Selamat membaca.
"Papa ngga serius 'kan?"
Ana menatap Rita, jelas sekali tergambar raut tak terima di wajah wanita paruh baya itu. Lalu pandangannya beralih pada Barata yang tetap terlihat tenang. Meski ketiga orang di sini dengan jelas memperlihatkan rasa tidak suka pada keputusan laki-laki tua itu.
Jangan tanyakan perasaannya sebab sejujurnya dia pun bingung dengan keputusan mendadak ini. Baru saja beberapa hari menjadi bagian keluarga Wijaya, tapi hidupnya sudah jungkir balik seperti ini.
"Tentu saja aku serius."
"Tapi dia bukan wanita berpendidikan!" geram Rita. Wanita itu bahkan sudah melayangkan tatapan tajam pada Ana.
"Apa kamu lupa Rita? Aku pun bukan orang yang berpendidikan, aku juga lulusan SMA sama seperti Ana."
"Tapi, Pa-"
"Ingat Rita! Ana sudah menjadi bagian dari keluarga ini, bahkan dia lebih berhak bekerja di sana daripada Rena. Karena bagaimana pun Ana adalah menantu keluarga ini."
Rita tidak lagi protes karena nada tegas Barata, meski raut pria itu terlihat tenang tak menunjukkan emosi apapun. Lagipula siapapun pasti tidak akan berani membantah. Pada akhirnya Rita hanya mampu menggenggam sendok lebih kuat untuk melampiaskan amarah.
Arjuna sendiri hanya diam, tidak berani membantah kalimat sang kakek. Karena hidupnya masih ditopang oleh kakek. Lagipula juga bukan urusannya Ana mau bekerja apa tidak. Selama wanita itu tidak menyusahkannya, dia tidak masalah sama sekali.
Sedangkan Rena yang duduk di hadapan Ana, hanya menunduk. Sama seperti sang ibu wanita itu mencekeram sendok dan garpunya lebih erat.
"Ada lagi yang mau kalian tanyakan?"
Semua diam. Tidak ada yang menjawab pertanyaan Barata karena entah mengapa suasana tiba-tiba menjadi menegangkan.
"Ana," panggil Barata.
"Iya," jawab Ana sambil menatap laki-laki tua yang tengah menatapnya hangat. Senyumnya pun terlihat tulus.
"Kamu mau 'kan?"
Wanita berumur 28 tahun itu gelagapan, bingung harus menjawab apa. Ini terlalu mendadak dan membingungkan baginya. Bagaimana bisa dia terjebak dalam situasi seperti ini?
Mungkin melihat Ana yang tidak kunjung menjawab, Barata kembali berkata, "jangan khawatir, nanti akan ada seseorang yang membantu kamu. Dan Kakek tidak memberi pilihan menolak."
Mendengar itu, Ana hanya bisa mengangguk. Lagipula Barata seperti punya kekuatan, untuk membuat siapapun menuruti keinginannya. Wibawa pria itu benar-benar kuat.
"Baiklah, Arjuna." Kakek Barata beralih menatap cucunya, "jangan lupa nanti antar Ana belanja."
Arjuna mengangguk, sedetik kemudian dia melirik tajam pada istrinya. Apa yang sudah dilakukan wanita itu? Hingga kakek terlihat begitu menyukainya. Dia saja sebagai cucu ketika meminta sesuatu sering dipersulit.
Banyak syarat yang harus dikerjakan sebelum mendapatkan keinginannya. Itupun tak mudah sebab sang kakek seolah tengah mempersulitnya.
"Apa perlu bantuanku, Kek?" tanya Rena tiba-tiba.
"Maksudnya?"
"Ya, mungkin saja nanti Ana kebingungan. Jadi aku bisa memberi saran mana yang harus dibeli, mana yang tidak."
Ana membalas tatapan Rena dengan tenang, dia tersenyum lembut pada wanita cantik itu. Bukan mau berburuk sangka, tapi Ana jelas tahu kalau wanita itu tidak tulus menawarkan bantuan. Melainkan hal itu semata-mata dilakukan agar bisa mengawasi Arjuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
DINIKAHI MAJIKAN ✓ [Tamat]
RomantizmArjuna menikahi Ana atas perintah sang kakek, sekaligus melindungi hubungannya dengan Rena yang merupakan saudara tirinya. Namun, siapa sangka jika ternyata wanita yang merupakan pelayan di kediamannya itu selalu berhasil membuat Arjuna darah tinggi...