Chapter 23

85 20 11
                                    

"Aku… ingin menebus semua kesalahanku."

Kata-kata itu terus terngiang dalam benak seorang Halilintar Eka Wijaya. Disaat dia memahami semuanya, disaat dia mampu menerima semuanya, kenyataan kembali pada pria itu.

DOR! CRAT!

Untuk kedua kalinya Halilintar menyaksikan kematian yang mengguncang jiwanya. Penyesalan akan keterlambatannya mendengarkan penjelasan Tanah menenggelamkan jiwa pria itu dalam kehampaan.

'Seharusnya, dulu aku mendengarkan penjelasannya. Seharusnya, aku tidak terlarut dalam amarah. Seharusnya… hal ini tidak perlu terjadi….'

Semua itu bagai menjadi penjerat bagi Halilintar untuk semakin tenggelam dalam kegelapan. Ia tidak memperdulikan sekitarnya. Semua seolah menghilang, berpadu menjadi satu ruangan kosong yang menghimpit. Tak ia pedulikan panggilan-panggilan. Tak ia pedulikan hujan yang mendera dan juga guntur yang saling bersahutan.

'Aku… harus menebus kematian Tanah.'

Suara pijakan pada permukaan air yang menggenangi rerumputan, sedikit menghancurkan kegelapan itu.

"Well, well, well, aku tak menyangka kalau satu nyawa bisa begitu mengguncang kalian yang sudah biasa melenyapkan nyawa orang lain."

Saat suara itu mulai menyusup dari retakan pada kekosongan yang ada, rasa dendam menghancurkan segalanya. Memupuskan penyesalan yang sempat menguasai Halilintar.

Sepasang netra ruby hampa, mulai menunjukan kilatannya. Tatapan itu perlahan menajam. Kepala yang semula menunduk, perlahan terangkat.

'Aku… akan membalaskan kematian kalian.'

.

BoBoiBoy © Animonsta

This FanFiction collaboration between Mei_Rin_18 with SinairuNayu

.

Warning : AU!Mafia, Dunia paralel, Semi-Formal, Typo, OOC, No EYD, Pembunuhan, Kekerasan, PoV berganti tanpa peringatan, etc.

.

Rate : T+ menjurus M untuk pembunuhan dan kekerasan yang mungkin bisa saja membuat trauma.

.

DON'T LIKE?

DON'T READ THIS FANFICTION!

.

Suara kokangan senjata api mengiringi suara hujan yang mendera diantara pepohonan. Beberapa saat lalu, Taufan sudah menjauh dari tempat itu bersama dengan Air. Kini hanya tinggal Halilintar dan juga Ice disana. Dua pasang mata berbeda, saling berhadapan. Seringai di wajah Ice kian melebar kala melihat jenis senjata yang dikeluarkan Halilintar.

"Sudah sangat lama aku ingin melihat sendiri kehebatan Thunder BMG yang banyak dielu-elukan orang lain."

Kekehan mengalun pelan. Dua jenis senjata yang begitu terkenal, saling teracung pada lawan.

"Kalau begitu, aku rasa ini yang pertama dan terakhir untukmu."

Dengan gerakan cepat, keduanya menarik pelatuk. Suara tembakan pun menggema. Ice dengan cepat menghindar, begitu pula Halilintar. Satu tangannya yang bebas, menarik pistol lain dan menembakan sebuah peluru berupa jarum pada Ice.

Switch ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang