10. Tear

672 136 17
                                    


Masih dengan senyuman manis yang terukir di bibir, Nadya memasuki pekarangan rumahnya usai memarkirkan motornya. Tadi, Nugie benar-benar mengantarnya sampai depan rumah, meski lelaki itu langsung pulang dan tidak berhenti sejenak untuk mampir. Tapi itu saja sudah membuat Nadya senang. Tidak apa Nugie tidak mampir, dia masih canggung sama cowok itu soalnya.

Nadya baru saja hendak membuka pintu utama rumah saat pintu itu sudah lebih dulu terbuka dari dalam. Nando keluar dari baliknya dengan pakaian rapi. Nadya tebak bukan mau kembali ke kantor karena Nando memakai baju santai. Nadya semakin bingung saat Pratiwi menyusul di belakangnya juga berpakaian rapi.

"Pada mau kemana malem-malem?"

"Eh, Dy. Pas banget kamu udah pulang," Bundanya yang menjawab. "Kamu ikut ke rumah sakit ya. Udah langsung aja, nggak usah ganti baju."

"Hah? Siapa yang sakit?"

"Cakra."

"Oh. Sakit apa?"

"Bukan sakit, tapi kecelakaan," jawab Nando yang kini sudah memasuki mobilnya untuk mengeluarkannya dari garasi.

Mata Nadya membola, "Hah? Cakra kecelakaan kenapa?"

"Bunda juga nggak tau. Nanti kita tanya aja. Ayo, cepetan keburu jam besuknya habis," ajak Pratiwi yang langsung memasuki mobil bagian penumpang depan. Nadya pun mengikuti.

Mobil Nando melaju menuju sebuah rumah sakit di kawasan Jakarta Pusat. Tak berselang lama, mereka sampai dan langsung menuju kamar rawat Cakra yang berada di kelas VIP setelah diberi petunjuk oleh perawat yang berjaga.

Di kamarnya, Cakra hanya seorang diri. Lengan kanan cowok itu terbalut gips, namun dia sepertinya tidak terlihat kesakitan sama sekali karena cowok itu terlihat ceria seperti biasa saat menyambut mereka. Malahan Cakra masih bisa bercanda dengan Nando.

Cakra bilang, ia kecelakaan karena terjatuh dari motor temannya yang ia pinjam. Cakra memang sudah lama tidak membawa motor karena kemana-mana ia membawa mobil, makanya begitu pertama kali mengendarai motor setelah sekian lama, ia jadi kagok dan akhirnya tidak bisa menjaga keseimbangan.

"Cak, boleh nanya nggak?" tanya Nadya kikuk setelah menyodorkan sesendok nasi ke mulut Cakra. Sudah waktunya makan malam dan karena Cakra sedang tidak bisa menggunakan tangan kanannya, Nadya membantu cowok itu makan. Mereka hanya berdua di kamar Cakra, sementara bundanya dan Nando membeli makan ke kantin.

Masih dengan mulut penuh, Cakra mengangguk mempersilahkan Nadya bicara.

"Nyokap bokap lo kemana?" Nadya bertanya hati-hati, takut melukai perasaan Cakra. Pasalnya, sedari datang tadi Nadya tidak melihat kedua orang tua Cakra.

"Mereka ada kerjaan di luar negeri," Cakra tersenyum namun Nadya bisa melihat matanya sarat akan kesedihan.

"Terus tadi lo kesini sama siapa?"

"Temen-temen gue. Tapi udah gue suruh pulang. Nggak enak ngerepotin."

"Tapi kan lo jadi sendirian gini. Kalau butuh apa-apa gimana?"

"Makanya gue nelepon Bang Nando. Lagian gue bisa minta tolong suster kalau butuh sesuatu," jawab Cakra, "Kenapa? Lo khawatir sama gue?"

Nadya mencebik membuat Cakra terkekeh, "Abel nggak lo kabarin?" tanya Nadya menyebut nama pacar Cakra.

"Udah. Lagi on the way katanya."

"Suruh buruan datang deh. Males banget gue jadi nyuapin lo gini," gerutu Nadya. Setengah bercanda sebenarnya.

"Ya elah, Nad. Harusnya lo seneng dikasih kesempatan nyuapin cowok ganteng. Kapan lagi coba?"

"Kalau nyuapin Tom Cruise baru gue seneng."

Two Sides [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang