkan tangan nya.

Chika menatap tak minat uluran tangan itu. "Udah gue maafin!" jawab Chika tapi sama sekali tidak tertarik untuk membalas uluran tangan Cellin. Chika memilih membuka buku catatan nya dan mengabaikan Cellin.

"Oke deh, maaf kalau gue ganggu." kata Cellin lalu berjalan kembali lagi ke bangku nya.

Chika bukan tipe orang yang mudah memaafkan tapi bukan juga pendendam. Dia bisa saja lupa dengan semua kejadian itu asal kan orang yang melakukan nya tidak pernah datang lagi ke hadapan Chika.





📚📚📚






Chika duduk termenung di taman sekolah, menatap dengan tenang beberapa siswa yang sedang bermain basket di lapangan. Sampai konsentrasi nya terganggu karena ada yang ikut duduk di samping nya.

"Ngapain lo kesini?" tanya Chika.

"Gue mau kasih lo ini," jawab Chiko sambil memberikan sebuah kotak makanan yang berisikan roti coklat.

"Tujuan lo kasih itu ke gue buat apa?" tanya Chika.

"Gue mau minta maaf mewakili Cellin. Gue tau dia udah keterlaluan banget sama lo," jawab Chiko.

Chika menatap Chiko malas. "Kalian berdua tuh romantis banget ya. Nggak salah dulu gue suruh Cellin buat dekatin lo, ternyata kalian sama. Mending lo simpan atau lo makan sendiri tuh roti, gue masih mampu kalau cuman beli roti."

Chika berdiri kemudian berjalan menuju kelas, meninggalkan Chiko sendirian.

Tapi Chika malah berbelok arah menuju kamar mandi perempuan. Menutup pintu kamar mandi rapat, agar tidak ada yang mendengar nya.

"Sampai kapan sih chik, lo sembunyikan semua perasaan lo."

Chika menatap diri nya di pantulan cermin. "Gue salah banget, udah terjebak ke dalam permainan gue sendiri. Sekarang gue yang harus pendam semua nya sendirian. Gue nggak mau ngerusak kebahagiaan sahabat gue sendiri!!"

"Biar aja gue simpan semua perasaan ini, dari pada gue ungkapin tapi nanti malah ngerusak semua nya."

Chika keluar dari kamar mandi, lalu berjalan keluar menuju kelas nya. Dia harus pintar dalam menyembunyikan perasaan nya.

Begitu masuk kelas, Chika langsung duduk di bangku nya. Tidak ada Chiko dan Cellin di kelas, mungkin saja mereka masih di kantin. Chika membuka buku catatan nya, dia harus menyalin catatan dari buku Gio agar tidak ketinggalan banyak pelajaran. Ujian semester sebentar lagi akan di laksanakan jadi Chika harus banyak belajar.

"Nih, roti coklat mang Asep sama susu kotak rasa vanila!" ucap Gio sambil meletakkan semua makanan pesanan Chika.

"Wih, makasih ya babu!" jawab Chika.

"Buku gue udah belum?" tanya Gio.

"Belum, sabar elah!!" kesal Chika.

"Eh chik, itu Chiko udah pindah duduk sama Cellin. Lo duduk bareng sama gue aja lah, biar nggak di belakang banget!" ajak Gio.

"Nggak mau ah duduk bareng lo. Nanti ujian semester, lo malah nyontek lagi ke gue."

"Lo negatif thinking mulu ya sama gue. Nggak bakal gue nyontek, ayo lah duduk bareng gue!" paksa Gio.

"Gue ambil nih buku gue!" ancam Gio karena Chika tidak merespon nya.

"Iya-iya deh, bawain tas gue ke depan. Selesain nyalin ini, gue pindah." jawab Chika.

Gio langsung membawakan tas Chika dengan senang hati. Akhirnya Gio tidak akan duduk sendiri lagi.

Begitu selesai menyalin semua catatan, Chika langsung berdiri dan pindah ke tempat duduk Chiko di samping Gio. Chika sebenarnya malas, karena ini terlalu dekat dengan Cellin.

Bel pelajaran kedua berbunyi, Chika bisa melihat dari pintu Chiko dan Cellin datang bersamaan dengan Cellin yang selalu menggandeng tangan Chiko.

"Eh Chika! Duduk di situ sekarang?" sapa Cellin saat menyadari Chika duduk di belakang nya di bangku Chiko.

"Gue duduk di sini karena Gio bukan karena lo. Jadi nggak usah sokab," jawab Chika.

Cellin langsung terdiam mendengar jawaban Chika dan memilih duduk saja.

"Selamat siang semua," sapa bu Ria saat tiba di kelas.

"Siang bu," jawab semua murid.

"Ibu akan mmebagikan hasil ulangan harian kalian ya. Kita mulai dari nilai tertinggi, di urutan pertama ada Chika dengan nilai sempurna yaitu seratus. Silahkan ambil ulangan kamu Chika," ucap bu Ria.

Begitu Chika hendak berdiri, tangan nya di tahan oleh Gio.

"Biar gue aja yang ambilin!" Gio berdiri mengambilkan kertas ulangan Chika. Bu Ria yang paham dengan kondisi Chika membiarkan saja Gio yang mengambil nya.

Cellin yang melihat kejadian itu cukup merasa ada yang ganjal dengan kondisi Chika, kenapa Gio yang mengambilkan kertas ulangan Chika? padahal Chika kelihatan sehat. Apa mungkin Chika sakit? Tapi sakit apa? Setahu Cellin Chika tidak mempunyai sakit apapun dan juga Chika kelihatan sehat.

Setelah selesai membagikan hasil ulangan harian, bu Ria langsung memulai pelajaran. Chika bisa sedari tadi melihat bahwa Cellin terus memperhatikan nya, dia tau bahwa Cellin bingung kenapa sampai Gio yang mengambilkan kertas ulangan nya padahal Chika kelihatan sehat. Biarkan saja Cellin tidak tahu tentang penyakit Chika. Cukup Gio dan keluarga Chika yang Chika bebankan dengan penyakit ini, teman-teman nya yang lain jangan sampai tahu. Chika juga meminta agar ayah nya memberi tahu pihak sekolah bahwa hanya guru-guru yang tahu akan kondisi nya ini, jangan sampai ada siswa yang tahu. Chika tidak mau dikasihani setelah orang-orang tau akan kondisi nya.















Tbc.

TRIGONOMETRI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang