Hari terus berganti. Hidup harus terus berjalan. Tak terasa setelah kepergian Yama malam itu, sekarang sudah 2 bulan berlalu. Tak ada yang bisa dilakukan Shabiyya dengan hidupnya kini. Percuma saja dia tak bisa pergi kemanapun. Yama semakin protektif. Pernah dia mencoba kabur dengan cara pergi belanja ke mall yang besar. Berusaha mengelabui bodyguardnya namun setelah sampai bandara, ternyata Yama sudah menantinya disana.
Flasback on
"Sayangku mau pergi kemana? Biar aku temani ya." Sungguh Shabiyya sangat terkejut begitu melihat suaminya disana dan dengan santainya berucap seperti itu."Aku akan pergi jauh darimu. Aku tak sudi hidup bersamamu lagi. Jadi tolong lepaskan aku. Bukankah aku pergi kau juga tidak akan kesepian ada perempuan itu yang melayanimu. Aku sudah tak ada artinya lagi kan? Jadi biarkan aku pergi. Aku juga ingin bahagia."
Shabiya menitikkan air mata. Sungguh sakit itu sulit dilupakan bagaimanapun dia berjanji untuk tegar namun perasaan terluka itu tetap ada.
Tanpa banyak kata Yama menarik perlahan tangan Shabiya, menuntunnya hingga masuk ke mobil lexus milik suaminya. Meskipun menolak dan meronta Yama tidak perdulikan. Yama sedang marah saat itu. Dia kecewa sudah dua bulan ini Yama selalu bersikap lembut, mencoba penuh perhatian pada Shabiya. Tapi Shabiya selalu menjauhinya tetap cuek, ketus dan dingin padanya. Yama terus bersabar dengan harapan suatu saat Shabiya mau menerima semua kisah hidupnya ini. Dan menerima pernikahannya dengan putri. Tidak mudah menghadapi dua isteri yang sedang mengandung. Meskipun menurutnya Putri selalu mengalah demi kerukunan rumah tangganya. Karena saat ini yama selalu bergilir pulang. Lima hari di rumah Shabiya dan 2 hari di rumah Putri. Tapi Shabiya sungguh keras hati. Tetap disetiap kesempatan selalu minta berpisah. Kini shabiya mengandung empat bulan dan putri mengandung lima bulan. Sungguh Yama mulai lelah menghadapi sikap Shabiya. Entah pergi kemana Shabiyanya yang dulu ramah, ceria dan lemah lembutnya. Yama merindukan Shabiyanya yang dulu.
Shabiya berontak ketika hendak masuk ke mobil.
"Shabiya Khansa Malik! Diam! Masuk ke mobil!
Sungguh Shabiya sangat terkejut. Ucapan Yama begitu menggelegar. Selama ini Yama selalu berkata lembut, bila seperti tadi berarti dia sudah sangat marah itu sudah jelas dengan dia menyebut nama lengkapnya. Shabiya terdiam, tapi air matanya menetes deras perlahan mulai sesenggukkan tapi tangisnya tak bersuara. Sungguh ini sangat sakit.
Yama menghampiri isterinya. Diusapnya air mata Shabiya menggunakan sapu tangannya, namun air mata itu malah semakin deras mengalir. Yama ikut menangis, menyadari kesalahannya. Telah membentak Shabiya. Shabiya itu tidak bisa di kasari. Mungkin karena ini pertama kali mendapat bentakan darinya Shabiya terlihat shock dan dia menangis tanpa suara membuat Yama sungguh menyesal. Yama memeluk Shabiya yang terdiam dan sesenggukkan. Dengan perlahan Yama menggendong shabiya didepan dada. Perlahan Yama masuk ke mobil sambil tetap memeluk isterinya. Begitu pintu mobil tertutup, Yama menyurukkan wajah di lekukan leher Shabiyya sambil bergumam pelan.
"Maaf..maafkan aku. Please Shabiya cintaku. Aku tak bermaksud memarahimu. Ku mohon. Aku hanya kecewa. Kau akan pergi meninggalkanku. Kalau kau pergi bagaimana aku akan hidup. Sayang, aku mencintaimu. Sangat-sangat mencintaimu. Please sayang bertahanlah demi aku demi bayi kita."
Shabiya diam. Dia masih sesenggukkan. Dia mendengarkan namun hatinya tetap merasakan sakit itu.
"Kau bukan milikku seutuhnya lagi. Wajahmu, bibirmu, tanganmu dan seluruh tubuhmu. Semuanya pernah menyentuh dan disentuh perempuan lain. Aku merasa jijik bila membayangkannya. Aku hanya ingin berpisah agar aku bisa tenang dan aku ingin bahagia." Rintih Shabiya dalam hati.
Flashback off
Kini sikap Shabiya semakin dingin, bahkan kepada si mbok dan para bodyguardnya pun dia jarang berkomunikasi. Semakin cuek pada sekitar. Tempat singgahnya hanya ke kebun bunga di belakang rumahnya yang dulu memang dia yang menanamnya, ke ruang makan dan selebihnya waktunya lebih banyak berdiam diri dikamar.
Semenjak peristiwa di bandara, Shabiya malas pergi kemanapun. Jadi dia memutuskan untuk semakin kuat dan tegar menghadapi semua. Dia berpikir sudah cukup meratapi nasibnya. Kini dia hanya ingin hidup untuk kedua anaknya. Ya Shabiya sedang mengandung anak kembar tapi dia tidak ingin memberitahu Yama. Karena sudah terlalu sakit hati dia sudah malas berbicara lagi dengan suaminya. Dia tidak perduli lagi Yama pulang ataupun tidak. Dia benar-benar introvert bahkan kepada suaminya.
Yama merasa sedih. Isteri pertamanya semakin jauh dari jangkauan. Bahkan kini Shabiya enggan untuk pergi memeriksa kandungan ke rumah sakit. Sehingga Yama harus mendatangkan temannya yang seorang dokter kandungan ke rumah. Kehamilan Shabiya sekarang berumur tujuh bulan sedangkan Putri delapan bulan. Tapi perut Shabiya semakin terlihat buncit bahkan lebih besar dari perut Putri, namun anehnya tubuh Shabiya semakin kurus sedangkan tubuh Putri semakin gendut. Apakah Shabiya merasa tertekan dan tidak bahagia? Ya Tuhan apa yang harus dilakukan?
Sedangkan Yama tak akan pernah memenuhi keinginan Shabiya untuk berpisah darinya."Aku tak akan pernah melepasmu Shabiya. Karena kau adalah sayangku, cintaku, bidadari surgaku. Aku begitu sangat mencintaimu. Kau setengah hidupku dan belahan jiwaku. Jadi mana mungkin aku akan melepasmu."
Yama bergumam sambil terus memperhatikan Shabiya yang kini terlihat sedang melamun dengan tatapan kosong mengarah pada bunga-bunga indah yang sedang bermekaran. Indah sekali. Tapi isteri cantiknya hanya terduduk diam disana. Pada akhirnya Yama hanya bisa memandangi isterinya dengan seperti ini. Menatap penuh kerinduan dari kejauhan.
***************************
Maaf baru bisa up lagi. Biasa kesibukan kerja dan lelah dari aktifitas sehari hari. Jadi belum bisa mikir untuk ngetik lagi. Ini aku up ya. Tapi please VOTE AND COMMENT oke. Love U all.Bogor, 12 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
TEGAR
ChickLitBruuuk. Kue dan kado yang dipegang Shabiya terjatuh ke lantai. Dari matanya meleleh lahar bening membasahi kedua pipinya yang sedikit cabi. Dadanya turun naik seolah sesak bernafas. Sedangkan di depan sana di atas kursi kebesarannya seorang pri...