Akhirnya nikah kantor pun selesai dan Kartika-Chandra bisa lanjut mengurus ke KUA. Meninggalkan kantor pejabat terakhir yang ditemui, Kartika langsung menangis lega. Ia tak menyangka untuk menjadi istri prajurit pun harus berjuang. Salah satu yang menguatkannya adalah hadiah boneka berbaju Persit kiriman Aditya yang juga berisi beberapa cokelat bar pemberian Sundari dan Garnetha, saudara ipar Chandra sebagai bentuk dukungan untuknya.
Kartika dan Chandra beruntung ketika mengurus ke KUA pada tanggal pernikahan mereka, masih bisa melakukan akad nikah pagi hari sesuai harapan.
Kini hari yang dinanti setelah berbagai perjuangan yang dilalui, telah tiba. Chandra baru saja mengucap ijab kobul atas nama Kartika dengan lantang.
Usai akad nikah dilanjut walimatul urusy yang hanya mengundang saudara dan tetangga satu blok saja. Untuk resepsi pun dilaksanakan di hari yang sama. Dibagi dua sesi. Sore hari untuk prosesi upacara pedang pora yang mengundang para tamu dari kalangan militer dan malam harinya tamu umum.
Awalnya diusulkan agar acara dibagi dua tapi Kartika dan Chandra sepakat selesai satu hari agar sekalian lelah.
Selesai acara walimatul urusy, Kartika dan Chandra segera ke hotel tempat resepsi disekenggarakan sekaligus check in untuk istirahat sejenak.
"Kita sholat dzuhur jamaah setelah itu makan siang dan gladi bersih. Nanti dirias jam berapa?" tanya Chandra begitu sudah di dalam kamar hotel.
"Jam dua," jawab Kartika.
Chandra mengangguk.
Lalu keduanya segera melaksanakan salat zuhur berjemaah. Sesaat Chandra merasa takjub kala melihat Kartika yang sudah menjadi istrinya melepas hijabnya untuk pertama kali karena bahkan sampai tadi di rumah Kartika ia belum berkesempatan melihatnya sama sekali.
Tepat usai salam, ajudan Chandra mengetuk pintu untuk memberitahu bahwa pasukan pedang pora sudah datang dan tengah menunggu di lobi. Chandra pun menyuruh ajudannya agar menyilahkan mereka makan siang terlebih dahulu.
"Ayo kita makan siang," ajak Chandra.
"Iya." Setelah memastikan ajudan Chandra pergi, Kartika melepas dan merapikan mukenahnya lalu memakai hijab instannya lagi.
Kemudian keduanya turun ke restoran di mana orang tua keduanya juga sudah datang termasuk beberapa keluarga yang menjadi panitia acara.
Chandra mengajak Kartika menyapa para juniornya yang akan menjadi pasukan pedang pora sebelum makan siang. Sebetulnya setengahnya adalah junior dari satuan Yudhis yang dimintai bantuan karena dari satuannya sendiri ternyata kurang.
"Aa mau makan apa?" tanya Kartika setelah selesai beramah tamah dengan junior Chandra.
"Kita ambil bareng aja," ajak Chandra menuju meja bufet.
"Ya sudah." Kartika pun menurut.
Keduanya pun segera mengambil makan siang.
"Makan di sini saja." Chandra mengajak Kartika duduk di kursi terdekat. Bukan tak ingin berbaur dengan keluarga yang lain tapi karena kepraktisan saja.
"Aku grogi," jujur Kartika.
Chandra tersenyum. "Sama. Aku juga." Seminggu menjelang hari H, ia dan Kartika sepakat untuk menggunakan kata Aku bukan Saya lagi. "Apalagi saat ijab kobul tadi."
"Alhamdulillah lancar." Kartika tersenyum mengenang saat akad tadi.
Sambil makan, Kartika memperhatikan gerak-gerik para tentara yang ada di restoran. Mereka makan sambil bersenda gurau akrab.
"Kenapa, Dek?" tanya Chandra sembari mengikuti arah pandang istrinya.
Kartika menggeleng. "Itu para perwira bujang sedang kumpul. Kalau anggota grup Miss Loreng tahu, mereka pasti heboh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kartika Chandra
Ficción General"Berarti aku bukan Melati Pagar Bangsa tapi Mawar Penghias Taman?" -Kartika 🌹🌹🌹 Kartika, penulis amatir di salah satu platform terkenal, sebelumnya tak mengenal dunia militer sama sekali. Genre tulisannya pun murni percintaan biasa. Suatu hari ia...