eleven

1.7K 286 29
                                    

"Chika kapan kapan nginep lagi ya" Mama kembali melambaikan tangan kepada Chika yang sudah berjalan ke arah gerbang rumahku.

Vino merangkul pundakku sembari berbisik saat orang tua kami sudah memasuki rumah.

"Kalo suka mah ungkapin aja"

Aku segera melepas rangkulan Vino kemudian buru-buru pergi menjauh darinya.

"Bisa salting juga lo Cil" Tertawa jeleknya membuatku pengen nyakar walaupun dia kakakku sendiri.

Chika's POV

"Darimana aja ga pulang semaleman? jual diri?" Baru masuk rumah, aku sudah disambut pertanyaan yang kurang enak dari mama.

"Liat tuh kakak tiri kamu belajar rajin, bantu mama ngurus rumah, kamu kerjaannya kelayapan aja, mau jadi apa?" Lanjutnya.

"Chika, mulai besok kamu berangkat pulang sama Fiony" Sejak Papa Fiony dan mama menikah, aku merasa tidak memiliki rumah untuk pulang, rumah ini benar-benar dikuasai keluarga Fio.

Aku tidak menggubris omongan mama dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

"Chik" Terdengar suara Fiony dari luar sana, saat aku hendak membuka pintu, suara itu tidak lagi terdengar.

Aku keluar tapi tidak ada Fiony disana.

Aku mulai masuk ke dalam kamarku yang berada di lantai atas, hanya kamarku dan kakaku yang berada di lantai itu. Mungkin terlihat berlebihan, tapi kami benar benar seperti diasingkan disini. 

Itu juga alasan kenapa akulebih memilih untuk menginap di rumah Ara kemarin malam.

"Chika!" terdengar suara mama yang sedikit membentak dari luar sana.

Hah, baru saja akan merebahkan diri..

Aku segera turun untuk menemui mama, tapi hanya ada Fiony yang sedang berdiri di depan tangga sambil membawa sapu.

Saat sudah sampai bawah, Fiony memberikan sapu itu kepadaku lalu bergegas pergi lagi untuk duduk bersama Papanya dan mamaku.

Fiony ini anak tunggal dari keluarga papanya.

Dia resmi jadi adik tiriku sejak ajaran baru.

Dan lebih bikin kesal aku dan kakak, mama menikah tanpa sepengetahuan kami.

"Nyapu!! ngapain bengong?!" Bentak mama dari meja makan. 

Aku hanya mengangguk dan memulai aktifitasku menyapu dan membersihkan wilayah rumah lain karena itu sudah menjadi tugasku saat mama kembali bekerja.

"Gk usah deketin Ara" kata Fiony saat aku lewat untuk menyapu di depannya.

"Bukan urusanmu!" jawabku judes tanpa melihat mukanya.

"Chik" Fio terlihat berdiri saat aku hendak meninggalkan ruangan, tanpa menggubris panggilannya, aku berlalu pergi begitu saja.

**

"Kak,"

"Kenapa dek"

"Chika pengen ngekos"

"Sekolah kamu kan deket, kenapa harus ngekos?"

"Gapapa, pengen aja"

"Dek?"

Aku hanya menoleh dan menatap mata Kak Shani.

"Betah-betahin dulu ya? habis ini kan lulus, belajar yang rajin biar bisa masuk PTN di luar kota buat alasan bisa keluar"

Aku mengangguk mengiyakan omongan kak Shani.

**

Pagi ini harusnya aku berada di kelas untuk mengikuti ulangan harian. Namun aku lebih memilih untuk pergi ke danau yang terlihat sepi di dekat sekolahku.

Sekarang sudah pukul 13.54

Aku disini sejak pagi, sudah 3 hari ini aku membolos sekolah untuk pergi ke tempat ini karena disinilah tempat yang paling  nyaman. Hanya melihat air, langit, dan pepohonan.

Tidak ada mama dan keluarga baru yang sama sekali tidak aku harapkan itu.

Sepertinya aku akan melakukan ini sampai hari ketujuh.

Hanya butuh ketenangan sesaat, tidak bertemu orang-orang untuk beberapa hari.

Fiony sepertinya sudah mengadu ke mama kalau aku bolos sekolah 3 hari ini, tapi mama tidak mengatakan apapn, tidak memarahiku, ataupun menanyakan kabarku seperti dulu.

Saat aku hendak pulang, aku bertemu Ara dan Jessi di halte.

Aku putar balik agar tidak terlihat mereka, lagipula mereka juga tidak akan sadar jika aku tidak di sekolah beberapa hari ini.

Dugaanku salah, saat akan menaiki bus di pemberhentian kedua, aku melihat Ara yang berjalan ke arahku, tiba-tiba menggenggam tanganku dan pergi ke sebuah taman yang pernah kita datangi beberapa minggu lalu.

"Kak Chika" katanya membuka pembicaraan setelah kami sudah duduk di salah satu tempat duduk yang ada disana.

"Kakak ngehindar dari aku?" aku mengerit bingung.

"Kakak tau aku suka kakak, kakak tau aku nyimpen perasaan lebih ke kakak makannya kakak ngehindari aku selama beberapa hari ini, gabisa kakak ngasih aku kesempatan?" aku makin tidak paham dengan apa yang dibicarakan adik kelasku ini.

"Maksudnya, Ra?"

"Aku sayang kakak"

"Iya, kakak juga sayang kamu"

"Aku sayang kamu lebih dari teman, Kak Chika"

"Kakak juga" 

"Kak?" raut mukanya berubah menjadi lebih serius dari sebelumnya.

"Iya Ra?"

"Maksudnya 'juga'?" katanya, kali ini sambil mengangkat dua jarinya bertanda kutip untuk sebuah kata 'juga' yang tadi ia lontarkan.

"Ya, kakak sayang kamu sebagai adik kakak"

"Ah gitu ya kak, Ara boleh ngomong sesuatu?"

"Boleh"

"Ara suka kakak, Ara sayang kakak, Ara tau kakak gamungkin punya perasaan yang sama kaya Ara, Ara tau kakak gabakal suka balik sama Ara, Ara tau kakak ngerti apa yang Ara omongin. Kak, kasih kesempatan Ara buat jadi bahu dan telinga kakak saat kakak susah dan jadi tangan saat kakak jatuh"

"Ra?" Ara menunduk setelah mengucapkan kalimat yang lumayan panjang itu.

"Ara?" Ia masih menunduk saat aku memanggilnya untuk kedua kali.

"Ara, tatap aku" kali ini aku sedikit lancang memegang dagunya dan mendongakkan kepalanya untuk menatapku, tapi dia malah menutup matanya rapat-rapat seakan enggan untuk menatapku.

"Ara, buka matanya" ia perlahan membuka mata tapi belum menatap mataku.

"Tatap aku, Ra" kali ini dia menuruti perkataanku.

"Makasih beberapa bulan ini udh jadi orang yang paling aku butuhkan, makasih karena kamu aku jadi bisa inget cara senyum, makasih karena kebraniannya bilang ini walaupun kamu belum tau jawabanku akan seperti apa"

Ara menatapku semakin tajam.

"Tapi maaf Ra, aku gabisa"









segini dulu ya? makasih banget udh nungguin cerita yang ga update update ini guys, i love y'sll so much, tetep dukung Ara sama Chika di keadaan yang sekarang ya <3 

ceritanya masih belum selesai kok, tapi ga janji update cepet ya hehe

LOSE(R) - chikaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang