Berpisah?

351 64 3
                                    





“Dy...”

Seruan dari arah pintu ruangan yang terdengar riang, membuat si pemilik nama yang sedang menertawakan acara televisi bersama Pratiwi, sang ibu, sontak menoleh dan menghentikan tawanya. Terdapat Nando, sang kakak, yang saat itu masih mengenakan baju kerjanya berjalan menghampiri dengan senyum merekah memperlihatkan tampang konyolnya seperti biasa. Karena tampangnya itu membuat Nadya jadi berpikir kakaknya itu seperti habis menang lotre atau semacamnya.

“Tebak gue bawa apa?” tanya Nando masih dengan senyum lebar.

Nadya refleks meneliti keadaannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Namun, nihil karena tidak ada apapun yang lelaki itu bawa kecuali dirinya.

“Apa?” tanya Nadya bingung.

“Gue bawa kabar gembira! Besok lo udah boleh pulang!”

Mata Nadya seketika membola, sumringah, “Yang bener, Kak?”

“Bener dong. Masa salah.” Nando menyengir.

“Ih, gue serius!”

“Gue lebih serius lagi lah, Dy. Ngapain juga gue bohong.”

Nadya memekik tertahan, dan menatap Pratiwi, “Bundaaa...”

Mereka lantas berpelukan erat. Pratiwi malah sampai tersenyum penuh haru sambil mencium puncak kepala putrinya.

“Tapi, abis itu kita langsung ke Singapura.”

Ucapan Nando yang memberi kabar mendadak untuk kedua kalinya seketika membuat kedua wanita berbeda usia itu kompak menoleh bingung padanya.

“Hah? Singapura? Ngapain?” Bukan Nadya yang bertanya, tapi Pratiwi. Meski dalam hati Nadya mempertanyakan hal yang sama.

Mimik Nando berubah serius, “Dokter Lucy tadi bilang...” Nando menyebut dokter yang menangani Nadya, “...Nadya lebih baik terapi di Singapura. Disana fasilitasnya lebih bagus. Dan, aku setuju, Bunda.”

“Kapan berangkatnya?”

“Lusa.”

Nadya membelalak, “Lusa? Kok cepet banget.”

“Lebih cepat lebih baik, Dy.”

Nadya menggigit bibir. Seketika teringat pada nasib sang kekasih, bagaimana perasaannya jika mendengar kabar ini. Dia sama Nugie ‘kan baru saja pacaran. Masa sudah harus pisah.

“Nugie gimana?” gumamnya lirih yang masih terdengar Nando.

“Nanti gue kabarin dia pas dia kesini,” balas Nando santai, belum mengetahui hubungan Nugie dengan adiknya yang sudah naik tahap.

“Dya sama Nugie baru pacaran, Kak.” Pratiwi yang memberitahu.

Bukannya kaget, Nando malah mencibir, “Dasar pasangan bucin!”

Menatapnya sengit, Nadya menyahut, “Jomlo mana ngerti!”

“Eh, rese lu, ya. Nggak gue restuin tau rasa lo!”

Nadya mengerucutkan bibir.

“Cuma sebentar, Dy. Paling lama tiga bulan. Kalau lo rajin dan semangat jalanin terapi, mungkin bisa sembuh lebih cepat,” ujar Nando serius, “Sorry, Dy, tapi lo nggak mau kayak gini terus ‘kan.”

Nadya menunduk. Dalam hati membenarkan.

“Bunda yakin Nugie pasti ngerti, Dy.”

“Nanti gue bantu ngomong sama Nugie.”

“Dya aja yang ngomong sama Nugie.”

***

Nadya mengigit ujung jarinya. Matanya menerawang. Dia bingung bagaimana harus bicara pada Nugie mengenai kepergiannya ke Singapura untuk melakukan terapi. Dia tentu saja mau sembuh. Dan perkataan Nando bahwa ini cara agar ia lebih cepat sembuh sebenarnya ia setujui dalam hati.

Two Sides [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang