🌹 18

1.7K 337 44
                                    

Tinggal tiga bulan lagi Chandra bertugas. Selama itu pula tak selamanya komunikasi mereka lancar. Ada kalanya yang namanya susah sinyal itu terjadi entah karena sinyal yang bagai angin, terasa tapi tak dapat digenggam atau sama sekali tak ada atau karena sibuk kegiatan.

Tak pernah terbersit dalam benak Kartika bahwa ia akan menikah dan hamil tanpa ditemani suaminya. Impiannya normal saja seperti perempuan pada umumnya, kalaupun harus jauh dari suaminya hanya beberapa hari atau paling lama dua minggu mungkin. Kenyataannya justru harus mengalami perpisahan sementara hampir satu tahun.

"Hah, disyukuri saja bisa menikah dan hamil," desah Kartika sambil berpikir masih banyak yang tengah melangitkan doa agar bisa sepertinya.

Masalahnya adalah di hadapannya galon air mineral sudah kosong dan ia sedang lelah setelah pulang dari kegiatan. Ia berkacak pinggang sambil sesekali mengusap punggungnya. Hal yang paling menyusahkannya selama menikah dan ditinggal Chandra satgas adalah membeli galon, karena ia tidak bisa naik motor. Dan menyetir mobil pun sama saja nasibnya.

Kartika menghela napas berat. Mau tidak mau harus pergi atau dia akan terancam dehidrasi. Akhirnya dengan semangat siput, ia menyeret dirinya keluar rumah sambil membawa galon.

Ketika baru saja berada di teras hendak menuju koperasi, ia melihat Pratu Febri, ajudan Chandra yang tidak ikut satgas. Tanpa banyak bicara, tentara muda yang kalem tersebut langsung minta izin padanya untuk mengambil alih membeli galon dan ia diminta menunggu di rumah. Sebetulnya ia sudah diminta agar menghubungi Febri jika butuh bantuan tapi ia merasa sungkan apalagi posisinya yang seorang diri di rumah.

Kartika pun menunggu di teras sambil mencoba menghubungi suaminya lagi. Tadi sebelum giat ia memang sempat menghubungi suaminya dan dari beberapa hal, ia ingat sempat bercerita mengenai galon yang habis. Tapi saat itu keduanya tak bisa banyak bertukar kata karena sama-sama sedang terburu-buru.

Hampir setengah jam kemudian barulah Febri kembali. Tak hanya membawa galon tetapi juga jus, susu hamil dan ayam goreng crispy salah satu minimarket yang sejak kemarin diinginkannya.

"Lah, Om Febri tadi keluar?" tanya Kartika tak bisa menyembunyikan kekagetannya.

"Siap, tadi bapak sudah menghubungi saya," jawab Febri dengan nada kalemnya, berbeda jika yang mengajaknya berbicara adalah suaminya, nada tegas yang keluar.

"Terima kasih ya, Om?"

Febri mengangguk. "Ijin Ibu, saya mau meletakkan galonnya dulu ke dispenser."

Ganti Kartika yang mengangguk. Kemudian segera saja Febri melepas sepatu PDL-nya dan masuk sembari membawa galon. Setelah selesai Febri pun meninggalkan Kartika kembali seorang diri.

Kartika mendesah antara lega juga sedih. Lega karena tak perlu susah patah mengurus galon air dan sedih sebab teringat ia ingin berbelanja perlengkapan bayi ditemani sang suami tapi apalah daya itu tak mungkin.

Sebelum memakan ayam goreng crispy-nya, ia mengirimkan pesan kepada sang suami yang berisi bahwa ajudannya sudah membelikan yang ia butuhkan. Bukan sekali dua kali sebetulnya setiap ia ingin sesuatu dan tidak bisa atau malas pergi sendiri, pasti suaminya akan meminta tolong kepada Febri untuk membelikannya. Yang paling susah adalah ketika ia tiba-tiba ingin makan pempek Palembang asli buatan orang Palembang. Entah bagaimana caranya, datang seorang istri anggota kompinya sambil membawa pempek dan mengatakan bahwa ia adalah wong Kito Galo. Mungkin suaminya bertanya kepada seluruh anggotanya siapa yang orang atau punya istri dari Palembang.

Usai makan, Kartika langsung beristirahat. Ia sudah tidak sanggup bergerak lagi dan ingin segera merebahkan diri. Otaknya juga butuh istirahat setelah beberapa hari diperas terus.

Kartika ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang