Hanasta duduk diam dibangku dekat danau tempat biasa dia dan sahabatnya menenangkan diri. Entahlah, apakah dia masih pantas disebut sahabat. Dia menjauh tanpa memberinya alasan. Sudahlah, agaknya memang semesta tak pernah berlaku adil kepadanya.
"Eri? Kau benar-benar Eri?" Suara itu berhasil membuatnya menoleh. Kali ini semesta mau mengerti dirinya, dia hadirkan seseorang yang dibutuhkannya sekarang.
Gatra mendekat kearahnya, lalu langsung memeluk erat tubuh pemuda yang lebih muda itu. "Maafkan aku Eri, aku tak bermaksud menjauhimu saat itu. Aku merindukanmu.."
Hanasta kembali terdiam dan bungkam. Tak ada rangkaikan kata yang keluar dari bibirnya. Entahlah, rasanya sudah tak sanggup untuk berkata. Yang ada hanya air mata yang mengalir deras dipipinya.
"Aku akan pergi.." Pekik Hanasta lirih.
Gatra melepas pelukkannya dan menatap Hanasta heran. "Kemana kau akan pergi?"
"Menemui Tuhan." Jawab Hanasta dengan tatapan kosongnya.
"Hai, apa maksudmu? Jika kau memang tak sanggup hidup menjadi dirimu, biarkan aku yang mati untukmu dan kau mengantikan hidupku. Kau tak boleh pergi, masih ada janji yang belum sempat ditepati. Tentang pelangi." Pekik Gatra dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Itu tak akan pernah terjadi. Sampai kapanpun tak akan bisa." seru Hanasta dengan senyum getirnya.
"Dengar aku! Itu akan terjadi. Akan terjadi sebentar lagi. Tak lama lagi." Final Gatra sembari mengeratkan pelukannya pada Hanasta.
...
Hari ini adalah hari yang melelahkan untuk Hanasta. Dunianya sedang tidak baik hari ini. Pikirannya kalut, kakinya pun tak tahu kemana harus melangkah. redup lampu jalan juga pepohonan mungkin sekarang sedang menatap heran pemuda yang sudah tak ada semangat untuk hidup.
Kali ini Hanasta sudah benar-benar hancur. Terus ditempa dari fisiknya dan sekarang mentalnya pun terkena. Banyak hal yang dipikirkan olehnya, kesalahan apa yang dia lakukan dikehidupan sebelumnya. Mengapa semesta memberikan skenario yang tak indah dari bayangannya? Dan seseorang pernah berkata, Tuhan tak akan pernah memberikan ujian melebihi kemampuan umatnya. Jadi apakah Hanasta termasuk dari golongan orang hebat dengan ujian yang berat?
Tak ada bintang ataupun bulan yang menghias langit batavia malam ini. Hanya ada gumpalan awan hitam yang siap menurunkan rintiknya kapan saja. Serta guntur yang terus mengangetkan dirinya.
Dengan pikirannya yang kalut membuat langkah kakinya tak terarah. Dia hendak menyebrang namun tak memperhatikan jalan. Sayup cahaya terang menyorot dirinya. Dan tak lama tubuhnya terpental ditrotoar.
Hanasta benar-benar terkerjut apa yang baru saja terjadi padanya. Dirinya tak apa-apa, namun.. ada kecelakaan yang baru saja terjadi didepan matanya. Dengan lemas dia mendekat ke tempat kejadian. Dengan tangan gemetar dan kakinya yang mulai melemas, dia benar-benar terkejut dengan pemuda yang terkapar tak berdaya dengan banyak luka.
"Gatra.." Rintihan pelan terdengar dari diri Hanasta. Dia buru-buru menghampiri sahabatnya yang sudah terkapar tak berdaya. Isakkan tangis mulai terdengar dalam dirinya. Apakah semesta tak menyukainya? ini kali kedua dia menyaksikan orang berharganya tak berdaya dihadapannya.
Beberapa saat kemudian, Gatra sudah dievakuasi di UGD. Untung saja pelaku itu mau bertanggung jawab. Hanasta bernafas lega, setidaknya nyawa sahabatnya masih bersama dengannya.
"Eri.." lirih Gatra yang perlahan membuka mata.
Hanasta bergegas menggegam erat tangan sahabatnya. "Aku disini," sedikit senyuman terukir dari bibir manis Gatra. Dan mengusap lembut tangan Hanasta.
"Erion.. jaga baik mataku dan.. hiduplah dengan baik untuk diriku... ku harap dikehidupan selanjutnya aku tetap menjadi sahabatmu.." Kalimat terakhir yang Gatra ucapkan sebelum dia menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.
- Tamat -
°°°°°°°°°°°Finally the first book ending. Terimakasih untuk dukungan kalian, makasih banyak karena sudah menyempatkan membaca buku ini.
Hehe buat ending, maaf kalau ga sesuai ekspetasi. Mau squel atau enggak? ㅋㅋㅋ sekali lagi terimakasih banyak semua. See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow
Fanfiction... "Pelangi itu indah Ri, meskipun hadirnya sesaat tapi disaat yang tepat. Selayaknya harsa yang hadir setelah lara. Indah warnanya, aku mengangguminya. Berjanji ya, suatu saat kita bisa melihat pelangi yang indah ditempat ini." - Gatra Salendra. "...