Part 25 ••• Accident

192 25 3
                                    

"Papa dimana?" tanya Ryujin ketika membuka pintu rumah besarnya itu.

"Tuan di rumah sakit," jawab salah satu pelayan di rumahnya. Ryujin membulatkan matanya, jangan sampai karena perbuatannya ini yang membuat papa mengalami syok kardiogenetik.

Ia berlari menuju mobilnya, mengendarai dengan kecepatan tinggi hingga ia nyaris menabrak seseorang yang sengaja berdiri di depannya jika tidak menginjak rem dengan mendadak.

Ryujin menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia melihat bayangan Minju yang berdiri di depannya.

Di balik tangannya ada raut wajah ketakutan, panik dan jantung yang berdegup kencang dengan batin yang terus berucap bahwa dirinya tidak bersalah.

"Bukan gue yang bunuh Minju, bahkan Akira yang tiba-tiba bunuh diri. Bukan gue! Bukan gue!"

Perlahan ia menurunkan tangannya dan melihat seorang gadis menatapnya tajam, masih di posisi yang sama, gadis itu berdiri di depan mobilnya, seakan menyerahkan diri untuk di tabrak seorang Ryujin.

Ia turun dari mobilnya dan menghampiri Winter.

"Kenapa lo gak tabrak gue?"

Pertanyaan dari mulut Winter membuat dirinya tersulut emosi lalu menarik lengan gadis itu menuju mobilnya. Ryujin memutari mobilnya dan menduduki kursi kemudi, mengunci mobilnya lalu melajukannya dengan kecepatan tinggi membuat Winter ketakutan.

"Ryujin lo gila?" teriak Winter ketika mobil itu hampir oleng. Ia hanya berpegangan kuat pada sabuk pengaman, sedangkan Ryujin terus menatap fokus pada jalanan dan membuat pengguna jalan lainnya menepi.

Tubuh Winter terguncang tak karuan, rambutnya sudah menutupi wajah paniknya.

"Ryujin! Berhenti!"

" Aaaaa!"

Mobil itu nyaris menabrak mobil lainnya, hampir terjadi tabrakan beruntun jika pengendara lain itu tidak membanting setir, Ryujin menjadi penguasa jalanan saat ini, terdengar klakson dari sana sini untuk menghentikan kegilaan pengguna mobil merah itu.

Satu tangannya meraih ponsel yang berada di saku celananya, lalu Winter berbicara dengan seseorang lewat sambungan telepon itu.

"Beomgyu! Tolongin gue!" teriaknya. Winter berharap lebih pada cowok itu.

Belum sempat mendengar jawaban Beomgyu, Ryujin merebut ponsel itu dan melemparnya pada jalanan.

"Ryujin!"

Tak peduli dengan teriakan Winter, saat ini ia hanya ingin gadis di sampingnya itu menjauh dari kehidupannya.

"Cukup, gue nyerah." mendengar perkataan Winter ia menghentikan mobilnya secara mendadak di tempat sepi ini.

"Nyerah? Gue gak percaya sama omongan busuk lo, gue tahu lo belum menang gak akan berhenti."

Benar, tentu saja Winter tidak semudah itu menyerah demi keadilan, saat ini ia hanya ketakutan dengan jalanan sepi yang akan memasuki hutan itu.

"Perbuatan lo itu salah," lirih Winter pelan.

"Terus perbuatan lo bener? So suci banget lo." kesal Ryujin tanpa menoleh pada lawan bicaranya, ia melajukan mobilnya kembali memasuki hutan, langit sudah menampakkan semburat jingga, sebentar lagi gelap tetapi Ryujin terus membawanya ke tengah hutan.

"Turun!"

Winter mengeratkan pegangannya pada seatbelt, ia tak ingin turun dari mobil ini, keringat dingin sudah membanjiri pelipisnya.

"Ck." Ryujin berdecak kesal lalu turun dari mobilnya untuk menarik Winter.

"Ryujin tolong gue," ujarnya saat pergelangannya ditarik paksa oleh Ryujin.

"Lo mau bawa gue kemana?" tanya Winter panik saat Ryujin menariknya menjauhi mobil itu, tak lama Ryujin mendorongnya kuat ke jurang yang curam sampai Winter terjatuh dan kepalanya membentur sebuah batu berukuran besar.

Bahkan kepalanya baru pulih atas ulah Yuri waktu itu.

Ia segera meninggalkan Winter yang tengah pingsan di sana, sebenarnya tangannya bergetar tak karuan, jantungnya berdegup kencang, dalam memorinya terbayang tiga orang gadis yang tersiksa olehnya, Akira, Minju lalu Winter.

*

Jejak GPS di ponsel Winter terputus di persimpangan jalan karena ponsel gadis itu berada di sekitar sini.

Beomgyu menyapu pandangannya dari tepi jalan yang penuh dengan kendaraan di malam hari, hingga ia menangkap sebuah mobil merah yang sangat familiar sampai ia menyipitkan matanya melihat flat nomor yang sama dengan ingatannya, mobil itu yang hampir menabrak Winter saat di sekitar sekolahnya jika Beomgyu tidak cepat menariknya.

Tanpa pikir panjang, ia menunggangi motornya kembali dan mengejar mobil yang berkecepatan tinggi itu.

Beomgyu mengakui seseorang di balik kemudi itu sangat mahir dalam mengendalikannya, bahkan ia hampir kehilangan jejak.

Mobil itu memasuki sebuah rumah sakit, memarkirkan mobilnya di basement.

Tanpa menunggu pemiliknya keluar, Beomgyu terlebih dahulu menghampirinya, mengetuk kaca mobil itu dan menampakkan Ryujin di baliknya.

"Shin Ryujin!" ujarnya tegas setelah tahu siapa orang yang berniat mencelakai Winter.

Beomgyu membuka pintu mobil Ryujin, setengah badannya masuk dan memojokkan gadis itu dengan tatapan tajam.

"Dimana Winter?"

"Gue gak tahu!" jawabnya tanpa takut.

Jika seperti ini Beomgyu harus bermain kasar, ia mencekat leher Ryujin dengan tangannya sendiri.

"A-

"Gue tanya sekali lagi dimana Winter?"

"D-di- sekolah."

"Jawab jujur," ujarnya pelan namun terkesan menuntut.

"Di hutan." jawabnya dengan susah payah.

"Lebih jelas di hutan mana!" teriaknya di depan wajah Ryujin.

"Hutan Corado," kata Ryujin dengan takut. Takut dengan Beomgyu yang tak akan main-main dengan ucapannya.

Beomgyu mengeluarkan pisau dari saku celananya dan mengarahkan pada leher Ryujin.

"Lo yakin Winter ada di sana? Kalau sampai gue gak temui di sana lo habis di tangan gue."

Ryujin mengangguk dengan kesusahan meyakinkan Beomgyu, setelah itu ia menjauhkan kembali pisaunya, ia bergegas pergi untuk menyelamatkan Winter yang entah sedang apa di kegelapan hutan itu pada malam hari.

"Gue bakalan nyesel kalau lo kenapa-napa." gumamnya di balik helm fullface itu.

*

Untuk pertama kalinya Beomgyu menangis karena perempuan. Menunggu kabar Winter yang tengah di tangani dokter, kedua tangannya mengacak rambutnya frustasi.

Jam telah menunjukkan pukul 23.15. Cukup lama mencari Winter hingga ia meminta bantuan polisi dalam proses pencarian.

Gadis itu ditemukan dalam keadaan yang sangat mengenaskan dengan darah yang keluar dari kepalanya.

Sementara itu Irene yang tidak tahu kabar sang anak hanya berpikir positif, Winter bukan anak nakal yang patut dicurigai tengah malam ini belum menampakkan dirinya di rumah ini, meskipun begitu ia tetap khawatir pada anak gadisnya.

•••

SAVIOR GIRL | 01 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang