8

16 7 34
                                    

"Kamu harus tau nak, papa sayang sama kamu, " ungkapnya tulus.

Melihat aku terdiam saja, papa melanjutkan perkataannya, "papa ingin kamu bahagia, kamu menikah ya, nak?"

"Papa tau kan aku benci pernikahan? papa juga ga lupa kan karena siapa aku benci untuk nikah? " tanyaku tajam.

"Apa papa udah ga waras nikahin aku sama siapa tadi namanya? " tanyaku lagi.

"Rafael"

"Ah iya dia, dia itu udah aki-aki pah. Papa tega nikahin aku sama kakek-kakek yang bisa aja mati besok? " ucapku menahan emosi.

"Dia baru berumur 49,nak" bujuk papaku.

"TAPI DIA UDAH TUA, AKU BARU 18 TAHUN PAH" bentakku, aku sudah tidak bisa menahan emosiku.

"IYA EMANG KENAPA?! PAPA CUMA PENGEN KAMU BAHAGIA"

"DENGAN CARA NIKAHIN AKU DENGAN AKI-AKI? IYA?! "

"DIA BELUM AKI-AKI, RARA"

"SAMA AJA, PAPA AJA SONO YANG NIKAH SAMA DIA! "

"Ra.., " panggil papa lembut, ku lihat mukanya yang terlihat letih, kantung mata yang hitam.

Aku mengatur nafasku setelah mendengar suara lembut orang yang aku sayang, dulu.

"Kenapa pah? kasih aku alasan, " pasrah diriku, aku menahan air mataku yang siap jatuh. Aku sudah bertekad untuk tidak menangis di depan dia, aku tidak mau terlihat lemah.

Kepalaku tertunduk, aku menatap ke lantai. Aku tidak sanggup melihat wajah papaku, aku takut kebencianku semakin menjadi-jadi dan rasa sakit itu makin dalam.

"Karena kamu sudah gagal jadi perempuan"

Carian bening jatoh begitu saja makin lama makin deras. Aku memukul pelan dadaku, sakit sekali ketika mendengar perkataan seperti itu.

Tak puas melihatku menangis, papa melanjutkan perkataannya, "kamu kotor ra, hanya Rafael yang mau nerima kamu apa adanya"

"Apa pah? " tanyaku sekali lagi.

"Kamu gagal jadi perempuan"

Tidak, tidak boleh seperti ini! Aku tidak mau dihina seperti ini, aku tau aku gagal. Tapi tidak bisakah dipendam sendiri saja? kenapa harus dikatakan ke aku?

Aku tertawa sangat keras mendengarnya yang dibalas tatapan bingung olehnya, mungkin dia bertanya-tanya di mana letak lucunya, "aku baru gagal sekali, kalo gitu papa gagal dua kali-"

Aku meraih tasku yang berisi baju-bajuku dan pelengkapan lainnya, aku sudah menyiapkan tas ini agar sewaktu-waktu hal seperti ini akan datang. Dan ternyata hari ini tiba.

"Aku cuma gagal jadi perempuan-" aku mengusap kasar air mataku yang seenak jidatnya turun.

"Kalo anda bukan hanya gagal jadi suami, tetapi gagal pula jadi seorang ayah"

Aku menjentikkan tanganku, "bukan hanya dua deng, tapi anda gagal juga jadi manusia. Manusia tau cara memanusiakan manusia, sedangkan anda-"

PLAKK

Aku terdiam seketika, sungguh ini tidak sakit. Tamparan di pipiku sangat kencang, tetapi anehnya aku tidak merasakan apa-apa. Ada yang lebih sakit daripada tamparan ini yaitu hatiku.

Aku melihat papa memandang tangannya sambil gemeteran, dia melihatku sambil menggeleng-ngelengkan kepala, "kamu tau kan papa itu sayang banget sama kamu? "

Aku mendelik kesal sambil melangkah keluar kamar, " sakit jiwa  lu"

.....

Di luar hujan, untung saja tidak ada petir. Aku menerobos hujan tanpa takut kebasahan.

Langkahku berhenti setelah berlari 10 menit. Aku sudah tidak sanggup lagi, aku jatuh terduduk di aspal.

Sepi.

Di sini sangat sepi.

Aku tidak tau ini di mana.

Aku tadi hanya berlari tanpa arah.

Apakah di sini ada orang?
Apakah di sini ada orang yang bisa menolong aku?

Aku tidak tau entah kenapa air mata ini terus mengalir terus.

Aku ingin air mata ini berhenti, tapi aku tak tau cara menghentikannya.

Aku tidak mau menjadi orang yang lemah.
Aku tidak mau jadi orang yang cengeng.

Aku.... anak yang kuat kan?

Kumohon, siapa pun itu katakan padaku, bahwa semuanya akan baik-baik saja kan?

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan kan?

Kumohon... siapa pun itu bisa peluk aku sebentar?
Aku... tidak sendiri kan di dunia ini?

Aku jadi teringat Rafa, aku ingin menelponnya.

Aku memencet kontak yang tertulis "Rafa iblis jelek" langsung terhenti.
Ah, tadi di restoran aku mendengar dia akan pergi jalan-jalan dengan Kate.

Aku langsung memasukkan ponselku kembali.

Aku menangis sejadi-jadinya, berteriak sekeras mungkin karena hujan telah membantuku menutupi tangisanku.

Aku melihat lututku yang mengeluarkan darah lalu memegang pinggir bibirku yang juga mengeluarkan darah. Ternyata tamparan tadi sampai membuat aku berdarah.

Mungkin jika orang lain yang merasakan lukaku akan meringis sakit. Lutut dan pinggir pinggir bibir yang berdarah diguyur oleh hujan yang makin lama makin lebat. Tapi nyatanya, aku tidak merasakan apa-apa.

"TUHAN, AKU CAPE"

"TUHAN, AKU HARUS BAGAIMANA"

"TUHAN, INI KAPAN SELESAINYA. AKU TIDAK KUAT"

"Tuhan, aku nyerah yaa?" cicitku pelan.

"Jangan, kamu tokoh utama dalam hidup kamu.Bertahan sedikit lagi ya? aku janji akan buat cerita di hidup kamu berakhir happy ending"

Bukan!
Bukan aku yang berbicara.
Aku menengok ke belakang, lalu seketika mematung.

.....

Jangan lupa vote dan coment, terima kasih.






















Kematian yang diharapkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang