Bab 5 - Kesepakatan Berdua

661 325 224
                                    

PENCET BINTANGNYA DULU YUK!

PENCET BINTANGNYA DULU YUK!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🦄🦄🦄

"Nah ... gini kelihatan enak buat ditempatin. Dasar! Udah galak, jorok lagi!" cela Zoya sembarangan setelah ia rampung membersihkan apartemen Galih.

Gadis yang memiliki rambut panjangnya sebahu itu terduduk diam di sofa untuk menunggu sang empunya apartemen. Perutnya tiba-tiba berbunyi, sepertinya cacing-cacing di perutnya ingin lekas memakan sesuatu. Selain ia lapar, ia juga kebingungan karena tidak melakukan apa-apa.

Zoya berjalan menuju dapur, cukup rapi dan terlihat alat-alat masak yang cukup lengkap."Masak kali ya? Moga aja ada stok buat masak," ujarnya.

"Hah? Masa cuma ada telur sama wortel? Ih, pasti dia jarang masak! Udah jarang beberes, juga jarang masak. Emang dia kalo makan cuma pake nasi doang? Dasar!" cecar Zoya setelah membuka kulkas dan melihat di meja makan hanya ada nasi.

Zoya mulai mengocok tiga butir telur bersamaan dengan irisan bawang dan garam sejumput. Setelahnya, ia memasukkan irisan wortel memanjang ke dalam wadah berisi telur tadi. Ia begitu lincah beraksi di dapur. Segera ia menyalakan kompor dan meletakkan teflon di atasnya.

Cesss!

Terdengar suara telur dadar yang mendarat di teflon dengan sempurna. Aroma harum yang keluar membuat perut sudah tidak sabar untuk cepat diisi. Beberapa menit kemudian akhirnya telur dadar minimalis buatan Zoya sudah matang.

"Ya, walaupun cuma telur dadar, tapi lumayanlah buat berdua," puji Zoya pada dirinya sendiri.

•••

Jalanan malam ini cukup ramai. Membuat Galih kewalahan menaiki bus umum. Walaupun jendela dibuka, tetap saja terasa gerah dan engap karena penumpangnya yang membludak. Setibanya di depan apartemen, Galih lekas memasuki lobi dan memasuki lift.

"Huah ...," hela Galih sambil bersandar di dinding lift.

Kruk! Kruk!

"Hem, laper ... Apa pesan makan aja? Ah, enggak! Mau tengah malem juga. Lagian nanti kalo udah tidur enggak laper lagi," keluh Galih namun segera ia tampik.

Wajahnya tersirat lelah yang menggerogoti semangatnya. Galih berjalan pelan menuju nomor apartemennya. Sesekali ia usap perutnya melas karena memang ia sungguh lapar.

Tap!

Tap!

Tap!

Galih sudah berdiri di depan pintunya. Ia tekan nomor password-nya hingga beberapa saat akhirnya pintu terbuka. Namun ia tercengang karena lampu apartemennya menyala.

Bukannya tadi aku matiin, ya?

Galih membatin saat melihat lampunya menyala. Sorot matanya kini berpusat pada sepasang high heels dan koper besar yang tergeletak di bawahnya. Semakin ia penasaran sebenarnya ada apa dengan apartemennya. Galih berjalan masuk menuju ruangan dalam.

My Journalist [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang