"Tenang saja, suatu saat kau akan melihat betapa indahnya pelangi. Aku berjanji, ditempat ini Gatra dan Eri akan melihat pelangi." Gatra menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking milik Hanasta sembari tersenyum manis menatap keatas awan.
Hanasta tersenyum remeh lalu menepis jari milik sahabatnya itu. Kembali menatapnya tajam dan mengintimindasi.
"Jangan pernah janjikan apapun padaku. Janji itu hanya bualan dibuat hanya untuk ingkar. Aku tak mau menggantung harapan terlalu besar." ujar Hanasta.
"Janji itu hutang bukan bualan. Dan janji itu harus ditepati bukan diingkari. Kau salah mengartikannya, aku yakin dengan diriku sendiri. Karena itulah aku sanggup berjanji padamu," jawab Gatra.
"Sebaiknya jangan terlalu percaya diri. Bercandanya semesta kadang keterlaluan. Aku tak mau jika kau termakan omongan yang baru saja ku katakan." Final Hanasta lalu langsung terbangun dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan sahabatnya.
Raut wajah Gatra yang semula cerah kini berubah murung. Padahal niatnya ingin membahagiakan sahabatnya. Mungkin ini bukan cara yang tepat. Gatra menarik nafas dan membuangnya pelan lalu menyusul sahabatnya.
'BRUKK'
Hanasta tak sengaja menabrak seseorang. Yang pastinya terlihat familiar namun ia enggan menatap wajahnya.
"Jalan liat-liat dong," pekik pemuda itu.
"Ma-maaf ga-ga sengaja," jawab Hanasta gemetar.
"ERI!!" Gatra sampai dengan tergesa-gesa dan nafasnya tak beraturan karena mengejar sahabatnya.
Hanasta dan pemuda dihadapannya menoleh kearah Gatra. Yang pasti Hanasta merasa terselamatkan oleh sahabatnya itu.
"Ayo kita pergi dari sini," gumam Hanasta dengan meremas lengan Gatra.
"Ada apa?" Gatra masih tak paham dengan apa yang terjadi.
"Pergi saja.." Kali ini suara Anas melirih.
Gatra mengangguk, sepertinya sahabatnya sedang ketakutan. Dengan berjalan pergi Gatra melirik pemuda yang membuat sahabatnya ketakutan.
"Kamu Peterrion Hanasta kan?" Pekik pemuda itu.
"Bukan. Kau salah orang," jawab Gatra lalu membawa sahabatnya menjauh dari pemuda tersebut.
....
Petang kali ini tak sesuram seperti hari-hari sebelumnya. Rona jingga terpajang diluasnya nabastala batavia. Si penikmat senja menyebutnya adalah estetika. Namun kembali pada tokoh utama yang sejak tadi masih dalam kegelisahan yang membuat sahabatnya khawatir dengannya.
"Kau ini kenapa si Ri? Anak tadi siapa?" tanya Gatra yang bersandar di tiang halte.
Hanasta mengigit bawah bibirnya dengan tangan yang mencengram celana abu-abu miliknya sendiri. Dia ketakutan karena pemuda itu yang membuatnya tak lagi percaya akan sahabat. Bisa dibilang, Hanasta mengalami panic attack karena kehadiran seseorang yang pernah menyakitinya.
Gatra menghela nafas pelan, lalu menenangkan sahabatnya. Mungkin bukan sekarang saatnya untuk tahu siapa sebenarnya pemuda tadi. Tak lama kemudian, mobil hitam terparkir tepat didepan halte yang mereka tunggu.
"Bunda!" panggil Gatra saat seorang wanita paruh baya keluar dari mobil tersebut dan Hanasta juga mendongak.
"Ayo pulang, Nak." Gatra menganguk untuk merespon ajakan itu. Namun sebelum itu ia mengajak sahabatnya untuk ikut serta.
"Sekalian yuk Ri, Udah sore ga ada angkutan lagi." Tak biasanya, kali ini Hanasta langsung mengiyakan ajakan sahabatnya.
Sebenarnya Hanasta bukan anak yang terlalu ingin tahu, namun melihat dari kemampuan detective Gatra tempo hari membuatnya penasaran. Siapa sebenarnya keluarga Gatra ini.
°°°°°
See you

KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow
Fanfic... "Pelangi itu indah Ri, meskipun hadirnya sesaat tapi disaat yang tepat. Selayaknya harsa yang hadir setelah lara. Indah warnanya, aku mengangguminya. Berjanji ya, suatu saat kita bisa melihat pelangi yang indah ditempat ini." - Gatra Salendra. "...