Move

4 0 0
                                    

Sejak pertemuan terakhir itu, aku semakin menutup diri untuk siapapun. Berusaha untuk nggak banyak bicara, berusaha jadi manusia introvert meski rasanya nggak bisa.

Aku mau dia datang kembali, bukan ... bukan melihatnya pamit yang benar-benar pamit. Tapi, aku ingin dia tetap di sini sama aku terus. Tapi, nyatanya dia nggak pernah ngasih itu.

Sudah satu bulan, aku kembali bersekolah. Seperti kebanyakan anak kelas dua belas lainnya, berusaha untuk rajin, karena akan menghadapai banyak ujian yang rasanya datang mengantre di depan sana. Mulai ujian tengah semester, ujian akhir semester, tryout, ujian sekolah, ujian nasional, belum lagi ujian masuk perguruan tinggi.

Ngomong-ngomong masuk perguruan tinggi, aku belum bicara sama ibu, sedikit takut bagaimana respon Ibu nanti, secepatnya aku harus mengatur jadwal untuk berbicara serius dengan Ibu, harus pastinya.

"Ki ... nyari soal yuk, buat latihan gitu." Ajak Selia yang memang ambis mode on.

"Kapan?"

"Istirahat kedua aja ya ... sebelum diembat sama kelas lain. Si Ica udah pinjam sama gengnya, keburu abis."

"Yaudah, ke koperasi apa kantin nih?" Tanyaku yang udah selesai mencatat.

"Kantin aja yok, gue laper belum nyarap."

"Bahasannya nyarap, hahaha ..."

"Receh banget dah, gitu aja ngakak."dan mulai berjalan menuju kantin sekolah yang jaraknya lumayan juga.

"Gue perhatiin Ki, kok Tama udah nggak ngintilin lo lagi."

Yaps ... benar. Terakhir bertemu Tama sebelum dia bilang ke jogja dan itu setelah dari puncak. Tidak menunjukkan batang hidungnya bahkan setelah satu bulan sekolah pun tidak bertemu lagi, padahal ketika semesta mempertemukan untuk pertama kalinya, pasti bertemu dengannya setiap harinya, dan ini nggak sama sekali.

"Syukur dong, nggak ganggu hidup gue."

"Gue pesen dulu. Lanjut nanti aja."setelah itu menuju ke Ibu kantin, sedangkan aku menuju ke tempat yang kosong, sebelum di cup sama yang lain.

"Nasi goreng spesial ala Ibu kantin terenak nomer dua setelah masakan emak."tuhkan Selia suka nggak waras gini sih.

"Thanks."

"Minumnya nanti di anter Mbak, kalau kelamaan ya tau deh bisa seret juga nanti."

"Iya seperti biasanya kan." Tidak ada perbincangan lagi, sibuk menikmati makanan masing-masing.

Seseorang datang membawa minuman pesananku dengan Selia, bukan Mbak yang bantu Ibu kantin, tapi manusia yang baru tadi dibicarakan Selia.

"Minum dulu nih, seret nanti." Ucapnya dan duduk disebelahku menaruh dua minuman tersebut.

"Lah, lama tak jumpa eh ternyata sampingan di kantinnya Ibu."celetuk Selia begitu saja.

"Sel, nggak boleh gitu."

"Sans aja Ki. Selia bercanda juga." Seperti biasa dengan senyuman khasnya.

Tidak mengubrisnya, lebih baik menghabiskan makananku yang tinggal setengah saja.

"Kemana aja lo?, sahabat super gue sampek kangen tau."

"Uhuk ... uhuk."tuhkan Selia ngaco sih bicaranya sampai keselek juga ini.

"Minum dulu. Lo sih Sel, bikin anak orang keselek aja. Gue emang ngangenin sih." Ya ... manusia ini dengan pdnya berbicara seperti itu, dengan memberiku minum.

"Udah selesai nih, Sel. Ayo." Dan menuju ke Ibu kantin untuk membayar.

"Nanti pulang bareng ya, Ki." Dan melenggang pergi menuju ke arah kelasnya.

Senja Bersama Cerita yang Telah UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang