Sin 30°

164 19 1
                                    

02.








"Chika!"

"Cellin? Lo ngapain di toko buku?"

"Gue lagi cari tambahan buat koleksi novel, lo sendiri ngapain?"

"Gue mau ca-"

"Stsss, stop! Lo mau cari buku buat belajar persiapan olimpiade kan?" tebak Cellin.

"Itu lo tau," jawab Chika.

"Hidup lo di buat untuk belajar terus ya?" tanya Cellin.

"Ya nggak lah, cuman kan saingan gue kali ini nambah jadi gue harus belajar lebih giat!"

"Saingan lo nambah? Hah! Jangan bilang kalau murid baru itu saingan lo?!"

"Harus nya lo tau sendiri."

"Idaman banget nggak sih? Udah ganteng, sopan, rapi, pintar lagi!" puji Cellin.

Chika hanya menggelengkan kepala nya pasrah, kemudian berjalan ke kasir untuk membayar semua buku yang dia beli.

"Eh Chik! Jangan tinggalin gue dong," teriak Cellin sambil mengejar Chika dari belakang.





📚📚📚





Chika merebahkan diri di atas kasur kamar nya, menghela nafas lelah.

"Sumpah ya! Murid baru itu meresahkan banget sih," keluh Chika.

"Dari sekian banyak sekolah di jakarta, kenapa dia harus pilih SMA Allstars?! Maksud gue tuh kayak nggak ada sekolah lain apa? Kan banyak sekolah populer lain nya?!!"



"Kak, kok teriak-teriak sih?"

Chika menegakkan badan nya cepat, pasti itu bunda nya. Berarti dari tadi dia marah-marah, itu kedengaran sampai luar?

"Hah? Nggak apa-apa kok bun, ini lagi ngerjain soal sulit makannya agak teriak-teriak," alibi Chika.

"Ohh, kalau udah selesai langsung ke bawah ya. Kita makan malam!" perintah Naya, bunda Chika.

"Oke, siapa bunda!" balas Chika.

Chika menghela nafas nya. "Mending gue ke bawah deh makan, lapar juga karena mikirin tuh anak baru!"

Chika berjalan keluar kamar nya, menuruni tangga menuju dapur.

"Wah rame nih," sapa Chika.

"Lo ngapain turun?" tanya Rendi.

"Harus banget lo nanya kek gitu," jawab Chika sambil ikut duduk di samping Rendi.

"Ayah!" panggil Chika.

"Kenapa?" tanya Denan sambil meminum segelas kopi nya.

"Di kelas Chika ada murid baru, dia ternyata pintar banget. Terus, Chik-"

"Lo merasa tersaingi kan?" tanya Rendi tepat sasaran.

"Lo bisa nggak, nggak usah nyela pembicaraan orang!" geram Chika.

"Kalau kamu merasa tersaingi ya harus nya kamu belajar lebih giat lagi," jawab Denan.

"Hidup bukan hidup nama nya kalau nggak punya saingan Chika," ucap Naya ketika datang membawa lauk makan malam mereka.

"Santai aja kak, nggak bakal ada yang mau saingan sama manusia harimau kayak lo!" sindir Rendi.

"Ren! Bisa diam nggak sih? Gue pecat lo lama-lama dari jabatan adik gue!" ancam Chika.

Chika menghela nafas untuk kesekian kali nya. Ayah nya benar, seharusnya dia lebih berusaha jika tetap ingin prestasi nya bertahan.

"Ya udah, makan dulu yuk!" ajak Naya.

Mereka semua makan malam dengan tenang, tidak terkecuali Rendi yang selalu mengusik Chika. Jika Chika bisa memilih, dia lebih baik jadi anak tunggal dari pada harus punya adik seperti Rendi.





📚📚📚





Chika menatap buku olimpiade nya di atas meja, kini dia sibuk berperang dengan isi kepala nya. Ini baru sehari sejak murid baru itu pindah, tapi Chika merasa posisi nya sudah mulai terancam.

"Gue harus fokus!" ucap Chika pada diri nya sendiri.

Chika mulai membuka buku olimpiade nya, mulai mengerjakan beberapa soal latihan. Olimpiade matematika adalah salah satu lomba yang tidak bisa dia lewatkan, atau bisa di bilang Chika sangat berminat pada olimpiade Matematika.

"Seperti nya gue harus belajar banyak lagi deh, kapasitas otak gue mulai menurun ih!" kesal Chika karena dia tidak bisa memecahkan soal yang dja kerjakan sekarang.

Suara ketukan pintu kamar membuat Chika sadar dari kesibukan nya.

"Siapa?" tanya Chika.

Pintu terbuka, menampilkan siapa pelaku yang sudah berani mengganggu waktu belajar Chika.

"Ngapain lo masuk kamar gue?!" tanya Chika tak santai.

"Hehe, gue mau minta lo ngajarin PR matematika gue," ucap Rendi dengan tampang polos nya.

"Ngajarin atau di kerjain?" tanya Chika.

"Ngajarin kok! Gue bakal dengar penjelasan lo, yah?" pinta Rendi memelas.

"Ya udah deh, buruan!" Chika akhirnya mengalah saja.

"Nih," Rendi menyodorkan buku tulis nya yang berisi PR matematika nya.

"Soal segampang ini nggak bisa lo kerjain? IQ lo di bawah 200 pasti," kesal Chika.

"Lo jangan ngehina gitu dong! Buruan deh jelasin," jawab Rendi.

"Sini, ini tuh tinggak lo cari aja hasil dari Y. Dia kan udah ngasih tau nilai dari X itu 3, nah masukin deh tuh," ucap Chika sambil menulis di buku tulis Rendi.

"Paham nggak?" tanya Chika.

"Ahh paham paham, guru gue ternyata ribet banget ngejelasin nya. Pake teori nggak jelas," keluh Rendi.

"Itu mah emang otak lo yang bego," sindir Chika.

"Liat aja kalau gue dah pintar, gue nggak bakal minta bantuan lo lagi!" ancam Rendi.

"Dih, lah bagus dong berarti gue nggak perlu repot-repot ngajarin lo lagi," jawab Chika.

"Buruan elah, ini masih ada dua nomer lagi!"

"Iya-iya."

Chika menjelaskan semua cara dari PR Rendi, dia hanya berharap adik nya ini bisa mengerti. Memang sejak kecil Rendi benci sekali dengan matematika, dia lebih tertarik dengan dunia sejarah, sosiologi dan semacamnya. Tidak herab jika dia masuk jurusan IPS, di SMA yang sama dengan Chika. Mereka hanya terpaut jarak satu tahun, jadi bukan hal aneh jika mereka berdua lebih mirip teman dari pada seorang kakak adik.

"Akhirnya selesai juga," ucap Rendi lega.

"Bilang apa?" tanya Chika.

"Makasih harimau," balas Rendi sambil tersenyum lalu buru-buru lari keluar dari kamar Chika sebelum Chika mengamuk.

"Woii, berani banget lo manggik gue harimau setelah gue bantuin lo. Adik kurang ajar!!!" teriak Chika tapi tidak di pedulikan oleh Rendi.

"Sabar Chik! Lo tinggal tunggu yang tepat untuk buang adik lo yang nggak guna itu ke rawa-rawa," ucap Chika berusaha sabar.

Chika kembali ke atas meja belajar nya, dia sudah kehilangan niat belajar jadi memutuskan untuk tidur saja.












Tbc.

TRIGONOMETRI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang