Chapter 22

83 17 3
                                    

BoBoiBoy © Animonsta

This FanFiction collaboration between Mei_Rin_18 with SinairuNayu

.

Warning : AU!Mafia, Dunia paralel, Semi-Formal, Typo, OOC, No EYD, pastinya Deatch Chara, Pembunuhan, Kekerasan, PoV berganti tanpa peringatan, etc.

.

Rate : T

.

DON'T LIKE?

DON'T READ THIS FANFICTION!

.

Dunia ini penuh akan kejutan. Setiap waktunya pasti ada saja yang terjadi. Entah itu hal baik ataupun hal buruk, semua bergerak bagai roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang bahagia, kadang bersedih. Kadang tertawa, kadang menangis. Satu saat kau hidup bagai di atas langit, saat yang lain kau akan jatuh hingga tenggelam.

Begitulah kehidupan.

Halilintar mengetahui jelas akan hal itu saat kepergian adik semata wayangnya. Kematian sang adik menjadi pukulan keras baginya. Hidup sebatang kara tanpa tujuan yang jelas sampai membuatnya hidup tenggelam dalam kesedihan.

Namun, semua itu bisa dilaluinya hingga bisa berdiri lagi seperti sekarang. Karenanya, dia cukup paham yang Tanah rasakan sampai memilih jalan berduri. Terlebih seingatnya, Tanah tak memiliki keluarga sejak kecil. Mungkin dengan adanya Daun, membuat rekan kerjanya yang lebih muda dua tahun itu ingin memberikan yang terbaik pada Daun.

Itu hal baik, tapi bagi Halilintar itu seperti ranjau yang bisa aktif kapan saja. Karena itu pula dia tak mau menempatkan siapapun di sisinya sebagai keluarga. Belum mau tepatnya.

"Hah... Perasaanku buruk," gumamnya sembari duduk di sofa dengan kepala mendongak pada langit-langit. Rasanya baru lima menitan di sana, tapi sudah seperti sejam.

Saat sedang melamunkan hal yang entah apa, suara sirine mobil menyentaknya. Segera dia beranjak dan mendekati jendela. Menyibak sedikit tirai, dapat dilihatnya dua mobil polisi dan mobil seorang yang sangat dia kenali.

"Taufan?"

Keningnya mengernyit. Saat otaknya sibuk menduga-duga, pintu diketuk. Tak ingin larut dalam dugaan tak pasti, Halilintar segera membuka pintu.

"Loh? Hali?!"

"Hn."

Netra ruby itu menatap jelas Taufan yang terkejut sampai menatap sekeliling.

"Aku gak salah kok. Ini bukan rumahmu. Ngapain kau--"

"Aku diminta Tanah."

Jawaban singkat itu sukses membuat Taufan terbelak. Seketika matanya menajam.

"Kau kerja sama dengan pengkhianat itu? Ck! Tak kusangka--"

"Jangan berpikir sembarangan! Masuklah. Kujelaskan di dalam. Lalu...."

Netra tajam Halilintar menatap Inspektur yang amat dikenalnya. Inspektur tersebut adalah Blaze, hanya diam saat melihat Halilintar. Mungkin pria itu juga terkejut melihat keberadaan detektif terpercayanya.

"Inspektur, Anda juga silakan masuk dan tolong matikan suara sirine itu. Ada anak kecil yang butuh istirahat di dalam sana."

"A-ah... Baiklah."

Switch ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang