Bagian 1 Kenyataan

1.4K 42 5
                                    

Sore itu hujan turun membasahi Little Wings. Di salah satu sudut kota berdiri sebuah sekolah besar yang sudah berumur tua. Salah satu sekolah pertama yang didirkan kota itu. Sekolah yang menjunjung tinggi pendidikan dan sudah banyak mengahasilkan murid-murid yang berpotensi. Baik itu dalam bidang akademis, seni maupun olahraga.

Fyres berjalan perlahan menuju sebuah kantin, menunggu hujan reda. Ia berhenti sejenak dan melihat sekeliling.

“Kosong” pikirnya. Tapi ada sebuah perasaan kuat bahwa ia sedang diawasi.

Sebari mendengus Fyres melanjutkan berjalan menuju kantin. Pikiran-pikiran memenuhi dirinya termasuk kekesalan karena terjebak disekolah.

Pagi-pagi sekali sebelum ia berangkat, ibu memperingatkan akan datangnya hujan pada sore ini. Namun ia mengabaikannya. Sekalipun ia mendengarkan juga pembawa berita cuaca kemarin sore.

Ia berfikir bahwa itu hanya omong kosong. Hanya tuhan atau dewalah yang berhak menentukan hujan. Bukan pembawa berita.

Tanpa sadar Fyres menabrak pintu kantin yang tiba - tiba ada di hadapannya. Pintu itu mendadak muncul bagaikan sebuah sihir dari dunialain, belanya dalam hati karena malu. Ada dinding penghalang tembus pandang yang kita biasa sebut kaca. Fyres memegang kepalanya yang terbentur dan sekali lagi melihat sekeliling, takut ada yang melihat hal itu .

Dengan wajah merah ia memasuki kantin dan membeli sebotol minuman dingin. Mengambil sebuah sedotan dan menatap bibi kantin yang menahan geli.

Dengan kesal Fyres duduk dan menyimpan minuman yang ia beli di atas meja. Ia lalu melihat sekeliling lagi. Mungkin melihat sekeliling setiap 5 menit sekali kini telah menjadi hobi barunya.

Kantin itu nyaris sepi tanpa dirinnya dan sepasang kekasih yang sedang bercanda di ujung kantin. Mereka sepertinya tidak melihat tragedi yang menimpa dirinya karena asik pacaran. Dunia bagaikan hanya milik berdua bagi mereka.

Kantin itu tampak sedikit kotor, di pojokan terlihat bertumpuk-tumpuk karton bekas. Mungkin si pemilik kantin berkeinginan untuk menjualnya jika sudah tertumpuk banyak. Di sisi lainnya terlihat berkrat-krat botol minuman kosong.

Namun lagi- lagi ia merasa sedang  diawasi, makin lama perasaan itu makin kuat. Hobi barunya kini berubah menjadi paranoid yang menghantui dirinya.

Dilihatnya cermin besar tergantung di tembok. Ia menghampirinya dan merapikan pakaiannya yang kusut. Mengecek apakah ada benjolan kecil dikepalanya dan ingin tertawa karena kejadian tadi.

Wajah Fyres terlihat tampan dengan rambutnya yang sedikit acak-acakan berwarna hitam gelap. Mata hitamnya tajam, namun wajahnya hari ini terlihat pucat dan malas. Sisi matanya terlihat sedikit hitam dengan sebuah kantung mata tanda kelelahan. Memang karena akhir-akhir ini dia jarang tidur nyenyak dan banyak tugas menumpuk. Ditambah kursus-kursusnya yang sangat menyita waktu.

Beberapa jerawat terlihat disekitar hidungnya. Ia mengusapnnya tanpa ada perubahan, lalu mencoba untuk menekannya, namun mengurungkan niatnya itu. Ia mundur sedikit untuk mengecek kembali pakaiannya.

“Rapih”, pikirnya. Kemudian berbalik hendak kembali kemeja tempatnya tadi duduk dan meletakan minuman yang belum ia cicipi sedikitpun.

Namun di tempatnya duduk tadi kini telah ditempati oleh seorang pria paruh baya. Ia memakai kacamata dan mengenakan stelan kemeja kusut abu-abu. Lengan kemejanya digulung hingga sikut. Rambutnya acak-acakan dengan uban yang menghiasinya disana-sini.

Matanya memancarkan keinginan yang luhur serta ambisi dibalik kacamata bundarnya.

Selain menduduki tempatnya, sesuatu yang lain yang dilakukan pria itu membuat Fyres geram. Pria itu memegang sesuatu yang Fyres yakin adalah miliknya. Sebotol minuman dingin yang ia tadi beli.

Fyres : Fate of Dragon Warrior (Book I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang