Akhirnya Kartika mengundurkan diri dari tempatnya bekerja. Banyak yang kecewa dengan pimpinan lembaga termasuk orang tua dan Violet tapi mereka hanya bisa menguatkan Kartika bahwa rezekinya ada di tempat lain.
Dan kini, Kartika tengah menjalani litsus atau pemeriksaan penelitian khusus, tahapan selanjutnya yang harus dilalui sebelum menikah secara agama dan negara. Ia melakukan saran Violet agar membawa pulpen lebih dari dua karena banyaknya lembaran yang harus diisi. Dan dalam tahapan ini, Chandra tidak akan, tidak bisa dan tidak boleh membantunya sama sekali. Hanya menemani saja.
Begitu selesai, Kartika menangis saking leganya.
"Alhamdulillah," ucapnya disela isakan kecilnya.
Chandra tersenyum. "Adek hebat," pujinya sambil mengusap air mata calon istrinya dengan tissue yang dibawanya.
Yudhis sudah memberinya saran agar membawa bekal berisi camilan dan minuman, pulpen tambahan jika Kartika lupa bawa lebih dan tissue.
Saat ini mereka ada di salah satu sudut gedung satuan yang agak sepi dari pandangan orang.
"Adek hebat bisa menjalani hari ini. Semangat!" kata Chandra. "Ini, minum dulu." Ia memberikan sebotol air mineral yang telah dibuka dan langsung ditenggak hingga habis setengah botol.
Kemudian hari-hari berikutnya ada rikkes atau pemeriksaan kesehatan dan pembinaan mental. Saat menjalani bintal, Kartika terkejut saat ditanya mengenai tajwid bukan sekedar membaca Al-Qur'an dengan lancar dan doa berhubungan suami istri selain pembinaan tentang pernikahan.
Violet hanya bilang bersiap saja karena tidak pernah tahu akan ditanya seperti apa. Apakah hanya mengaji atau termasuk tajwidnya. Semua tergantung pejabat yang dihadapi.
Kartika merasa beruntung dia punya pembimbing seperti Violet dan pasangan seperti Chandra yang terus menyemangatinya. Yang tetap sabar menghadapi keluh kesahnya selama masa pengajuan menikah ini.
Dan di antara semua proses, yang paling membuat Kartika kesal dan lelah adalah menemui pejabat satuan.
"Aa, ini sudah kedua kalinya lho. Aa bener kan sudah buat janji? Nggak salah tanggal?" tuntut Kartika lesu sambil berjalan menuju tempat parkir.
"Enggak, Adek," jawab Chandra sabar. "Semua benar kok. Tapi ya namanya juga tugas mendadak. Kita nggak bisa apa-apa kan?"
Kartika menghela napas kasar.
"Yuk makan dulu. Sudah siang juga. Kita sholat dulu," ajak Chandra ke masjid satuan.
Meski kesal tapi Kartika hanya bisa menurut.
"Jaga wibawa. Jaga emosi. Senyum. Selelah apapun, jaga image," nasehat Violet langsung terngiang sepanjang langkah Kartika menuju masjid satuan.
Ia merasakan betul perbedaan sikap Chandra jika berdua dengannya dan jika berada di tempat umum khususnya di mana terdapat rekan atau anggotanya, akan cenderung dingin, menjaga jarak dan image.
Alhasil ia pun otomatis mengikuti saran Violet dan mengimbangi sikap Chandra.
Di masjid, mereka salat terpisah. Sebetulnya yang menghadap hari ini bukan mereka berdua saja tapi masih ada tiga anggota lain. Satu dari kompi Chandra sendiri dan dua dari kompi lain. Tapi sepertinya mereka langsung meninggalkan batalyon karena Kartika tidak melihat calon-calon Persit tadi.
Usai salat, Chandra mengajak makan siang dulu sebelum mengantar Kartika pulang. Mereka tidak menunggu pejabat yang hendak ditemui sebab beliau keluar kota.
"Aa kalau di tempat dinas dingin ya?" komentar Kartika akhirnya begitu mobil melaju meninggalkan batalyon. Tangannya pun sibuk membuka bungkus wafer yang dibawakan Chandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kartika Chandra
Ficção Geral"Berarti aku bukan Melati Pagar Bangsa tapi Mawar Penghias Taman?" -Kartika 🌹🌹🌹 Kartika, penulis amatir di salah satu platform terkenal, sebelumnya tak mengenal dunia militer sama sekali. Genre tulisannya pun murni percintaan biasa. Suatu hari ia...