5. Arashi

358 48 2
                                    

"Naruto!" Sakura berseru. Saat ini ia sudah di depan pintu kamar pemuda pirang itu, namun tidak terdengar suara apa pun dari dalam sana untuk menyahuti ucapannya.

Tok! Tok!

"Naruto!!"

"..."

"Aku tau kau ada di dalam. Buka pintunya!"

"..."

"Naruto kau mendengarku?!" Rasa kesal mulai terpantik di hatinya.

Dug! Dug!

Kali ini kepalan tangan yang mengganti jemarinya mengetuk pintu. Tidak, gadis itu menggedor pintu Naruto. Tenang saja, ia belum sampai di tahap 'beringas'. Saat ini ia berada di tingkatan di mana Sakura masih memikirkan kerusakan yang mungkin terjadi pada pintu Naruto karena ulahnya.

Namun jika saja masih tak Sakura dapati respon Naruto dari dalam sana selama lebih dari 1 menit lagi, maka Sakura sudah siap melepaskan kendalinya. "Naru---"

"Pergilah Sakura-chan ...."

Akhirnya, satu kalimat yang kontan mengurung kembali macan yang hampir mengamuk dalam dirinya itu. Sakura tahu, tanggapan pertama Naruto adalah langkah awal yang membuka 1 jalan bagi Sakura untuk menghancurkan pertahanan pemuda itu lebih dalam. Jika sudah begini, sudah saatnya Sakura mengeluarkan jurus pamungkas.

"Naruto ...."

Dari balik pintu, di mana Naruto tengah meringkuk bersama selimut yang membuntal seluruh tubuhnya itu, ia bisa mendengar perubahan nada suara Sakura. Menjadi terdengar sangat lirih.

"Aku tidak mengerti kenapa kau menjauhku seperti ini."

Naruto menggigit bibirnya mendengar kesedihan yang kentara dari kalimat Sakura. Ingin sekali ia menjelaskan bahwa dirinya tidak bermaksud menjauhi atau menghindari gadis itu. Dan mengatakan alasan sebenarnya bahwa ia, hanya belum bisa mengendalikan perasaan jika berdekatan dengan Sakura lagi.

"Tolong katakan padaku kesalahan apa yang kulakukan, sehingga aku harus menerima pengabaianmu."

Tidak! Naruto tak bisa membiarkan Sakura berpikir seperti itu. Yang di sini salah adalah dirinya sendiri, Sakura tak berhak beranggapan seperti itu.

"Saku---"

"Kau tau, rasanya sangat menyedihkan melihat kita saat ini seakan menjadi dua orang yang hanya saling mengenal saja, yang akan melupakan bahwa kita pernah bertegur sapa sebelumnya."

Ia sadar kala cengkraman jemari pada selimutnya itu mengerat. Apakah selama ini ia sudah sangat keterlaluan pada Sakura? Apakah Sakura sampai merasa menjadi orang asing bagi dirinya, karena perlakuannya 2 pekan ini? Jika benar, Naruto jadi tau bahwa ia bisa sejahat itu pada Sakura.

"Naruto ... ku mohon maafkan aku."

Safir itu pun terbelalak lebar. Satu dentuman hebat di dadanya membuat Naruto semakin tertegun bersama rasa tercekat di tenggorokan. Ini sangat menyesakan. Ia ditikam oleh perasaan bersalah yang tak terkira. Apalagi ini tentang Sakura, tentang sahabat yang Naruto sukai.

"Baiklah, aku akan pergi. Selamat tinggal, Naru---"

"JANGAN!"

Naruto beranjak dan secepat kilat membuka pintu kamarnya selebar mungkin. Ia tak akan membiarkan Sakura berlalu karena kebodohannya ini.

Jemarinya lantas menyambar lengan Sakura untuk menahan sosoknya tetap di sini. Kemudian Naruto menarik Sakura dengan lembut, memupus jarak di antara mereka dengan sebuah pelukan. Ia meringis kecil, walau di tengah rasa bersalah, jantungnya masih sempat saja berdentum tak tentu irama.

Microspore to Ovule (NaruSaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang