"Boleh bagi ga?" pintaku ke rafa, ku lihat dia sedang menguyah burger dengan nikmat.
"Ga, beli sendiri" tolak Rafa dengan ketus.
"Aku lupa bawa uang, " ucapku lesu.
Sebenernya bukannya aku ga bawa uang, tapi lebih tepatnya aku tidak punya uang.
Aku sudah tidak diberi uang lagi oleh papaku. Oh! bukan aku saja, tapi papaku sudah tidak menafkahi istri dan anak-anaknya. Mamaku yang harus mencari uang untuk kami. Aku ingin meminta uang pada mamaku, tapi aku tidak enak hati.
Sebenarnya aku ingin nekat meminta uang pada papaku, tapi aku teringat dulu ketika aku meminta uang padanya harus mendapatkan caci maki olehnya. Terlebih lagi, uangnya dilempar ke lantai, mana kebanyakan recehan. Aku seperti diperlakukan seperti pengemis olehnya. Malahan perlakukan manusia kepada pengemis lebih baik daripadaku—tentunya tidak akan dilempar seperti apa yang kurasakan.
Sebenernya aku bisa saja membenci papaku, tapi aku ingat perkataan mamaku, "nak, jangan pernah membenci papamu ya, walaupun sikapnya seperti itu, dia tetap orang tuamu"
Lihat! betapa baiknya mamaku itu. Apa memang semua laki-laki itu brengsek? lihat saja contonya papaku dan mereka.
Aku bangkit dari kursi taman di kampus, lebih baik aku pulang lalu mencari kerja sambilan.
"Mau kemana?" tanya Rafa menghentikan langkahku.
"Pulang, " jawabku singkat.
"Tunggu di sini, " ucapnya sebelum dia pergi meninggalkanku.
Aku kembali duduk di kursi taman. Ngapain coba dia nyuruh aku di sini, sedangkan dia malah pergi?
15 menit aku menunggunya, jika 5 menit lagi dia tidak kembali juga. Akan kupastikan aku akan pulang saat ini juga, bodo amat kalo dia nyariin.
Aku seperti dikejar waktu, aku tidak boleh membuang-buang waktu. Bukannya, waktu adalah uang?
Tiba-tiba ada sepiring nasi dihadapaku, aku segera melihat siapa pemilik nasi yang menyodorkan ke arahku.
"Makan"
Aku menyipitkan mataku ke arahnya yang dibalas hanya dengusan pelan olehnya, " ga ada racunnya elah"
Aku tertawa mendengar ucapan Rafa, "tumben"
Dia merotasikan bola matanya, " kalo kamu pingsan, orang-orang bakal nyalahin aku"
Aku langsung makan nasi itu dengan pelan, andai tidak ada dia pasti aku langsung makan dengan lahap. Aku tidak mau kelihatan seperti orang yang belum makan dua hari.Aku tidak mau dikasihani.
"Aku ga peduli ya sama kamu"
"Iya Rafa"
"Eh denger, aku ga peduli sama kamu. Ini cuma ga mau disalahin orang lain aja"
"Iyaa"
"Sekali lagi denger ya, aku ga peduli sama kamu"
"Iyaa rafaaaa"
Selama aku menghabiskan nasi gorengku, aku ditemani Rafa dengan perkataannya bahwa dia tidak peduli denganku dan aku akan mengiyakan. Seperti itu, diulang-ulangin lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/280591559-288-k384820.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kematian yang diharapkan
Teen FictionPernah ingin hilang, tetapi seakan ada sesuatu yang menghalangi? Pernah ingin pergi, tetapi seakan ada sesuatu yang menahannya? Pernah ingin bertahan hidup di tengah-tengah jahatnya dunia,tetapi rasa sakit membunuhmu pelan-pelan? Jika kamu belum...