"Zaskia ... benar Zaskia?" Panggil seseorang yang menghampiriku setelah aku keluar kelas kembali.
"Iya, Kak. Aku Zaskia." Jawabku menatap seseorang yang rambutnya tergerai dengan kacamata bertenger dihidungnya yang mancung.
"Bisa bicara sebentar?" Ucapnya lagi.
"Bisa, duduk di gazabo aja Kak." Ajakku dan berjalan beriringan dengan Kakak entah siapa aku juga tidak tau. Mungkin saja alumni.
"Jadi, gue ada titipan dari Rey. " Ucapnya dan memberikan paperbag dari tasnya.
"Rey?"
"Iya, lo pasti tau Rey mana yang gue maksud."jelasnya lagi.
"Iya .... harus diterima?"tanyaku, jika tidak harus, lebih baik kan emang nggak menyimpan apapun yang membuat teringat semuanya. Orang semua tentangnya aja masih terekam jelas diisi kepala. Caranya tersenyum, berbicara, bahkan setiap aku bersamanya masih terekam jelas. Dan apa maksudnya ini? Bahkan dia udah pergi. Jauh, sangat jauh jaraknya. Bahkan tidak berniat untuk kembali juga.
"Ya ... harus. Lo nggak kasihan gue. Gue tadi harus nanya-nanya dulu sama beberapa panitia. Pakai Rey cuma bilang Zaskia aja. Siapa tau kan Zaskia banyak di sekolah ini. Untung aja nih ya, gue ingat kalau dia sering manggil lo Ara gitu. Gue sambungin aja."jelasnya dengan menggebu-gebu seperti kesal sendiri.
"Maaf ya Kak, "
"Halah, nggak perlu minta maaf segala, ini." Dan memberikan paperbag tersebut.
"Makasih, Kak. Oh iya namanya siapa Kak?" Tanyaku, pasalnya sudah berbicara banyak, tapi tidak mengetahui namanya kan aneh aja.
"Prisila, panggil aja Sila." dan bersiap untuk pergi.
"Oke Kak. Makasih ya sekali lagi."
"Oke, gue balik dulu. Ditunggu temen gue soalnya. Dah beres itu amanah."ucapnya sebelum beranjak pergi.
"Iya Kak. Hati-hati." Aku bahkan belum siap membuka isi paperbag tersebut, langsung kumasukkan ke dalam ranselku.
Pergi, datang memberikan perpisahan dengan jelasnya. Lalu? Memberikan sesuatu, untuk apa? Untuk selalu mengingatnya. Apa maunya? berasa dipermainkan.
Aku sedang berusaha melupakanmu, aku sedang berusaha tidak mencintaimu, lalu? Dengan sikapmu seperti ini? Semaunya, aku bahkan berusaha mati-matian agar bisa membencimu, agar tidak mengharapkan kembali pulangmu. Karena apa? Karena itu nggak mungkin. Meski, aku sebenarnya nggak pernah mau untuk itu, Rey.
"Melamun aja kerjaan lo."tegur Kiki yang duduk di sebelahku.
"Dah balik?"
"Ngadem, lapangan panas banget."jelasnya dan mengambil kipas lipat di ranselnya.
"Nggak juga, kalau di bawah tenda."
"Gue panitia, di bawah tenda. Bisa kena nyinyir." Jelasnya yang akan kembali melaksanakan tugas pentingnya.
"Lah ini lo ke kelas?"
"Izin aja, ngambil duit." Dan berlalu pergi.
***
"Ki ... ikut nggak?"siapa lagi jika bukan Selia dengan Rangga yang berada di sampingnya."Kemana?"
"Oemah oei."jawab Rangga.
"Mencium bau-bau jadian nih."celetukku yang direspon senyum malu-malu Selia, ya ... justru memuakkan.
"Ikut nggak?"kini Rangga yang bertanya.
"Boleh, tapi gue jadi sama siapa? Masak jalan kaki?"ya kali jalan kaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersama Cerita yang Telah Usai
Teen FictionTama Erhan Baskara berzodiak Pisces manusia paling menyenangkan yang aku temui setelah dia. Dia berbeda dari siapapun menurutku, sama dia rasanya senang terus. Apalagi ketika menghabiskan waktu menikmati senja yang tak pernah membuat kecewa, senja b...