Chapter 14

104 19 7
                                    

Rembulan menghiasi langit bertabur bintang. Malam ini menjadi malam yang begitu indah bagi setiap makhluk yang ada. Tak terkecuali dua insan yang kini tengah saling berhadapan. Bertatapan dengan saling mengandung makna.

Yah… itu akan menjadi awal kisah yang indah jika kau berduaan dengan seorang gadis cantik. Sayang, hal itu tak berlaku untuk ku, dan sialnya, di malam yang indah ini aku terpaksa menghabiskan waktu berdua dengan teman gi-- maksudku teman jenius ku ini. Well, terlalu jenius hingga membuatnya seperti orang gila yang sejak tadi terus melempar senyum aneh.

"Jadi apa kau paham penjelasan ku?"

"...."

Bagaimana mungkin aku bisa paham jika dia berbicara seperti sebuah peluru yang baru saja dimuntahkan dari pistolnya? Terkadang aku tidak paham bagaimana cara kerja tiap organ pada tubuh orang yang jenius. Sejak satu jam yang lalu, aku hanya duduk diam dan mendengarkan berbagai hal yang… aneh darinya.

"Hei Air, kau mendengar ku tidak?"

Snap! Snap!

Hentikan jari itu menyadarkan ku, lebih tepatnya mengembalikan pikiran normal ku yang sempat melayang jauh entah kemana.

"Air? Haloooo!"

"Ish! Tak perlu teriak! Aku mendengarmu, tau!"

Sedikit ku gembungkan pipi. Entah kenapa aku jadi sedikit kesal dengan Solar. Yups. Si jenius yang sudah cukup lama ku kenal meski tidak terlalu akrab dengannya. Hei! Bukannya apa, tapi dari awal mengenal Solar, aku memang sedikit menjaga jarak darinya. Dia punya aura yang aneh. Yah… meski Solar yang ada di hadapanku saat ini bukanlah Solar yang sama seperti di dunia asal ku berada. Tapi tetap saja mereka aneh.

"Jadi, bagaimana? Apa kau paham penjelasan ku?"

Kudengar decakan kesal dari Solar. Pemuda dengan kacamata visor itu melipat tangannya di depan dada dengan ujung kaki yang menghentak lantai beberapa kali. Yeah, seperti seorang bos yang marah pada anak buahnya.

"Apa penjelasanku kurang jelas? Padahal sudah kugunakan bahasa sederhana. Bagaimana bisa? Padahal Air orang cerdas yang harusnya bisa paham dengan mudah-- ah, iya. Dia bukan Air yang kukenal. Hah...."

Semua gerutuannya terdengar jelas di telinga. Tatapanku pun masih sama. Tak berubah sama sekali.

"Jadi, hanya itu yang mau kau jelaskan?"

"Ap--hei! Kau saja tak mengerti dengan yang kujelaskan, kan? Hmm... Gimana ini? Yah pokoknya, tubuhmu masuk ke dunia ini dan Air sobatku pindah ke duniamu. Hah... Kalau dia kembali nanti, akan ku sidang dia!"

Aku menghela nafas. Kalau bukan karena berpikir ini hal penting, aku tidak akan ke sini.

"Loh? Loh? Mau ke mana?"

"Pulang. Aku tahu garis besarnya."

"Eh--hei! Tapi, aku belum dengar semua cerita dari duniamu?"

Tanganku digenggamnya erat. Padahal sebentar lagi aku hampir keluar dari rumah ini. Hah... Sudah kuduga memang ini bukan keputusan yang tepat. Harusnya kau tidak memenuhi undangannya.

"Pentingnya apa?"

"Penting! Ini demi data! Demi informasi yang takkan didapat orang lain."

Aku sampai memundurkan wajahku saat wajahnya semakin dekat.

"A-apa yang kau--"

"Ayolah, kawan! Bantu aku! Ini demi penelitian! Demi ilmu pengetahuan!"

Astaga... Kurasa dia sudah benar-benar gila.

Switch ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang