Suasana kampus pagi itu terasa sejuk. Sejak dini hari tadi hujan ringan mengguyur ibukota. Sudah lama sejak terakhir kali Jakarta diguyur hujan. Alhasil membuat sebagian warga Jakarta malas melakukan aktivitas. Termasuk Nadya. Inginnya dia bergelung dalam selimut akibat dingin menyapa. Namun, jadwal kuliah pagi memaksanya harus mengurungkan niatnya tersebut.Malangnya lagi, sesampainya di kampus ternyata dosen yang mengampu, Pak Dahlan, berhalangan hadir. Padahal Nadya sudah bersusah payah mengendarai motornya berjibaku dengan pengendara lain menghalau kemacetan. Nadya sempat menggerutu dosennya, bukan hanya dia tapi juga teman-temansekelasnya, kenapa juga baru memberitahu ketika mahasiswanya sudah di kampus. Ya memang sih dosen tidak mau tahu itu. Tapi kan Nadya kesal. Kalau diberitahu dari tadi sebelum dia berangkat, Nadya bisa hemat bensin. Dan yang pasti Nadya bisa bermalas-malasan dibalik selimutnya yang hangat. apalagi hari itu hanya ada satu mata kuliah.
Akhirnya, Nadya memutuskan ke perpustakaan saja. Kebetulan Pak Dahlan memberi mereka tugas. Nadya hanya bersama Garin karena Erika ada jadwal pemotretan majalah hari itu.
Kalau Nadya pikir-pikir enak ya jadi Erika. Menjadi mahasiswa berprestasi secara non-akademik membuat Erika selalu mendapat dispensasi tiap ada kegiatan di luar kampus seperti ini. Alasannya, karena Erika sudah membawa nama baik kampus. Untuk pengumpulan tugas pun diberi waktu lebih. Berbeda dengannya dan mahasiswa lainnya yang harus mengumpulkan tugas hari itu juga.
Kenapa ya Erika selalu beruntung dimana pun ia? Segala pada diri Erika begitu sempurna. Seakan-akan keburukan tak pernah sudi menghampirinya.
Kenapa juga dirinya tak bisa seberuntung Erika? Hidup Nadya meski berkecukupan tidak lengkap karena ayahnya sudah meninggal. Sementara Erika mempunyai keluarga yang utuh. Ayah-ibu yang baik dan harmonis, tinggal di rumah bak istana, mendapat perlakuan seperti putri raja, apa yang Erika mau bisa dia miliki dengan mudah-Nadya pernah ke kamarnya yang penuh dengan barang-barang mewah.
Kemana pun Erika pergi selalu disapa hangat oleh orang-orang yang berpapasan dengannya. Mereka seakan tak pernah kehabisan bahan untuk memujinya. Tanpa usaha keras Erika bisa menarik perhatian orang banyak. Bila ada tugas kelompok pun teman-teman sekelas berebut satu kelompok dengannya. Berbeda dengan dirinya yang harus usaha ekstra ketika ingin bergaul. Ketika berpapasan dengan orang-orang pun mereka tidak akan tersenyum jika bukan Nadya yang lebih dulu melakukannya.
Memikirkan itu membuat Nadya menghela napas panjang. Perbedaan mereka begitu ketara. Semakin dipikirkan, semakin membuat Nadya pusing. Akhirnya Nadya memutuskan pergi ke toilet setelah pamit pada Garin yang masih serius mengerjakan tugas. Guyuran air sepertinya bisa membuat pikirannya rileks kembali. Usai membasuh muka Nadya merasa ingin buang hajat. Begitu masuk ke salah satu bilik, Nadya mendengar beberapa orang masuk. Mereka saling mengobrol membicarakan banyak hal, mulai dari tugas kuliah, make up, dosen ganteng, Andreas, dan Erika. Kata terakhir membuat Nadya yang hendak membuka kunci mengurungkan niatnya.
"Pak Baldy ganteng banget ya ampun!"
"Gantengan Zul, ah. Most wanted FIB gitu lho."
"Favorit gue sih tetep Andreas, anak ekonomi. Gemes banget ih. Kapan lagi bisa lihat Lee Minho di kampus. Meskipun KW-nya doang."
"Tapi Andreas udah ada yang punya. Lagian lo bukan tipenya dia keles."
"Hu-um, lo harus kayak Erika dulu baru bisa dilirik sama dia."
"Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini, Babe. Eh, apa gue harus deketin Erika kali ya biar bisa deket sama Andreas."
"Gila! Mau jadi pelakor lo?!"
"Ya siapa tau aja kan."
"Jadi temennya Erika nggak menjamin dilirik Andreas. Buktinya aja siapa tuh temennya Erika yang cewek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Sides [COMPLETED]
Teen FictionKarena... Setiap manusia punya rahasia. Setiap manusia punya rasa. Setiap manusia punya ego. Ego yang rentan terancam bila terusik. =================== Copyright © September 2019 by Sekarrina Do not copy paste this story without any permission =====...