6 - Kian Mengkhawatirkan

34 17 2
                                    


            Mala berhasil ditenangkan oleh Bu Wati dan Pak Hendra. Sementara Anton lebih banyak diam karena tertegun memikirkan keadaan Mala yang kali ini terlihat menyeramkan. Sebelumnya, sambil merasa kesakitan, Mala terus saja menceracau kepada semua orang bahwa dia ingin mati. Permintaan Mala itu membuat keluarganya semakin sedih dan kian tidak berdaya. Bagaimana mungkin Bu Wati, Pak Hendra, dan Anton mengabulkan permohonan Mala untuk segera disuntik mati?

Sesudah Mala tidak gelisah lagi, bahkan bisa tidur, Pak Hendra dan Bu Wati kembali ke kamar mereka. Anton kembali memeriksa keadaan Mala yang memang terlihat sudah memejamkan mata.

"Bang," sapa Mala seraya membuka matanya lagi.

Anton yang hendak ke sofa menjadi urung. "Ada apa?" tanyanya kemudian. Dilihatnya Mala yang menampilkan wajah lelah dengan kedua mata memerah. "Ayo, tidur, Kamu harus istirahat."

"Apa Abang punya losion anti nyamuk?"

Anton menoleh ke meja di dekat sofa. "Ada dua saset, tuh," jawabnya. "Tadi sore gue baru beli, La."

"Gue minta satu, Bang." Mala menahan kebahagiaan dalam hatinya, sementara parasnya terus memancarkan keletihan.

Anton yang tidak bisa membaca niat Mala langsung mengambil sesaset losion anti nyamuk di meja.

"Taro aja di nakas, Bang, biar deket sama gue. Kalo nanti mau gue pake, jadi gak usah bangunan elu." Mala terbatuk-batuk pelan.

"Tenggorokan lu sakit, ya?" tanya Anton sembari menaruh sesaset losion anti nyamuk ke atas nakas.

"Gak apa-apa, kok, cuma agak gatel." Mala tersenyum tipis. "Gue mau langsung tidur aja." Dia menutup matanya.

Karena dikiranya Mala sudah bisa ditinggal atau tak perlu diawasi lagi secara dekat, Anton menuju sofa untuk beristirahat di sana. Sekali lagi Anton memandang Mala yang tampak nyaman telentang di ranjang. Sambil menguap, dia yakin bahwa kali ini Mala akan bisa terlelap.

Anton merebahkan diri di sofa sambil menghela napas berat, lalu diembuskannya lagi dengan wajah lelah. Dia memandang langit-langit kamar yang di beberapa bagian ada noda bekas air hujan, di mana tampak bercak-bercak kekuningan yang mengering. Dalam kepalanya masih memusingkan perihal yang diderita Mala. Dia jadi takut sendiri, jangan-jangan dalam ruangan ini dihuni setan yang terus membuat Mala tak berdaya dalam kesakitan.

Kedua bola mata Anton jadi bergerak-gerak liar memperhatikan kamar Mala. Meski ada perasaan ngeri, tetap saja indra penglihatannya itu tak bisa diajak kompromi. Rasa penasaran dalam hatinya jadi lebih mendominasi. Namun, dia tak juga mendapati apa yang tergambar dalam benaknya. Dia tidak melihat setan. Dia sama sekali tidak menemukan kengerian yang dirasakannya. Karena sudah dirasa cukup dikuasai oleh ketakutannya sendiri, dia akhirnya memilih memejamkan mata.

Beberapa saat kemudian Mala membuka matanya. Sebenarnya, Mala memang tidak berniat untuk tidur. Setelah kesakitannya mereda, dia lantas pura-pura tidur agar Pak Hendra dan Bu Wati kembali ke kamar mereka. Barusan, dia juga berbuat seperti itu supaya Anton lekas tidur, sehingga dia bisa menjalankan rencananya.

Mala bergerak perlahan untuk duduk. Susah payah dia akhirnya bisa bersandar pada kepala ranjang. Karena dia merasa tak mungkin keluarganya mau membunuhnya, akhirnya dia memilih untuk membunuh dirinya sendiri. Dia meraih saset losion anti nyamuk di atas nakas. Dengan tangan dan jemarinya yang gemetar, dia merobek ujung saset losion itu. Dituangkannya seluruh zat cair yang terbuat dari bahan kimia itu ke dalam gelas berisi air putih. Dia menaruh bungkus saset kembali ke atas nakas, sementara losion itu menguarkan wangi jeruk yang lumayan segar. Dia mencelupkan jari telunjuknya ke dalam gelas beling tersebut. Dengan jari yang masih agak gemetar itu, dia mengaduk air putih yang makin lama makin bercampur dengan losion anti nyamuk.

Jiwa NelangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang