024. Tamu Tak Diundang [M]

3.9K 198 171
                                    

3 bulan kemudian.

"Setidaknya ambil cuti dua atau tiga hari dulu, Bung. Badanmu masih butuh istirahat, jangan terlalu dipaksakan," titah Jim menaruh perhatian. Mereka kini sedang dalam perjalanan pulang dari bandara menuju rumah.

"Kau cerewet sekali, Jim," ledek Dom, kupingnya panas karena sejak tadi karena mendengar omelan-omelan Jim yang menyuruhnya untuk berisitirahat, "kau tidak akan mengerti rasanya bersemangat kerja mencari uang untuk beli perlengkapan bayi. Lusa Jagoan sudah 4 bulan, aku harus lebih giat menabung."

"Bung?" Jim menaikkan sebelah alisnya terheran-heran, sahabatnya ini mendadak berlagak seperti orang susah, "bunga tabunganmu tiap bulan saja sudah bisa dibuat beli rumah seisi perabotannya di kompleks perumahan mewah, kau tinggal duduk ongkang-ongkang sambil menunggu awal bulan. Jangan sok jadi fakir miskin. Aku jadi sedikit tersinggung."

Dom tertawa kecil sembari menepuk-nepuk pundak Jim, "Makanya menikah, biar tahu rasanya."

"Mulai," gumam Jim sambil merotasikan bola matanya dongkol, "lagipun sekarang single itu trend."

"Ya, ya, terserah kau," Dom mengedikkan bahu, kemudian secara random melirik gundukan kecil di tengah selangkangan Jim, "aku cuma mengkhawatirkan burungmu. Terlalu lama dibiarkan bisa mati fungsi."

"Sialan!" umpat Jim yang langsung buru-buru menyilangkan kakinya, "burungku masih berfungsi sempurna. Kemarin berdiri tegak saat tak sengaja melihatmu mandi."

Mendengar itu, Dom langsung memalingkan wajahnya ke jendela mobil, memilih untuk tidak menanggapi pria yang duduk di sampingnya tersebut. Pun tak berselang lama setelahnya, mereka akhirnya sampai di rumah Dom. Jim tidak mampir, ia langsung diantar pulang ke apartemennya. Sementara kini ada Bibi Maid yang membantu membawakan koper besar miliknya ke dalam rumah.

"Oliv sudah tidur, Bi?" tanya Dom memastikan, ia baru saja melirik sekilas jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Sudah, Tuan," jawab Bibi Maid sambil mengangguk, "Nona tidur lebih awal, niatnya supaya besok bisa jemput Tuan di bandara."

Seharusnya ia memang sampai di bandara besok sekitar jam sepuluh pagi menggunakan pesawat komersial. Namun karena pekerjaannya selesai lebih awal, ia tak mau menunggu lebih lama lagi untuk bertemu istri dan si Jagoan. Rasa kangennya sudah luar biasa.

"Ya sudah, Bibi silahkan istirahat juga," Dom mempersilahkan.

"Baik, terima kasih, Tuan," ucap Bibi Maid, lalu membungkukkan sedikit punggungnya sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Dom.

Seperti biasa, Dom tak langsung pergi ke kamarnya. Ia membawa langkahnya menuju kamar Oliv, ingin segera melihatnya meskipun sudah terlelap. Namun sayang sekali, eksistensi yang begitu ia rindukan itu rupanya tidak ada di dalam kamarnya.

Dom lantas berinisiatif untuk naik ke lantai dua setelah memastikan Oliv tidak ada di dapur ataupun ruang TV. Jemarinya kini tengah mengayunkan gagang pintunya dengan sangat perlahan, tak mau sampai membuat suara berisik karena ia yakin gadisnya itu pasti sedang berada di dalam kamarnya. Dan benar saja, sosok yang membuatnya selalu ingin pulang itu tengah terlelap sembari memeluk erat baby bear—boneka beruang yang Dom berikan sebagai sogokan pada Oliv saat awal-awal menikah.

Sambil menahan napas, Dom berusaha untuk mengambil boneka beruang itu dari dekapan Oliv, sebab boneka itu menghalangi aksesnya untuk memandangi wajah cantik gadisnya yang sedang tertidur pulas. Setelah berhasil, ia letakkan boneka tersebut di sofa dan mulai berbaring menghadap Oliv tanpa berganti pakaian terlebih dulu.

"Sekarang aku sadar kenapa selalu merasa ada yang kurang setiap videocall atau melihat pap foto kamu," Dom bermonolog sembari menyisihkan helaian rambut yang menutupi paras cantik itu, kemudian kedua belah pipinya tampak memerah dan ia tak bisa untuk menahan senyumnya, "ternyata kamu memang terlihat lebih cantik kalau dilihat secara langsung."

DOMINIC VANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang