Bersua

4 1 0
                                    

Dua hari lagi sekolah sudah masuk kembali, sebentar lagi akan berurusan dengan pendaftaran kuliah, siapa saja yang dapat mendaftar snmptn setelah dirangking pararel 50% untuk seluruh jurusan mipa juga ips.

Setelah pendakian tersebut, sudah tidak lagi bertemu ataupun bertukar kabar dengan Tama, dia bilang waktu itu pergi ke Jogja.

Aku menghabiskan liburanku bersama teman sekelas satu hari,  juga bersama Kiki dan Ika hanya sesekali saja. Setelah itu hanya diam di rumah, bermain sosial media.

Aku belum sampai membicarakan apapun pada Ibu soal kuliah, boleh atau tidaknya nanti saja, jika memang sudah waktunya.

Ibu tidak pernah menuntut aku untuk harus seperti apa, bagaimana. Antara membebaskan atau tidak peduli dengan diri ini, sudahlah itu bisa difikirkan nanti saja.

"Kak ... ada tamu, bukain pintunya." Teriak Ibu yang mungkin saja ada dibelakang.

Aku yang berada di kamar langsung saja membuka pintu, dan lihatlah siapa yang datang?

Aku jadi teringat ucapan Kak Ardo waktu itu. Dia bilang memberitahu Rey, dan sesegera mungkin Rey akan menemuiku. Aku sudah berusaha untuk tidak memikirkannya, membuang jauh-jauh fikiran itu. Buat apa Rey menemuiku? tidak akan mubgkin. Mana mau? Bahkan hubungan itu saja seperti hanya aku yang begitu tulus mencintainya, meski dia yang mengungkapkan perasaannya, dan tidak fikir dua kali aku langsung menerimannya.

"Boleh aku masuk."ucapnya menyadarkan lamunanku.

"Boleh."ya ... aku akan selalu bersikap baik padanya, selalu. Semarah apapun aku, tidak bisa membenci dia meski sudah berusaha.

Aku meninggalkannya di ruang tamu, menuju dapur untuk membuatkan minum dan membawa beberapa hidangan yang bisa dihidangkan, sekaligus memanggil Ibu.

"Rey ... baru kelihatan,"ucap Ibu yang langsung disalami oleh Rey.

"Iya, Bu. Baru sempat kesini."jelasnya.

"Yasudah, Ibu tinggal dulu ya." Ibu beranjak ke dapur menyelesaikan masakannya.

Rey hanya tersenyum sopan, setelah kepergian Ibu suasana semakin canggung.

Apa-apaan ini, setelah lima tahun hilang lalu kembali dengan tak berdosanya, tanpa meninggalkan sepatah katapun. Dan sekarang dengan beraninya dia kembali, meski itu juga yang aku mau, tapi? Tidak jahatkah itu?.

"Ini tamunya nggak ditawari, cuma didiemin."ucapnya dengan senyum khasnya.

"Silahkan." Balasku dan menatapnya sekilas.

"Kalau boleh, aku ingin mengajakmu keluar, bisa?"apalagi ini Ya Tuhan, mau apa dia, mentang-mentang aku selalu menerima dia kembali tapi tidak begini caranya.

"Biar aku yang izin sama Ibu."lanjutnya.

"Mau kemana?" Tanyaku akhirnya.

"Jalan sebentar, ada yang ingin aku bicarakan."

"Di sini tidak bisa?"

"Tidak bisa, Ara." Tuhkan, kenapa panggilannya masih sama, kenapa tidak memanggilku Kia saja.

"Tunggu sebentar, biar aku bilang sama Ibu."

Setelah izin dengan Ibu dan mengambil cardigan crop milikku aku menghampiri Rey yang sudah berjalan lebih dulu ke arah motornya.

"Kamu tidak keberatan?"

"Seharusnya tanya seperti itu, sebelum izin Ibu."

"Sengaja."dan memakaikan helm kepadaku.

"Aku sudah bisa sendiri sekarang, tidak perlu dibantu."

"Iya-iya." Dan menyunggingkan senyum.

Tolong ya Rey, nggak perlu banyak senyum kalau sama aku. Aku nggak bisa diginiin.

Senja Bersama Cerita yang Telah UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang