Binar sorot mata juga senyum manis yang melekat dibibirnya terpapang nyata ketika ia berlari kecil menuju tempat duduknya.
Hanasta, seorang pemuda yang masih terlarut dalam pemikirannya tak sadar jika si murid baru itu sudah duduk disebelahnya. Bahkan saat sang pemuda itu ditepuk bahunya.
"Hai, namaku Gatra." Sapa si pemuda manis yang sudah duduk disebelah Hanasta.
Mendengar sebuah suara, Anas menoleh sembari membetulkan kaca matanya yang sempat melorot ke ujung hidungnya dan menatap intens pemuda yang duduk disebelahnya itu.
Tatapan Hanasta agaknya menyeramkan, pemuda dihadapannya tampak kikuk dan tak berkutik. Seusai memberikan tatapan mengintimindasi, Anas kembali keposisinya semula tanpa mengeluarkan sepatah kata.
"Apa kau bisu?" gumam pemuda itu.
"Saat jam pelajaran tak boleh bersuara." Hanasta menjawab dengan pandangan yang masih lurus kedepan.
Helaan nafas berat terhebus dari diri Gatra. Dalam hatinya, ia menyumpah serapahi teman sebangkunya. Namun tetap saja, dia masih berusaha tersenyum. Dan memfokuskan diri pada pelajaran yang sekarang sedang berjalan.
Bel yang berbunyi sepertinya menyelamatkan Gatra dari kecanggungan yang sedang mengelabuhinya saat ini.
"Sekarang sudah jam istirahat, jadi dibebaskan untuk bicara. Kau tak mau memperkenalkan dirimu?" ujar Gatra.
Hanasta masih tak berkutik dan tak memperdulikan teman sebangkunya ini. Tak perlu diherankan, Hanasta memang seperti itu. Jika sedang melakukan kegemarannya dirinya tak mau diganggu.
"NANA!!" teriakkan menggelegar ke seluruh penjuru ruangan, siapa lagi jika bukan Rehano Jindra yang melakukan.
Hanasta mendegus kesal, menatap malas adik kembarnya ini. Dan Gatra, pastinya dia masih memaku karena ternyata rekan sebangkunya memiliki kembaran yang seiras bak pinang dibelah dua.
"Ayo makan dikantin," ajak Hano yang sudah berada di sebelah tempat duduk Hanasta.
"Pas sekali kau datang, dia anak baru. Kau pergi saja dengannya, ajak dia berkeliling sekolah. Aku sedang tak ingin diganggu," jawab Hanasta lalu bergegas pergi dari hadapan mereka berdua.
Gatra dan Hano saling menukar pandangan, menatap satu sama lain. Karena Hano pandai untuk mencegah kecanggungan dia tersenyum dan mengajaknya berjabat tangan.
"Aku Rehano Jindra. Adik kembar dari Nana, maksudku Peterrion Hanasta." Hano memperkenalkan diri.
"Peterrion Hanasta? oh itu kah namanya? Bagus juga," jawab Gatra sembari mengangguk-anggukan kepalanya.
"Dia belum memperkenalkan diri?" tanya Hano.
Gatra hanya mengangguk untuk merespon pertanyaan pemuda dihadapannya ini.
...
Hari pertama sekolahnya sudah berlalu dengan bertemu anak misterius yang menjadi teman sebangku. Sembari merebahkan diri, Gatra menatap langit-langit kamarnya.
"Peterrion Hanasta ya, aku harus memanggilnya siapa? eum Hana? tidak tidak, terlalu faminim. Apa ya? Eri? Nah itu menggemaskan seperti dirinya. Tapi percuma saja, auranya suram. Aish, kenapa jadi memikirkannya? Tapi teman sebangku harus bisa menjadi sahabat kan?" Gatra bermonolog.
Ketukan kamarnya kini terdengar, dengan lemas dia berjalan menuju daun pintu itu.
"Bunda?" panggilnya.
"Sudah waktunya makan malam. Mungkin kamu lelah, jadi bunda bawakan kesini. Segera dimakan ya, setelah ini bunda ingin mendengarkan cerita di sekolah barumu," ujar wanita paruh baya sembari mengusap-usap rambut putra angkatnya.
Gatra mengangguk semangat, dia bersyukur ada keluarga baik yang mau mengadopsinya. Sebenarnya dia tumbuh dan besar dipanti asuhan. Dan sudah genap satu tahun dia diadopsi dikeluarga yang cukup kaya.
Gatra melahap makanannya dengan bundanya yang masih duduk di bangku depan meja belajarnya.
"Jadi Bun, mulai dari mana aku bercerita?" tanya Gatra yang sudah menyelesaikan makan malamnya.
"Bagaimana teman-teman dikelasmu? Tak ada yang membullymu karena kau anak baru kan?" Sang Bunda memastikan.
"Tak ada. Namun rekan sebangkuku ini sangat misterius. Dia memiliki adik kembar yang berbeda kelas dengannya. Dia ini manis, tapi auranya suram. Membuat orang takut jika dekat-dekat dengannya. Aku saja gemetar saat ditatap olehnya," Gatra mulai bercerita.
"Siapa nama anak itu? Dia tak menyakitimu kan?" Sang Bunda kembali bertanya.
"Namanya Peterrion Hanasta. Sepertinya dia anak baik. Bunda, aku ingin menjadi sahabatnya." Gatra menggenggam tangan bundanya sembari memberikan tatapan binar dari netranya.
°°°°°°
See You
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow
Fanfic... "Pelangi itu indah Ri, meskipun hadirnya sesaat tapi disaat yang tepat. Selayaknya harsa yang hadir setelah lara. Indah warnanya, aku mengangguminya. Berjanji ya, suatu saat kita bisa melihat pelangi yang indah ditempat ini." - Gatra Salendra. "...