Jeno berlari antusias di sepanjang lorong yang menghubungkan pintu masuk GOR dengan tribun penonton. Jantungnya mendadak berdegup sangat kencang tatkala mendapati eksistensi gadis berparas cantik itu tengah melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum manis.
"Jangan lari-lari, nanti kalau jatuh ngrepotin!"
Ya, gadis itu tak lain adalah Olivia.
"Aku kira kamu tidak bakalan datang," celetuk Jeno sembari mengatur napasnya yang masih terengah-engah.
"Awalnya sih gitu. Males lihat muka kamu, nyebelin," cibir Oliv dengan wajah super julid, "tapi karena anak SMA sebelah cakep-cakep ya terobos saja lah! Jangan kasih kendor. Lumayan kan bisa cuci mata sekalian TP TP."
"TP TP apaan?" Jeno yang mengernyitkan dahi bingung.
"Tebar Pesona, biasalah~" jawab gadis itu sambil mengibaskan rambutnya ala-ala duta sampo Pantene, tidak lupa juga mengerlingkan mata genit sambil memanyunkan bibir sok cantik.
"Anjir, udah kayak buaya betina lagi birahi," ejek Jeno tak tahan melihat ekspresi Oliv yang jatuhnya tengil, bikin ilfeel.
"Mana bajunya warna pink neon lagi. Bikin sulap. Tidak cocok sama rok warna kuning tai, apalagi itu sepatunya warna ijo lumut," imbuh Jeno sambil menilik penampilan Oliv dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Udah kayak bendera LGBT jalan-jalan."
"Ck! Ck! Ck!" Oliv mendecak sambil geleng-geleng kepala karena baru menyadari suatu hal. "Pantesan Papa kamu merantau... dia sebenarnya lagi kabur, soalnya anaknya ngeselin."
Tapi Jeno tak tinggal diam. "Daripada kamu... yatim."
"Wah, kesopanan nol!" tukas Oliv seraya mengelus-elus dada, pura-pura menjadi yang paling tersakiti. "Selamat, Jen. Kamu sudah memenuhi kriteria penghuni neraka. Bisa masuk jalur prestasi."
"Aduh, makasih banget ya, Kak," Jeno menepuk-nepuk pundak Oliv bangga dengan ekspresi terharu. "Ini semua berkat bimbingan Kakak sebagai ketua OSIS—Organisasi Sesat Ilmu Setan."
"Astaga," Oliv menatap Jeno geli, "modelan kayak gini kok bisa jadi ketua tim basket ya? Mana punya fanclub lagi."
"Beli kedondong, ketemu Dek Ajeng,
ya mesti dong, Jeno kan ganteng," ujarnya sambil berpantun."Najis!"
"Ekhemmm..." Jeno berdehem setelah tak sengaja melirik buket bunga mawar yang sedang Oliv pegang, "itu bunganya mau dikasih ke ketua tim basket yang gantengnya di luar nalar galaksi Bima Sakti mandraguna bin ajaib similikitiw ini bukan sih?"
"Siapa?" tanya Oliv bingung dengan siapa yang dimaksud oleh bocah tengil itu.
"Ekh—ekh—ekhem!" Jeno mengode dengan menyisir rambut, "ini loh, yang ini. Ekhemmm."
"Kamu kena covid?"
"Oliv anjing! Maksudnya itu aku," Jeno menunjuk dirinya sendiri. "Bunganya buat aku kan?"
"Oalah ini," Oliv melirik sekilas buket bunga tersebut, sebelum akhirnya disodorkan ke Jeno, "tadi mungut dari tong sampah. Masih bagus. Kalau kamu mau, ambil saja."
"Eyyyy!!" Dengan senang hati Jeno mengambil buket bunga mawar tersebut, senyumnya tidak bisa ditahan. "Mana ada mungut tapi masih seger-seger gini bunganya."
"Dibilangin malah ngeyel," ketus Oliv.
"Terus ini apa? Kok ada tag 'Semangat Jeno!' di sini?" Jeno menggodai Oliv, namun gadis itu tetap stay cool.
"Yang namanya Jeno bukan cuma kamu doang. Jangan ge-er, nanti ambeien," tukas Oliv.
"Makasih, ya! Aku jadi makin semangat, hehe," Jeno menyengir lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOMINIC VANTE
FanfictionAtas permintaan Jessica, Dominic Vante terpaksa harus menikah dengan seorang gadis remaja 17 tahun bernama Olivia Orlin. Seiring berjalannya waktu, Dominic dan Olivia bisa saling melebur rasa hingga benih-benih cinta di antara mereka pun mulai...