Bab 10 - Hug Me, Please!

610 297 208
                                    

Putar musik video di atas dulu, ya ...

JANGAN LUPA, PENCET BINTANGNYA !

JANGAN LUPA, PENCET BINTANGNYA !

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌄🌄🌄

Gesekan antara ujung sapu dengan lantai terdengar di telinga Galih. Ia buka pintu kamarnya, seorang gadis tengah sibuk dengan pekerjaannya. Menguncir rambut hingga terlihat lehernya tampak keringat di kulit Zoya. Karena tak ada jadwal kerja, hari ini ia memutuskan ikut pergi dengan kedua sahabatnya. Galih tak mau meracau pekerjaan Zoya, maka ia memutuskan untuk mandi dan segera berangkat.

Selesai mandi dan bersiap-siap, Galih merasa ada yang aneh. Seperti lapangan yang tak ada rumput, Zoya pagi ini tak seperti biasanya. Ia begitu tenang dan tak membuat keributan.

Galih berjalan menghampiri meja makan. Ia menyantap roti sarapan yang sudah disiapkan Zoya. Sedari tadi, Galih terus memerhatikan Zoya dalam diam.

"Tumben kalem," lirih Galih tak terdengar oleh Zoya.

Galih menenguk air putih lalu berkata, "Saya berangkat dulu."

"Hem," deham Zoya lirih.

Sebelum Galih meraih gagang pintu, ia tatap lagi Zoya yang masih membersihkan apartemennya. Beberapa anak rambut gadis itu berhamburan mengikuti arah gerak Zoya. Merasa tak ada yang perlu ditanyakan, Galih lekas pergi.

•••

Pertandingan bulu tangkis internasional telah usai pada sesi pertandingan tim Indonesia. Deon dan Winnie memutuskan untuk pergi ke restoran terdekat, mengisi cadangan makanan di perut mereka.

"Habis makan, kita ke tempat wisata gitu, yuk!" Winnie menyenggol pelan lengan Deon.

Deon menatap Winnie. "Em ... enggak, deh. Langsung pulang aja."

Winnie mengembuskan napasnya gusar. Ia meletakkan sendok di pinggir piring. Lalu, menggenggam punggung tangan Deon. Ia lihat, Deon tak begitu bersemangat akhir-akhir ini.

"Sepertinya kamu ada masalah. Coba cerita," suruh Winnie yang begitu peka.

Deon menolak, "Enggak, enggak ada, kok. Lanjut makan, gih!"

Winnie hanya mengangguk paham. Ia tak mau merusak suasana siang ini karena kekhawatirannya yang tidak jelas. Sejurus kemudian, Galih menatap Winnie seraya tersenyum tipis.

Sebenarnya, ada hal yang masih mengganjal dalam benakku. Aku memilihmu karena ambisi atau tulus mencintaimu? Lalu, tentang Zoya, apakah aku yakin jika perasaanku ini padanya hanya untuk seorang sahabat? batin Deon ketika ia masih menatap Winnie.

•••

Hari berganti sore dengan berhiaskan semburat jingga sang mentari yang berseri. Di roof top gedung tua, mereka duduk melingkar sembari melihat senja nan indah dari ketinggian. Sesaat, Galih teringat dengan kondisi Zoya.

My Journalist [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang