Kastara & Kelana: Circle I

83 12 0
                                    

Jika dapat diputar kembali. Apakah kita mampu untuk berdiri di tempat yang berbeda, dengan cerita, harapan dan akhir yang berbeda? Mampu membawa pulang bahagia versi kita bersama.

"Ta, gue udah bilang Bunda. Lo akan bantuin gue mulai minggu depan, bareng Candrakanta," alunan suara Mas Gian menjadi pembuka hari Kastara Paradiktha di meja makan.

"Dan Bunda bilang ok, jadi lo nggak ada alasan lagi."

Here we go, pada akhirnya pria tampan itu akan terjun juga di dunia yang sama dengan Mas Gian. Sebetulnya ia enggak perlu kaget atas pernyataan sepupunya, tapi tetap saja.

"Hmm," gumam tanpa minat adalah jawaban Kastara.

"Atau jangan-jangan lo diterima kerja di tempat lain?"

"Bukan itu masalahnya, Mas. Tapi kan lo tahu, gue nggak suka tiba-tiba datang terus punya posisi kayak begitu. Memanfaatkan lo banget kesannya. Ditambah, gue masih berusaha damai dengan dunia kerja lo yang ini nih. Bukan kerjaan yang beres, jadi bahan omongan iya."

"Tapi, Ta—"

"—tapi gue nggak punya pilihan lain. Cuma bisa terima apa kata lo sama Bunda," sambar Kastara jengkel. Kenapa sih orang-orang seperti kurang tahu diri membuka topik menyebalkan di pagi hari, ck.

"Bunda sama Gian bukan memaksa kamu harus suka, Mas. Tapi kan ndak ada salahnya to mencoba."

"Mencoba dari mana, Bun. Kalau tiap hari, tiap saat dicekoki sama Bunda sama Mas Gian soal ini."

"Bun, Bundaaaaaaaa." Siapa lagi sekarang. Rumah Kastara sudah seperti pasar begini, banyak pengunjung.

"Morning, anak ganteng. Duduk, duduk, Bunda masak sup ayam hari ini."

"Ngapain lo ke sini pagi-pagi?"

"Sama tamu tuh harus baik-baik, Kak. Morning, Mas Gian.

Bukan. Bukan Candrakanta yang bertandang. Teman karib Kastara itu sedang liburan, merayakan kesuksesan bisa diterima oleh perusahaan Mas Gian katanya.

Halah alasan.

"Morning, Mahesa."

"Pulang sana, lo." Itu Kastara.

"Hush, kamu yang Bunda usir nanti. Ndak boleh begitu sama Hesa."

Enggak Candrakanta, enggak ini bocah, kalau mereka sudah ada di hadapan Bunda pasti langsung jadi daftar prioritas. Kastara jadi mempertanyakan statusnya, anak kandung Bunda atau bukan.

"Mama mu ke luar kota lagi, Sa?" tanya sang Bunda.

"Seperti biasa, Bunda. Tadi subuh berangkat."

Bunda mengambil kursi di hadapan Mahesa, "kamu jadi pindah ke apartemen? Nanti Bunda sendiri dong kalau kamu pindah."

"Aku akan sering main ke sini kok, Bun. Mana mungkin aku melewatkan masakan enak Bunda."

Mahesa Tanjung, si anak tetangga kalau kata Kastara. Ya... memang benar, sih. Tapi bagi Bunda, ia adalah anak bungsunya Bunda.

Sejak kepindahan keluarga Mahesa beberapa tahun silam, sedikit banyak Bunda memahami kondisi rumah Mahesa. Mulai dari anak itu yang sering ditinggalkan kedua orang tuanya dinas. Sampai cita-cita Mahesa untuk memiliki studio dan menulis buku.

"Tenang. Nanti gue jenguk, Sa. Supaya lo nggak kesepian."

"Wiihhh thank you, Mas Gian."

**

Mahesa's Storyline: https://www.wattpad.com/story/292133019-heavy-skies-in-the-rain

Kastara & KelanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang