Bab 4 - Who Are You?

714 346 288
                                    

   PENCET BINTANG DULU YUK!


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🐧🐧🐧

Embusan napas gadis berkulit putih bersih itu terdengar lebih tenang dibanding sebelumnya karena menangis. Jembatan pejalan kaki sepertinya mendukung keberadaan dua insan itu meski tak saling mengenal. Sama sekali belum ada orang yang berlalu lalang memakai sarana itu apalagi meracau mereka berdua.

"Huh!" Zoya mengembuskan napasnya lega. Ia sandarkan badannya pada pagar jembatan.

Galih mengamati jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan waktu di mana seharusnya ia sudah berada di kantor. Pria itu mengusap rambutnya kasar. Ada kekecewaan di raut wajahnya, tapi bagaimana lagi? Kepeduliannya dengan orang lain mengalahkan egonya.

Zoya menatap Galih dengan saksama dari ujung rambut hingga kaki. Pria itu duduk bersila di dekat Zoya sambil melihat terus jam tangannya. Dipikiran Zoya hanyalah pria itu pasti bukan orang Paris tulen. Matanya yang sipit, bibirnya tipis merona, wajah yang begitu oriental, begitu jelas di pemikiran Zoya bahwa mungkin pria itu orang Asia, sama dengannya. Tas ransel yang diletakkan di samping Zoya sebagai pemisah dengannya, terlihat besar dipenuhi berkas-berkas kantornya.

"Hm, mampus! Sampek kantor diomelin pasti!" racau Galih dengan nada rendah.

Zoya tersentak kaget karena mendengar racauan pria di sampingnya. Ia membulatkan matanya lebar sampai-sampai ia dekatkan wajahnya tepat di depan pria di sampingnya. Zoya semakin mendekatkan wajahnya dengan jarak yang begitu dekat, hanya 3 sentimeter.

Wajah Zoya memerah seperti mawar yang ranum, bukan karena tersipu malu justru karena kesal. Ia pukul keras-keras bahu, lengan, kaki, dan ditambah menjambak rambut pria itu. Amarahnya kembali lagi.

"Wait! Wait! Aw! Eh! What's wrong with you?" Galih terus menghindari pukulan keras dari Zoya.

Zoya semakin mengeraskan pukulan ketika Galih masih menggunakan bahasa internasional. Tangisannya kembali menggemparkan seisi ruang udara di sekitarnya. Tentu saja Galih semakin bingung sebenarnya apa yang terjadi dengan gadis itu.

"Jangan-jangan dia orang gila?" batin Galih.

Ia terus mengamati Zoya yang tanpa henti memukulnya. Tidak terlihat indikasi yang menunjukkan gadis itu gila. Wajah putih dan pipi merah meski tertutup masker. Pakaian yang dikenakan juga begitu rapi dan terlihat mahal.

"Hiks! Hiks! Huwa!!!!! Kenapa enggak bilang dari tadi kalo kamu juga orang Indonesia?" teriak Zoya tanpa memerdulikan orang-orang yang mendengarnya toh hanya beberapa orang yang bisa tahu apa yang ia ucapkan.

Zoya terus memukul Galih dan kini ditambah mencubit pinggangnya cukup keras. "Awww! Stopppp!" pekik Galih frustrasi.

"Dasar cowo resek! Nyebelin!" geram Zoya.

My Journalist [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang