Bab 1 - Keinginan Bertemu

998 378 434
                                    

Putar musik di atas dulu, yuk!


🐣🐣🐣

Semburat jingga menyuguhkan keelokan senja berbalut dengan sedikit awan kali ini. Aktivitas pekerjaan sebagian besar orang-orang sudah selesai, termasuk Zoya Michelle. Kesibukannya hari ini telah usai. Menjadi seorang model sejak belia hingga kini di usianya yang menginjak cukup dewasa yaitu 25 tahun bisa dikatakan Zoya menjadi model yang sudah berpengalaman dan mumpuni. Apalagi baru-baru ini namanya di kenal hampir seluruh dunia, tentu saja karirnya bisa dikatakan sangat luar biasa.

Beberapa asisten tata rias maupun busananya membantu Zoya membersihkan make up dan mencopot seluruh aksesori di wajah, rambut maupun gaunnya. Selesai mengganti pakaian dan merias wajah dengan riasan ringan, Zoya berjalan menuju lobi gedung di mana ia bekerja sebagai model. Namun sebentar lagi ia akan menjadi seorang aktris pendatang baru pasalnya ia ditawari memerankan langsung menjadi tokoh utama di serial drama tahun ini oleh perusahaan perfilman bergengsi.

"Eca, hari ini 'kan pemotretan udah kelar. Besok aku mau ke Paris ya, biasa ketemu sama Deon." Zoya berucap melalui ponselnya kepada manajernya.
"Eh, mau ngapaian coba ke sana? Jauh woy!" emosi Eca. Zoya sudah ia anggap seperti adiknya dan lagi-lagi Zoya masih terus mengejar Deon apalagi kini begitu jauh di negeri orang.

"Oh, iya. Jangan lupa kamu juga punya proyek baru. Kamu harus inget ya, ini proyek lebih besar dari yang sebelum-sebelumnya di karirmu." Eca melanjutkan ucapannya untuk mengingatkan Zoya tentang persetujuan menjadi pemeran di film itu.

"Ya elah, aku ke sana 'kan sekalian nyari referensi. Siapa tahu, aku bisa ngerti jadi jurnalis dan sifat si tokoh utamanya yang dingin dan misterius itu. Toh kalo aku ketemu Deon di sana pasti aku enggak sendirian. Ya 'kan?" Zoya berusaha meyakinkan Eca agar diizinkan pergi ke Paris.

"Oke, tapi maksimal di sana cuma sebulan termasuk perjalanan pulang-pergi. Enggak ada tambahan!" perintah Eca tegas. Ia tak mau ada penolakan.

"Iya, santai aja enggak usah galak-galak amat," gerutu Zoya.

"Eh, tapi kalo nih ya, kalo ada keadaan yang mendesak jadi nambah hari gitu, bisa 'kan?" tawar Zoya agar keinginannya di Paris bisa lebih lama.

"Enggak ada tambah-tambahan, titik!" ucap Eca di seberang telepon lalu mematikan panggilan sepihak.

Zoya terkejut. Panggilannya diakhiri Eca tanpa berpamitan. Ia memang sudah hafal dengan sifat manajernya sekaligus sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Mungkin kesuksesannya tidak akan sampai di sini jika tanpa bantuan dari Eca.

"Huh, kebiasaan banget. Selalu matiin panggilan duluan, hih!" kesal Zoya. Ia meremas ponselnya gemas. Lalu gadis yang sudah berpakaian kasual warna biru itu melangkahkan kakinya keluar dari gedung tempat bekerjanya.

My Journalist [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang