Jennie semakin geram dengan Lisa, bagaimana tidak, gadis itu semakin hari semakin mendiaminya, Jennie rindu tidur dengannya, Jennie rindu dekapan hangatnya, arghh! Rasanya saat ini Jennie bisa gila karena anak tirinya itu.
Jennie kerap ingin tidur bersama Lisa, tetapi terkadang gadis itu tidur di rumah temannya, tidak mungkin kan Jennie menginap, meninggalkan Siwon hanya untuk menyusul Lisa?
Pernah suatu malam Jennie kembali diam-diam mengendap-endap ke kamar Lisa, tetapi sesampainya didepan pintu, ternyata Lisa mengunci pintunya dari dalam dan tidak mencabut kuncinya, jadi mau tidak mau Jennie kembali ke kamarnya, aneh saja kalau sampai Jennie berani mendobrak atau mencongkelnya, bisa saja dikira maling nantinya, jadilah dia menelan sendiri rasa rindunya yang diperuntukkan untuk anak tirinya.
Kembali ke masa sekarang, bagaiamana Jennie tidak dibuat geram, Lisa membawa Rosè ke kamarnya padahal dia mengetahui dengan sangat jelas kalau Jennie tidak suka ada wanita lain yang mendekati anaknya (?)
Jennie menguping pembicaraan mereka, Lisa bisa tertawa kepada Rosè, kapan gadis itu melakukannya lagi kepada Jennie, mengingat fakta bahwa Lisa yang mendiaminya membuat hatinya nyeri tanpa permisi.
Kalau menyerah secepat itu bukan Jennie namanya, terbukti saat ini Jennie tengah berjalan mendekati mereka yang tengah mengobrol.
Jennie duduk dipangkuan Lisa, dengan mendekapnya sangat erat, beruntung sekali Siwon tidak ada dirumah jadi pengganggu nya hanya tinggal satu orang yaitu Rosè.
"Kalau sudah selesai dengan tugasnya, mohon kamu segera pulang, saya kurang nyaman dengan tamu." Kurang nyaman dengan tamu, atau kurang nyaman Lisa bercengkrama dengan orang lain selain dirinya?
"Apaan sih, Kak jangan pergi, jangan didengerin." Ucap Lisa cuek berusaha menyingkirkan Jennie dari pangkuannya.
Jennie menatap Lisa tajam, menelungkupkan kepalanya dileher gadis itu kemudian menciumnya, "Kamu lupa tentang janji kamu yang memprioritaskan Mama? Atau mau mama terang-terangan deketin kamu didepan Papa kamu hm?." Bisik Jennie yang membuat Lisa terdiam, Lisa sangat paham Jennie tidak akan segan melakukan hal yang dia inginkan.
"Tidak apa-apa Lisa, mungkin Mama kesayanganmu tidak ingin diganggu, permisi." Rosè juga tidak tahan melihat perlakuan Jennie kepada Lisa, dia lebih baik pergi dan menenangkan hatinya, Lisa tidak berani mengejar atau mencegah Rosè, gadis itu masih diam dengan Jennie yang memeluknya posesif, bisa dibilang posisi ini adalah posisi terfavorit nya.
"Jangan diemin aku kaya gitu lagi, aku kangen sama kamu, aku sayang kamu." Ucap Jennie melembut, menatap mata itu dengan tatapan yang sangat tulus, Lisa berpikir apakah dia tega menyakiti Ibu tirinya ini? Sebagian hatinya memilih menyerah untuk melakukan perlawanan, sebagian lagi dia masih sangat memikirkan Papanya.
Lisa menghela napasnya, membuat Jennie mendongak, tanpa disadari pandangan mereka kembali bertemu, tanpa Jennie duga Lisa mengacak puncak kepalanya lalu tersenyum.
"Mari kembali seperti semula, seperti Ibu dan anak, kembali seperti aku tidak tau apa-apa." Baru saja Jennie sedikit berbahagia kini dia dibuat sakit hati lagi.
"Kamu jangan dekat-dekat dengan Rosè lagi, apa aku kurang cantik? Kurang semok atau kurang apa, bilang apa yang kurang dari aku sehingga kamu mendapatkannya di dia." Jennie berkaca-kaca, emosinya benar-benar terkuras padahal umurnya sudah tidak remaja lagi.
"Setidaknya dia masih belum terikat dengan siapapun." Ucap Lisa dengan penuh keyakinan, sama saja membangkitkan singa yang sedang tertidur.
"Apa perlu aku bercerai dengan Papamu agar kita bisa saling memiliki?." Jennie gila, maksud Lisa bukan seperti itu.
"Jangan pernah coba-coba melakukan hal itu, atau saya akan sangat membenci kamu." Jennie menghapus air matanya lalu tersenyum miring, entahlah bagi Lisa, Jennie adalah iblis yang sangat sulit ditebak.
"Dengan satu syarat, kamu harus selalu memprioritaskan aku melebihi siapapun, Deal?." Lisa terbelalak dengan persyaratan yang hanya menguntungkan bagi sebelah pihak saja.
"Tetapi kalau tidak mau, yasud--."
"Deal." Demi Papa' batin Lisa bergejolak.
Jennie turun dari pangkuan Lisa kemudian tersenyum bahagia, siapa saja yang melihat senyum itu pasti akan ikut tersenyum, karena terlalu manis mengalahkan makanan termanis yang pernah kita temui.
Tanpa sadar Lisa tersenyum, apakah nanti dia bisa bertahan dengan wanita bar-bar ini, ataukah dia malah terjerat sendiri dengan perasaannya, sudahlah, yang dia harus pikirkan sekarang adalah kebahagiaan Papanya walaupun dengan ke pura-puraan dari Jennie, setidaknya ia masih bisa melihat beliau tersenyum, pikirnya.
"Kalau begitu, hmm, dimulai dari sekarang." Lisa mengangguk, kemudian ingin beranjak menuju toilet kamarnya, sedangkan Jennie berjalan kearah pintu, melihat Jennie yang ingin keluar membuat Lisa bernapas lega, setidaknya hari ini dia akan terbebas dari Jennie pikirnya.
Cklek,
Suara pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Lisa yang baru selesai dengan pipisnya.
Lisa terdiam, Jennie bukannya keluar, sekarang malah tiduran di ranjangnya, satu lagi yang membuat Lisa bingung, sejak kapan wanita itu berganti pakaian hanya mengenakan Lingerie, Lisa menyipitkan matanya, ahh sudahlah dia malas dengan Jennie kemudian Lisa berjalan kearah tempat tidurnya.
Jennie yang melihat Lisa seolah-olah ingin menerkamnya saat ini juga, Jennie mendekat kearah Lisa kemudian mencari posisi favoritenya.
Chup
Pupil mata gadis itu melebar, ini kali ke 2 Jennie menciumnya, tidak ada pergerakan dari Lisa, sedangkan Jennie sudah sangat tidak tahan sekarang, naluri kebinalannya sedang berada diambang batas.
Lisa ingin menarik dirinya tetapi Jennie memegang tengkuknya dengan sangat kuat, sehingga tidak memungkinkan dirinya melakukan pergerakan.
"Mmpph mphh." Teriak Lisa berusaha melepaskan diri tetapi sangat sulit, Jennie sangat menikmati bibir rasa mint milik Lisa, baginya sangat maskulin serta menggairahkan.
Jennie mengambil tangan Lisa kemudian ia taruh di payudaranya, meskipun hanya sentuhan tetapi bagian bawahnya sudah sangat basah, mengingat ia sudah sangat lama menantikan moment ini.
Jennie melepaskan tautannya, Lisa tidak mendorongnya, gadis itu sibuk memompa oksigen karena paru-paru nya terasa sesak.
"Ini gak bener Ma, tolong ngerti, gak gini caranya." Lisa sedih, matanya hampir mengeluarkan air mata, Jennie diam, apakah dia sudah terlalu jauh sehingga membuat babby nya hampir menangis, Jennie tidak tega lalu memeluknya.
"Maaf, maaf." Lisa menghela napasnya, entahlah rasanya dia ingin marah, lebih tepatnya memarahi dirinya sendiri karena tidak kuasa memarahi Jennie apalagi saat melihat wajahnya, ada apa sebenarnya dengan dirinya, tanpa sadar ia balas memeluk Jennie lalu menghirup aroma rambut Jennie yang beraroma strawberry.
"Lain kali jangan seperti ini, aku takut membuat Papa kecewa." Ucapnya lalu mencium puncak kepala Jennie, Jennie yang baru pertamanya kali diperlakukan begini oleh pujaan hatinya sangat bahagia, serasa ada ribuan kupu-kupu yang terbang dari perutnya, hatinya menghangat, Jennie bisa gila hanya dengan kecupan singkat dari Lisa, apakah gadis itu sudah mulai membuka hatinya? Jika iya, Jennie akan mentraktir semua orang yang ditemuinya di tempat pemotretan nantinya.
.
.
Saya sebenarnya sedang kesal karena kemarin saya sudah menulis 2 part tetapi malah gak ada di draft, marah kesel, males bercampur menjadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STEPCHILD [JENLISA]
Fanfiction18++ tidak disarankan untuk yang masih dibawah umur dan homophobic. Jennie si uke barbar yang terjebak dalam hubungan ibu dan anak, bukannya jatuh cinta sama bapaknya, Jennie malah kepincut sama anaknya.