16. The Over Protective Young Daddy II

286 38 23
                                    

Sebuah apel tersimpan di atas nakas, mengkilap diterpa sinar matahari yang menerobos masuk lewat jendela, membentuk suar-suar cahaya bertemperatur panas karena hari telah bergulir siang. Sebuah ranjang tunggal dengan sprei putih mengalasi satu perempuan manis berambut merah muda sepundak yang terbaring tak sadarkan diri. Menyembunyikan netra indah sewarna emerald-nya di balik kelopak mata berbulu lentik.

Decakan kekhawatiran kerap terdengar selang beberapa menit memenuhi ruangan bercat putih itu. Dia, Naruto ... tanpa lelah mengamati sosok Sakura yang belum juga mau membuka matanya sejak tiga puluh menit lalu. Tangan terlipat di atas ranjang ruang kesehatan, atensi yang seolah tertancap kepada Sakura, decakan kekhawatiran, adalah penjelasan betapa kesadaran perempuan itu adalah salah satu hal berharga dalam hidup Naruto.

Sendu membayang di pelupuk mata Naruto melihat wajah damai Sakura yang seakan memantulkan kembali kilas kejadian beberapa saat lalu. Dugaan-dugaan buruk akan kondisi Sakura belum juga sepenuhnya sirna walau dokter sekolah mereka mengatakan bahwa tak ada hal serius yang terjadi. Sakura hanya akan kehilangan kesadarannya selama beberapa saat. Tetapi, Naruto tak lantas menjadi tenang bila bukan Sakuralah yang mengatakan langsung bagaimana kondisi tubuhnya.

Kepala Naruto bergerak perlahan meletakkan diri di atas kedua tangannya yang terlipat saling menumpuk, di samping tubuh perempuan itu. Masih lekat ia memandangi Sakura. Kemudian, jarinya bergerak menuju wajah perempuan itu membiarkan hanya lengan kiri yang menumpu kepalanya. Ujung telunjuk Naruto menyentuh pipi Sakura dengan hati-hati, seraya terus berusaha menyingkirkan prasangka buruk dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa Sakura akan baik-baik saja.

Bola mata Naruto bergulir menyusuri tubuh Sakura, lalu tertahan   di bagian perut perempuan itu. Ia tatap dalam serat akan berbagai perasaan, seolah mampu menembus sampai ke bagian di mana hal berharga lainnya tengah hidup.

"Kalian ... baik-baik saja, kan?" lirihnya. Sorot sendu kembali membayang begitu teringat bayi mereka ada di sana, bersama Sakura yang tak sadarkan diri.

"Maaf, aku belum bisa menjaga kalian dengan baik," ujar Naruto. Meski tak ada seorang pun yang menjawabnya.

Menaikkan kepalanya kembali, satu helaan nafas berat keluar dari celah bibir pemuda itu. Seragam sekolah telah melekat baik pada dirinya maupun pada Sakura. Guru wanita penjaga ruang kesehatanlah yang memakaikannya pada tubuh perempuan itu. Naruto tundukan pandangan, memainkan sebelah lengan Sakura di samping tubuh terbaringnya. Ia tak sadar Sakura telah membuka mata dan kini tengah menatap langit-langit ruangan dengan bingung.

"Naruto ..."

Secepat cahaya, Aray menaikkan pandangannya lagi. Ia dibuat terperangah sekaligus senang melihat netra itu akhirnya terbuka.

"Sakura-chan!"

.
.
.

"Aku kupaskan apel, ya?" tawar Naruto, dibalas gelengan Sakura. "Kenapa?"

Pertanyaan Naruto tidak perempuan itu indahkan. Sakura lebih tertarik pada sesuatu di belakang kepala pemuda itu, yang tertangkap pandangan ketika Naruto tak sengaja menolehkan kepala. "Apa yang terjadi pada kepalamu?" tanya Sakura.

Reflek, Naruto memegang tempat di mana lukanya berada. "Bukan apa-apa," jawab Naruto, berusaha menyembunyikan.

Tetapi, tatapan menyelidik Sakura menjelaskan bahwa dia tak mempercayai jawaban itu. Kedua telapak tangannya terangkat lalu mendarat di masing-masing pipi Naruto untuk ia tarik mendekat. Mengabaikan wajah gelagapan pemuda itu, Sakura bangkit setengah berdiri dan segera mendapati benda yang ternyata adalah sebuah plester. "Kau gagal menyembunyikannya dariku, Naruto."

Pemuda itu meringis kecil melihat tatapan galak Sakura. "Aku hanya ..."

"Dari mana asal muasal lukamu?" tanya Sakura, masih galak menatap Naruto yang gelagapan.

Microspore to Ovule (NaruSaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang