Bab 7 - Bersembunyi

607 315 194
                                    

🐦🐦🐦

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐦🐦🐦

Pagi menjelang siang, sekitar pukul sepuluh di hari Minggu, keramaian kota Paris tidak begitu lengang. Namun, banyak masyarakat yang berlalu lalang di jalanan untuk mengisi liburan mereka. Mereka ada yang menaiki kendaraan atau hanya berjalan kaki. Termasuk bagi seorang gadis yang berprofesi sebagai karyawan kantor, ia kini tengah menyiapkan diri dengan berrias di depan kaca, setelahnya ia merapikan gaunnya.

"Oke, sip! Sekarang tinggal nunggu Farel," riang Abel cukup semangat untuk acara yang ia agendakan dengan kedua sahabatnya, Farel dan Galih.

Tak menunggu lama, suara bel rumah Abel terdengar, itu tandanya ada seseorang yang datang. Di pikiran Abel, itu pasti Farel. Bergegas menuju pintu rumahnya, setelah tangannya meraih gagang pintu, segera ia buka pintunya diiringi senyuman ramah.

"Cepat amat, Rel?" ejek Abel.

"Cewek emang gitu, ya. Kalo temen cowoknya datang terlambat, marah-marah. Terus kalo temen cowoknya datang lebih cepat, malah enggak percaya," dengus Farel kecewa.

"Ya, abisnya, tadi janjian jam setengah sebelas, eh, datangnya jam sepuluh," jelas Abel tak mau kalah.

"Ya, ya, ya, cewek emang selalu benar. Udah, ah! Yuk, berangkat!"

Farel masih memasang ekspresi wajah yang kusut tidak bersemangat. Selama perjalanan, Abel tidak berani mengatakan sepatah kata pun kepada Farel takut kalau sahabatnya semakin kesal. Gadis bergaun putih yang duduk di samping Farel hanya melihat-lihat jalanan atau sesekali membuka room chat-nya.

Ini sampai kapan Farel berhenti ngambeknya?

Abel bertanya dalam hati. Sudah lima menit pria di sampingnya terdiam, tak mau bicara kepadanya. Ia sadar betul, seseorang yang sering melucu akan jauh lebih menakutkan ketika sedang marah jauh.

Kruk!

Suara perut Abel berbunyi cukup keras. Sedari pagi ia belum memakan apapun karena belum sempat memasak. Untuk itu, perutnya memberontak ingin segera diisi. Akan tetapi, ia masih tidak berani meminta Farel untuk berhenti sebentar untuk mencari makan. Sebab Abel khawatir jika mood Farel semakin tidak bagus.

Selang dua menit kemudian, "Kenapa enggak bilang kalau belum sarapan?" ucap Farel yang cukup khawatir.

Ya, enggak bilang, lah! Orang aku takut nanti kalo bilang, kamu malah makin bete!

Geram Abel dalam hati seraya mengerucupkan bibirnya. Jari-jarinya sibuk meremas seat bealt di depan dadanya, ia kesal namun juga takut. Bingung cara melampiaskan amarahnya, makanya Abel hanya mampu membatin.

Sekitar enam menit berlalu akhirnya keduanya tiba di restoran terdekat. Meskipun Farel tadi sudah sarapan, tetap saja ia tidak tega jika Abel harus menahan laparnya hingga nanti jam makan siang. Bukan menjadi alasan emosinya membuat kemanusiaannya terhalangi, untuk itu ia harus mengizinkan gadis itu mengisi perutnya sebentar.

My Journalist [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang