Tidak boleh membawa barang-barang yang terlalu berat.
Tidak boleh begadang.
Tidak boleh stres dan banyak pikiran.
Tidak boleh peluk terlalu erat.
Tidak boleh makan sembarangan.Seokjin memegang kepalanya pusing. Dia baru saja membuka mata dan berniat memasak sarapan sampai yang dia temukan justru selembar note berwarna kuning dengan tulisan cukup besar ditempelkan di depan tv kamar utama.
Menggelengkan kepalanya, dia melirik suaminya yang masih tidur pulas di ranjang samping kanan-nya. Dia tidak tau kapan Namjoon tidur semalam, tapi saat pria itu mengatakan kalau mahasiswa nya sudah pulang, Namjoon masih mengambil laptopnya dan meminta Seokjin untuk tidur lebih dulu.
Kata Namjoon, Seokjin tidak perlu terlalu memikirkan kata-kata Mingyu yang agak kelewatan. Lagipula Mingyu sudah berniat meminta maaf sampai nekat datang meski sudah larut malam.
Seokjin hanya mengangguk mengiyakan. Toh, dia tidak mengenal Mingyu juga. Dia juga tidak mau berurusan.
Melirik jam diatas nakas, Seokjin melihat jam nya berada pukul setengah enam pagi. Cukup panjang sampai Seokjin akan mulai membuat sarapan untuk keluarga kecilnya.
Entah kenapa saat bangun dia merasakan desir bahagia pada perasaannya. Namjoon menyambut bayi yang ada didalam perutnya dengan antusias begitupun dengan Seokjin yang pertama kali merasakan ada kehidupan lain dalam dirinya.
Rasanya semua berubah dengan cukup cepat. Sejak awal diagnosa kehamilan, Namjoon menjadi lebih perhatian. Mewanti-wanti banyak hal termasuk kegiatan Seokjin yang kini dibatasi dengan syarat tertulis pada note yang menempel pada televisi.
Seokjin senang bayinya seperti membuka lembaran baru untuk kehidupan keluarga kecilnya yang monoton saja. Ya, khusunya hubungan Seokjin dengan suaminya yang terkesan hanya akrab di atas tempat tidur.
Dia beranjak dari ranjang, berjalan kearah meja rias dan membuka laci-nya, mengambil cincin kawin yang selama empat bulan ini hanya dia pakai satu sampai dua kali saja kemudian memakainya.
Mungkin sejak hari ini, tapi Seokjin tidak ingin melepas cincin ini untuk alasan apapun nanti.
Berjalan ke arah dimana sang dosen anatomi tidur dengan mulut sedikit terbuka, kemudian mencium pipinya.
"Selamat pagi, ayah" Sapanya pelan.
Ayah untuk anak-anak kita.
.
."Aku tidak mau Namjoon"
"Kau harus mau, Seokjin"
Masih jam 8 pagi, tapi keributan sudah terjadi. Sedangkan Soobin yang melihat cekcok kecil antara orang tuanya di meja makan, hanya diam dengan wajah keheranan.
Namjoon mengangkat satu alis tidak mau dibantah, sedangkan Seokjin menekuk wajah tidak mau dipaksa. Sama-sama keras kepala, komentar Soobin menonton perdebatan yang tidak terlalu ada gunanya.
"Kalau kau tetap menolak, aku tidak mau makan sarapanku" Ujar Namjoon mengancam. Dia tau Seokjin akan mencegahnya untuk berangkat atau menjejali tas kerjanya dengan bekal berat jika Namjoon tidak bisa sarapan.
Mendengar Namjoon yang mengancamnya dengan cara kekanakan membuat Seokjin menekuk wajahnya lebih dalam. Kemudian balas mengangguk mempersilahkan.
"Ya silahkan saja. Nanti kalau lapar jangan salahkan aku" Seloroh Seokjin ikut mengancam.Ketegangan bersinggungan, sampai Namjoon menyadari ada Soobin yang menonton mereka sambil makan dengan hikmat.
Sungguh tontonan yang kurang mendidik meskipun tidak ada kekerasan dalam percekcokan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Dosen [Namjin]
Fanfiction[END] Seokjin tidak menyangka. Dari sekian juta penduduk di bumi. Kenapa Dosen galak nya lah yang menjadi calon suami. 18-06-21 ----> 01 #Namjin 12-08-21 ----> 01 #Seokjin • 04 #fanfiction 25-08-21 ----> 01 #Kimnamjoon 13-09-21 ----> 01 #RM Namjin...